Penegakan Hukum Lembek, Truk Obesitas Kian Merajalela
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penegakan hukum dalam mengontrol angkutan truk berdimensi lebih dan bermuatan lebih (overdimension and overload/odol) dinilai masih sangat lemah. Kondisi itu memicu para pengemudi memilih jalan tol sebagai pengalihan dari aparat sehingga mengakibatkan ruas jalan tol rusak.
Baca juga:Benjamin Ortega, Seniman yang Angkut 1,6 Ton Sampah dari Gunung Rinjani Dibantu 50 Porter
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, penegak hukum untuk mengawasi truk odol masih sangat lemah. Terlebih dalam satu tahun terakhir berdasarkan keterangan dari pengemudi truk, penegakan hukum di ruas jalan tidak ada sama sekali melainkan yang ada justru di jembatan penimbangan.
“Di jembatan timbang sudah ada penertiban. Tapi para pengemudi justru menghindari dengan melewati lokasi-lokasi lain, seperti di Pantura. Pengemudi yang memilih Tol Pantura sebagai jalan alternatif, menyebabkan jalan menjadi cepat rusak,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Selasa (13/7/2021).
Djoko menuturkan pada masa pandemi ini truk odol mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
“Ada di salah satu pelabuhan selatan di Jawa, itu merupakan pusat sumber truk untuk muatan lebih. Di sana hampir 100% kendaraannya sudah kelebihan dimensi. Jika sudah kelebihan dimensi otomatis akan terjadi kelebihan muatan atau overload,” jelas dia.
Terkait jalan rusak yang diakibatkan oleh truk-truk odol, Djoko menyampaikan bahwa Kementerian PUPR pada tahun 2017 telah merilis perawatan jalan raya meningkat mencapai Rp43 triliun.
Ia menegaskan seharusnya angka sebesar itu tidak perlu terjadi. Jika jalan raya tidak rusak akibat truk Odol, maka anggaran sebesar itu bisa dialihkan untuk membangun jaringan-jaringan jalan yang baru.
Baca juga:5 Musuh Conor McGregor Berikutnya setelah Kalah TKO Memalukan
“Perlu ditakankan bahwa dampak dari truk odol ini selain merusak jalan, tetapi juga memicu terjadinya kecelakaan serta menimbulkan kemacetan,”pungkas dia.
Baca juga:Benjamin Ortega, Seniman yang Angkut 1,6 Ton Sampah dari Gunung Rinjani Dibantu 50 Porter
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, penegak hukum untuk mengawasi truk odol masih sangat lemah. Terlebih dalam satu tahun terakhir berdasarkan keterangan dari pengemudi truk, penegakan hukum di ruas jalan tidak ada sama sekali melainkan yang ada justru di jembatan penimbangan.
“Di jembatan timbang sudah ada penertiban. Tapi para pengemudi justru menghindari dengan melewati lokasi-lokasi lain, seperti di Pantura. Pengemudi yang memilih Tol Pantura sebagai jalan alternatif, menyebabkan jalan menjadi cepat rusak,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Selasa (13/7/2021).
Djoko menuturkan pada masa pandemi ini truk odol mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
“Ada di salah satu pelabuhan selatan di Jawa, itu merupakan pusat sumber truk untuk muatan lebih. Di sana hampir 100% kendaraannya sudah kelebihan dimensi. Jika sudah kelebihan dimensi otomatis akan terjadi kelebihan muatan atau overload,” jelas dia.
Terkait jalan rusak yang diakibatkan oleh truk-truk odol, Djoko menyampaikan bahwa Kementerian PUPR pada tahun 2017 telah merilis perawatan jalan raya meningkat mencapai Rp43 triliun.
Ia menegaskan seharusnya angka sebesar itu tidak perlu terjadi. Jika jalan raya tidak rusak akibat truk Odol, maka anggaran sebesar itu bisa dialihkan untuk membangun jaringan-jaringan jalan yang baru.
Baca juga:5 Musuh Conor McGregor Berikutnya setelah Kalah TKO Memalukan
“Perlu ditakankan bahwa dampak dari truk odol ini selain merusak jalan, tetapi juga memicu terjadinya kecelakaan serta menimbulkan kemacetan,”pungkas dia.
(uka)