Berharap Perekonomian Tumbuh Signifikan di Kuartal II

Selasa, 18 Mei 2021 - 05:57 WIB
loading...
Berharap Perekonomian Tumbuh Signifikan di Kuartal II
Pertumbuhan ekonomi tahun ini masih menantang di tengah pandemi Covid-19 yang belum mereda. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Perekonomian Indonesia diyakini berada dalam jalur pemulihan kendati pada kuartal I/2021 masih mencatatkan minus 0,74% secara year on year (yoy). Namun, untuk mencapainya perlu upaya ekstra keras plus sinergi semua pihak agar pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19 terus melaju.

Mengejar pertumbuhan ekonomi di tengah penyebaran Covid-19 yang masuk tahun kedua memang tidak mudah. Pasalnya, dengan masih terbatasnya interaksi di masyarakat guna mengerem penularan virus korona, hal itu memberikan dampak negatif baik dari sisi kesehatan mental maupun kesehatan ekonomi.



Hal tersebut setidaknya diakui oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menurut dia, saat ini fokus pemerintah adalah untuk betul-betul menjaga keseluruhan masyarakat dari sisi kesehatan ekonomi agar tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga pulih kembali.

Untuk itu, kata dia, sinergi dan kerja keras dari seluruh pihak sangat dibutuhkan untuk bersama-sama memulihkan ekonomi Indonesia dari pandemi Covid-19. Mantan managing director Bank Dunia itu juga mengungkapkan bahwa saat ini semua dalam keadaan kondisi extraordinary.

“Tapi saya yakin kalau kita semuanya bersinergi, terus saling berkomunikasi dengan baik, kita akan bisa mengawal pemulihan ekonomi,” ucap Sri Mulyani dalam acara silaturahmi virtual di Jakarta kemarin.

Optimisme kebangkitan kembali ekonomi Tanah Air sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir pekan lalu. Dia meyakini, kuartal II/2021 pertumbuhan akan mulai positif. Ini setelah melihat data perekonomian di kuartal I di mana kontraksi ekonomi mulai mereda dengan hanya mencatatkan minus 0,74%.

"Perekonomian terus tumbuh. Kita berharap pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 ke jalur positif dan bisa 7%," kata Airlangga yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu.



Menurut Airlangga, ada sejumlah indikator di balik optimisme tersebut di anataranya telah membaiknya Purchasing Manufacturing Indeks (PMI) hingga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

"Yang mana kita liat harga komoditas dan batu bara telah menunjukkan perbaikan," kata dia.

Menyikapi pernyataan tersebut, kalangan pelaku usaha menilai bahwa target tersebut terlalu ambisius. Apalagi jika melihat penanganan pandemi Covid yang dianggap belum kunjung usai.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, dalam situasi normal saja pada 2019 lalu ekonomi dalam negeri hanya tumbuh 5,02%. Sehingga, untuk kondisi saat ini di tengah pandemi, kalangan pelaku usaha masih berupaya untuk bertahan.

“Kami di kuartal II berusaha agar tidak turun lebih dalam lagi. Kalau pun minus, mungkin minus 2%," ungkapnya.

Dia menambahkan, butuh upaya luar biasa untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan bisa mencapai 7% di kuartal II. Saat ini, kata dia, kendala utama adalah terbentur oleh Covid-19.

“Selama belum bisa dituntaskan, kita selalu dibayangi kondisi yang menghambat. Makanya target itu terlalu ambisius. Perkiraan kami pada kuartal II ini bisa naik 2% dari kuartal I saja sudah bagus," tambahnya.



Lebih lanjut, Hariyadi menuturkan bahwa keinginan dari para pengusaha adalah supaya pemerintah bisa mendorong daya beli masyarakat dengan mengalokasikan bantuan sosial patut diapresiasi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat terdongkrak dari konsumsi rumah tangga yang memang jadi kontribusi utama.

