Harga Minyak Makin Gagah, Berkah atau Musibah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan seiring dengan pemulihan ekonomi di sejumlah negara. Harga minyak mentah internasional saat ini sudah jauh di atas asumsi makro APBN 2021 yang sebesar USD45 per barel.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei meningkat USD1,73 atau 2,6% menjadi USD69,63 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April anjlok USD1,58 atau 2,5% menjadi USD66,02 per barel di New York Mercantile Exchange.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, kenaikan harga minyak dunia disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mulai melemahnya nilai dolar seiring menurunnya imbal hasil surat utang atau yield treasury US. Sementara di sisi lain, stok minyak di Amerika Serikat dihadapkan pada kenaikan demand yang dipicu oleh optimisme pemulihan ekonomi.
Meski begitu, kenaikan harga minyak dunia ini menurutnya hanya sementara. Harga minyak diperkirakan akan kembali turun meski tak sedalam sebelumnya.
"Harga minyak diyakini akan kembali turun ke kisaran USD60-USD65 per barel," ujar Piter kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (12/3/2021).
Kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini sudah berada di atas asumsi pemerintah. Dalam asumsi makro APBN 2021, harga minyak mentah Indonesia ditargetkan sebesar USD45 per barel.
Menurut Piter, kenaikan harga minyak berdampak pada dua sisi perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak akan menaikkan penerimaan pemerintah dari hasil ekspor migas. Namun di sisi lain karena sekarang Indonesia net importir maka kenaikan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran untuk impor.
"Kenaikan harga minyak menyebabkan meningkatnya biaya subsidi yang ditanggung pemerintah. Kenaikan harga minyak juga berpotensi meningkatkan inflasi," jelasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, permintaan minyak untuk kebutuhan industri meningkat terutama negara-negara yang mulai pulih seperti China dan Amerika. Namun, dia juga memperkirakan kenaikan harga minyak hanya sementara dan akan kembali turun.
"Saya kira akan turun tetapi tidak akan kembali ke posisi yang kemarin USD45 per barel. Kemungkinan di sekitar USD50-60 per barel," ujarnya.
Dia menuturkan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan penerimaan negara namun di sisi lain akan berpengaruh pada belanja subsidi yang naik. Sementara dari perusahaan, harga BBM akan cenderung meningkat mengikuti harga dunia.
"Cuma masalahnya kemarin pada waktu turun, harga BBM tidak diturunkan. Sekarang kalau mau dinaikkan juga tidak adil karena situasinya sementara," tandasnya.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei meningkat USD1,73 atau 2,6% menjadi USD69,63 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April anjlok USD1,58 atau 2,5% menjadi USD66,02 per barel di New York Mercantile Exchange.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, kenaikan harga minyak dunia disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, mulai melemahnya nilai dolar seiring menurunnya imbal hasil surat utang atau yield treasury US. Sementara di sisi lain, stok minyak di Amerika Serikat dihadapkan pada kenaikan demand yang dipicu oleh optimisme pemulihan ekonomi.
Meski begitu, kenaikan harga minyak dunia ini menurutnya hanya sementara. Harga minyak diperkirakan akan kembali turun meski tak sedalam sebelumnya.
"Harga minyak diyakini akan kembali turun ke kisaran USD60-USD65 per barel," ujar Piter kepada MNC Portal Indonesia, Jumat (12/3/2021).
Kenaikan harga minyak mentah dunia saat ini sudah berada di atas asumsi pemerintah. Dalam asumsi makro APBN 2021, harga minyak mentah Indonesia ditargetkan sebesar USD45 per barel.
Menurut Piter, kenaikan harga minyak berdampak pada dua sisi perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak akan menaikkan penerimaan pemerintah dari hasil ekspor migas. Namun di sisi lain karena sekarang Indonesia net importir maka kenaikan tersebut akan menyebabkan meningkatnya pengeluaran untuk impor.
"Kenaikan harga minyak menyebabkan meningkatnya biaya subsidi yang ditanggung pemerintah. Kenaikan harga minyak juga berpotensi meningkatkan inflasi," jelasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, permintaan minyak untuk kebutuhan industri meningkat terutama negara-negara yang mulai pulih seperti China dan Amerika. Namun, dia juga memperkirakan kenaikan harga minyak hanya sementara dan akan kembali turun.
"Saya kira akan turun tetapi tidak akan kembali ke posisi yang kemarin USD45 per barel. Kemungkinan di sekitar USD50-60 per barel," ujarnya.
Dia menuturkan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan penerimaan negara namun di sisi lain akan berpengaruh pada belanja subsidi yang naik. Sementara dari perusahaan, harga BBM akan cenderung meningkat mengikuti harga dunia.
"Cuma masalahnya kemarin pada waktu turun, harga BBM tidak diturunkan. Sekarang kalau mau dinaikkan juga tidak adil karena situasinya sementara," tandasnya.
(fai)