Dua Kendala Ini Bikin Income Industri Pertahanan RI Minim, Prabowo Kasih Perhatian Serius
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri pertahanan nasional dihadapkan pada dua tantangan besar, menurut Direktur Utama PT Len Industri (Persero) , Bobby Rasyidin. Tantangan itu yang menyebabkan income atau pendapatan bisnis alutsista Indonesia masih tercatat minim bila dibandingkan negara lainnya.
Pendapatan bisnis alutsista dalam negeri mencapai Rp 14,5 triliun per tahunnya. Sementara industri pertahanan di negara lain bisa meraup Rp 800 triliun-Rp 900 triliun per tahun.
Ketidakpastian pembelian alutsista jangka panjang dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) merupakan salah satu sebab minimnya pendapatan industri persenjataan Indonesia.
Meski demikian, kata Bobby, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto tengah memperbaiki skema pengadaan dan pembelian alutsista TNI dari BUMN Pertahanan tersebut.
"Ada beberapa tantangan terbesar, satu adalah ketidakpastian pembelian jangka panjang dari Kementerian Pertahanan. Dan ini sudah menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang sedang diperbaiki oleh Kemenhan, dimana, nanti kebutuhan tidak hanya dimunculkan tahun per tahun," ujar Bobby, Senin (17/5/2021).
Tantangan kedua adalah perubahan standarisasi teknologi alutsista. Pada aspek ini, Len Industri menilai tidak ada rumusan baku perihal standarisasi teknologi alutsista menyebabkan proses produksi persenjataan menjadi berubah-ubah.
Perkara ini pun menjadi perhatian Kemenhan dan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Rencananya, KKIP, Kemhan, dan Len Industri akan merumuskan satu standar baku perihal teknologi persenjataan nasional.
KKIP sendiri merupakan komite yang mewakili pemerintah untuk mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan di dalam negeri.
"Kedua adalah standarisasi dari teknologi yang suka berubah ubah, ini menjadi perhatian dari Kemhan dan KKIP, hingga nanti dibuatkan satu standar atau patokan teknologi akan seperti apa, dan tentunya kami sangat berperan sekali untuk membantu KKIP atau kemhan untuk merakit atau membuat standarisasi dari teknologi ini," tutur dia.
Pendapatan bisnis alutsista dalam negeri mencapai Rp 14,5 triliun per tahunnya. Sementara industri pertahanan di negara lain bisa meraup Rp 800 triliun-Rp 900 triliun per tahun.
Ketidakpastian pembelian alutsista jangka panjang dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) merupakan salah satu sebab minimnya pendapatan industri persenjataan Indonesia.
Meski demikian, kata Bobby, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto tengah memperbaiki skema pengadaan dan pembelian alutsista TNI dari BUMN Pertahanan tersebut.
"Ada beberapa tantangan terbesar, satu adalah ketidakpastian pembelian jangka panjang dari Kementerian Pertahanan. Dan ini sudah menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang sedang diperbaiki oleh Kemenhan, dimana, nanti kebutuhan tidak hanya dimunculkan tahun per tahun," ujar Bobby, Senin (17/5/2021).
Tantangan kedua adalah perubahan standarisasi teknologi alutsista. Pada aspek ini, Len Industri menilai tidak ada rumusan baku perihal standarisasi teknologi alutsista menyebabkan proses produksi persenjataan menjadi berubah-ubah.
Perkara ini pun menjadi perhatian Kemenhan dan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Rencananya, KKIP, Kemhan, dan Len Industri akan merumuskan satu standar baku perihal teknologi persenjataan nasional.
KKIP sendiri merupakan komite yang mewakili pemerintah untuk mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan di dalam negeri.
"Kedua adalah standarisasi dari teknologi yang suka berubah ubah, ini menjadi perhatian dari Kemhan dan KKIP, hingga nanti dibuatkan satu standar atau patokan teknologi akan seperti apa, dan tentunya kami sangat berperan sekali untuk membantu KKIP atau kemhan untuk merakit atau membuat standarisasi dari teknologi ini," tutur dia.
(akr)