"Tapi, ini belum cukup kuat untuk membangkitkan ekonomi kita sebesar yang ditargetkan tadi," tuturnya.

Oleh karena itu, dia pun mendorong produktivitas angkatan kerja yang ada. Dia berharap RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi langkah untuk mengubah seluruh kebijakan terkait ketenaga kerjaan.

Dia juga sepakat bahwa RUU Cipta Kerja dibentuk untuk mengantisipasi bonus demografi yang dimiliki Indonesia. Dia juga mengingatkan pemerintah agar harus fokus dalam menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

"Saat ini saja sudah terjadi penurunan lapangan kerja yang signifikan di sektor formal. Kalau mau buat bangsa ini maju, ciptakan lapangan kerja," katanya.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang berharap, pemerintah mempercepat pemulihan perekonomian nasional agar target pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021 tercapai dan bisa lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.

"Pelaku usaha berharap agar pemerintah sigap mengantisipasi dampak resesi ekonomi yang dihadapi, pertama bagaimana upaya dan strategi agar pertumbuhan ekonomi kita jangan jatuh (minus) terlalu dalam, syukur-syukur tidak mencapai dua digit," katanya saat di hubungi KORAN SINDO.



Dia juga sepakat bahwa daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga harus tetap terjaga agar tidak turun secara drastis di kuartal II. Serktor ini menjadi andalan karena selama ini mampu menopang pertumbuhan ekonomi secara umum.

Sektor lain yang harus diperbaiki adalah, kata dia, adalah menciptakan program padat karya untuk sementara menampung tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Selanjutnya menyediakan modal kerja untuk UMKM, serta memastikan agar stimulus dan relaksasi untuk pelaku usaha benar-benar berjalan di lapangan," lanjutnya.

Di bagian lain, Anggota Komite Investasi Kementerian Investasi Rizal Calvary mengakui, pandemi Covid-19 sangat memukul perekonomian dan industri. Situasi ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain.

Dia menjelaskan, selama ini kendala menarik investasi itu bukan ada di kurangnya promosi terhadap calon investor, melainkan ada persoalan struktural yakni rumitnya perizinan.

“Bukan negara lain tidak tahu tentang Indonesia. Bukan investor tidak tahu tentang Indonesia. Investor tahu sekali potensi, kelebihan, dan daya saing Indonesia. Kendala paling struktural adalah rumitnya perizinan. Regulasi yang tumpang tindih dan bertele-tele,” kata Rizal di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan, Kementerian Investasi yang baru dibentuk oleh Presiden Joko Widodo meyakini, bisa menarik investasi sebesar Rp900 triliun pada tahun ini. Untuk itu, Kementerian terus mengurai permasalahan di lapangan, mulai dari perizinan yang berbelit hingga mafia tanah.

Sementara itu, peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, belanja pemerintah sebagai komponen penting dalam pemulihan ekonomi sampai saat ini belum menunjukkan performa sesuai ekspektasi. Dia mencontohkan, hingga April 2021 serapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru mencapai 19,2% dari total Rp699 triliun.

Selain itu, pemerintah daerah juga masih lambat menyerap anggaran. Bahkan, cenderung baru disalurkan sebagian besar pada akhir tahun.

“Ada dana pemda yang mengendap di perbankan sebesar Rp182 triliun. Padahal selama larangan mudik, pemulihan ekonomi cenderung timpang antara kota besar dan desa,” ujarnya.

Terakit proyesi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sampai 7% pada kuartal II, Bhima menilai hal tersebut sulit kendati ada indikator perbaikan di sektor manufaktur, ekspor dan konsumsi rumah tangga.

“Pekerjaan rumahnya adalah mempertahankan konsumsi masyarakat, optimalisasi ekspor dan membangkitkan geliat usaha di daerah. Selain itu pada saat tempat wisata dibuka dan pusat perbelanjaan penuh dikhawatirkan risiko penularan Covid-19 paska lebaran bisa meningkat,” ujarnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1489 seconds (0.1#10.140)