Sembako Premium Kena PPN Disebut Relevan, Pajakin yang Dikonsumsi Orang Kaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditekankan hanya berlaku pada sembako premium dinilai sudah relevan. Pasalnya merujuk pada asas keadilan, dimana artinya pajak ini tidak diberikan pada bahan makanan yang dikonsumsi masyarakat kebanyakan, terlebih masyarakat miskin.
“Produk yang dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah, semestinya tidak dikenakan pajak , karena itu basic needs. Kalo dilihat filosofinya, basic needs atau kebutuhan pokok seharusnya disubsidi oleh pemerintah dan sudah pasti tidak dipajaki,” ujar Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (15/6/2021).
Ia menuturkan, produk yang diberikan pajak semestinya produk-produk yang bersifat luxury. Sebab produk-produk luxury bukan termasuk basic needs yang dikonsumsi banyak orang. Sehingga penempatan pajak pada produk luxury adalah tepat.
“Kalau sekarang yang dipajaki itu kan produk-produk luxury, preferensi orang-orang kaya. Itu sudah bukan lagi basic needs sebetulnya. Jadi itu relevan jika diberi pajak,” terang Faisal.
Namun, yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak secara tidak langsung terhadap harga kebutuhan pokok yang sama.
Ia mencontohkan, beras premium diberi pajak. Ada tidak dampaknya terhadap harga beras pada umumnya yang tidak premium. Karena sering kali dampak itu tidak harus terlihat secara langsung, terkadang ada juga dampak tidak langsung.
“Sebagai contoh misalnya ketika harga BBM naik, harga sembako juga ikutan naik. Ini kan sebenarnya tidak ada hubungannya,” papar Faisal.
Ia menerangkan, itu namanya dampak psikologis secara tidak langsung terhadap kenaikan harga barang pokok yang non premium. Lanjutnya, yang perlu diwaspadai adalah terjadinya inflasi yang akan terus menggerus daya beli masyarakat pada umumnya, termasuk kelas bawah.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mendapatkan pemasukan dari penerimaan pajak, harus memenuhi asas keadilan, dimana mestinya yang menanggung beban lebih besar adalah masyarakat kelas atas atau orang-orang kaya.
“Seperti orang-orang kaya yang membeli tanah untuk investasi. Ini kan bukan kebutuhan pokok, jadi yang seperti ini seharusnya dipajaki. Sehingga ini relevan jika pemerintah menggali pendapatan dari situ,” tutupnya.
“Produk yang dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah, semestinya tidak dikenakan pajak , karena itu basic needs. Kalo dilihat filosofinya, basic needs atau kebutuhan pokok seharusnya disubsidi oleh pemerintah dan sudah pasti tidak dipajaki,” ujar Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (15/6/2021).
Ia menuturkan, produk yang diberikan pajak semestinya produk-produk yang bersifat luxury. Sebab produk-produk luxury bukan termasuk basic needs yang dikonsumsi banyak orang. Sehingga penempatan pajak pada produk luxury adalah tepat.
“Kalau sekarang yang dipajaki itu kan produk-produk luxury, preferensi orang-orang kaya. Itu sudah bukan lagi basic needs sebetulnya. Jadi itu relevan jika diberi pajak,” terang Faisal.
Namun, yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak secara tidak langsung terhadap harga kebutuhan pokok yang sama.
Ia mencontohkan, beras premium diberi pajak. Ada tidak dampaknya terhadap harga beras pada umumnya yang tidak premium. Karena sering kali dampak itu tidak harus terlihat secara langsung, terkadang ada juga dampak tidak langsung.
“Sebagai contoh misalnya ketika harga BBM naik, harga sembako juga ikutan naik. Ini kan sebenarnya tidak ada hubungannya,” papar Faisal.
Ia menerangkan, itu namanya dampak psikologis secara tidak langsung terhadap kenaikan harga barang pokok yang non premium. Lanjutnya, yang perlu diwaspadai adalah terjadinya inflasi yang akan terus menggerus daya beli masyarakat pada umumnya, termasuk kelas bawah.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mendapatkan pemasukan dari penerimaan pajak, harus memenuhi asas keadilan, dimana mestinya yang menanggung beban lebih besar adalah masyarakat kelas atas atau orang-orang kaya.
“Seperti orang-orang kaya yang membeli tanah untuk investasi. Ini kan bukan kebutuhan pokok, jadi yang seperti ini seharusnya dipajaki. Sehingga ini relevan jika pemerintah menggali pendapatan dari situ,” tutupnya.
(akr)