Investasi Kian Mudah di Platform Digital
loading...
A
A
A
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor pasar modal yang terus mengalami peningkatan. Merujuk data OJK, tercatat sebanyak 4,51 juta investor pada akhir Februari 2021. Jauh meningkat bila dibandingkan dengan akhir 2020 dengan jumlah masih 3,88 juta investor. Artinya dalam dua bulan, jumlah investor pasar modal sudah naik sebesar 16,24%.
Uniknya pasar modal kekinian didominasi investor milenial. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir Februari 2021, sebanyak 57% investor saham berusia di bawah 30 tahun. Tren positif itu juga terjadi di industri reksa dana yang pertumbuhannya cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI),pada 2018 lalu jumlahnya hanya 995.510 investor. Kemudian naik menjadi 1,77 juta pada akhir 2019. Bahkan tahun lalu jumlah investor reksa dana mencapai 3,18 juta atau naik 78,95%. Di tahun ini tren positif ini masih berlanjut. Tercatat per akhir Februari 2021 jumlah investor reksa dana meningkat 20,50% menjadi 3,83 juta investor.
Kini untuk berinvestasi di pasar modal, saham, reksa dana, dan emas pun semakin mudah. Semua bisa dimulai dari aplikasi dismartphone. Namun hal ini perlu mendapatkan perhatian penting, termasuk di kalangan milenial atau pemula yang belum memahami cara berinvestasi yang tepat dan aman.
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing mengatakan tetap mengawasi fenomena peningkatan jumlah investor. Sebab peningkatan itu belum diketahui secara pasti apakah masyarakat sudah melek informasi atau sekadar ikut-ikutan.
“Pertama-tama kami sampaikan agar masyarakat selalu cek legalitasnya dari otoritas berwenang untuk melakukan kegiatannya.Kedua, apabila ingin melakukan investasi, semua keputusan jual atau beli harus dari investor,” tutur Tongam kepadaKORAN SINDO.
Dia juga menanggapi perlu atau tidaknya otoritas membuat platform khusus seperti aplikasi super (super-app) agar masyarakat memiliki kemudahan akses ke semua kanal informasi, tidak terbatas pada portofolio saja dan lainnya. Menurutnya metode itu disediakan otoritas masing-masing yang memberikan izin.
Perihal keamanan antaraonline tradingdan cara konvensional melalui perusahaan pialang, Tongam tidak bisa memastikan mana yang lebih aman. Memang tidak dapat dimungkiri saat ini begitu menjamurnya aplikasi investasi sehingga membuat orang memilih cara praktis tanpa tahu keamanan data dari aplikasi yang digunakan. “Dalamtrading, yang paling perlu diperhatikan adalah bahwa keputusan beli atau jual harus berasal dari investor, jangan serahkan ke orang lain,” tegasnya.
Termasuk juga mengenai investasi mana yang paling cocok untuk di masa pandemi saat ini. Menurut Tongam, investasi tersebut sangat tergantung pada tujuan tiap pemodal, tidak bisa disamaratakan. Ada yang ingin likuid, ada yang mau berisiko tinggi, ada yang dananya kecil. Tapi yang pasti masyarakat mesti tetap waspada dengan melihat legalitas dan kredibilitas lembaga yang diikuti.
“Yang paling dikhawatirkan itu jangan sampai sumber dana untuk berinvestasi itu bukan berasal dari hasil simpanan sendiri, tetapi dari hasil melakukan pinjaman, baik secaraonlineatau kredit langsung,” jelasnya.
Uniknya pasar modal kekinian didominasi investor milenial. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir Februari 2021, sebanyak 57% investor saham berusia di bawah 30 tahun. Tren positif itu juga terjadi di industri reksa dana yang pertumbuhannya cukup signifikan dari tahun ke tahun.
Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI),pada 2018 lalu jumlahnya hanya 995.510 investor. Kemudian naik menjadi 1,77 juta pada akhir 2019. Bahkan tahun lalu jumlah investor reksa dana mencapai 3,18 juta atau naik 78,95%. Di tahun ini tren positif ini masih berlanjut. Tercatat per akhir Februari 2021 jumlah investor reksa dana meningkat 20,50% menjadi 3,83 juta investor.
Kini untuk berinvestasi di pasar modal, saham, reksa dana, dan emas pun semakin mudah. Semua bisa dimulai dari aplikasi dismartphone. Namun hal ini perlu mendapatkan perhatian penting, termasuk di kalangan milenial atau pemula yang belum memahami cara berinvestasi yang tepat dan aman.
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam Lumban Tobing mengatakan tetap mengawasi fenomena peningkatan jumlah investor. Sebab peningkatan itu belum diketahui secara pasti apakah masyarakat sudah melek informasi atau sekadar ikut-ikutan.
“Pertama-tama kami sampaikan agar masyarakat selalu cek legalitasnya dari otoritas berwenang untuk melakukan kegiatannya.Kedua, apabila ingin melakukan investasi, semua keputusan jual atau beli harus dari investor,” tutur Tongam kepadaKORAN SINDO.
Dia juga menanggapi perlu atau tidaknya otoritas membuat platform khusus seperti aplikasi super (super-app) agar masyarakat memiliki kemudahan akses ke semua kanal informasi, tidak terbatas pada portofolio saja dan lainnya. Menurutnya metode itu disediakan otoritas masing-masing yang memberikan izin.
Perihal keamanan antaraonline tradingdan cara konvensional melalui perusahaan pialang, Tongam tidak bisa memastikan mana yang lebih aman. Memang tidak dapat dimungkiri saat ini begitu menjamurnya aplikasi investasi sehingga membuat orang memilih cara praktis tanpa tahu keamanan data dari aplikasi yang digunakan. “Dalamtrading, yang paling perlu diperhatikan adalah bahwa keputusan beli atau jual harus berasal dari investor, jangan serahkan ke orang lain,” tegasnya.
Termasuk juga mengenai investasi mana yang paling cocok untuk di masa pandemi saat ini. Menurut Tongam, investasi tersebut sangat tergantung pada tujuan tiap pemodal, tidak bisa disamaratakan. Ada yang ingin likuid, ada yang mau berisiko tinggi, ada yang dananya kecil. Tapi yang pasti masyarakat mesti tetap waspada dengan melihat legalitas dan kredibilitas lembaga yang diikuti.
“Yang paling dikhawatirkan itu jangan sampai sumber dana untuk berinvestasi itu bukan berasal dari hasil simpanan sendiri, tetapi dari hasil melakukan pinjaman, baik secaraonlineatau kredit langsung,” jelasnya.