Babak Baru PPKM: 20 Menit yang Bikin Bingung Pemilik Warung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perpanjangan PPKM menghadirkan aturan baru yakni masyarakat sudah diperbolehkan makan di tempat, namun dengan batas waktu. Syarat yang diberikan adalah 20 menit waktu kepada pengunjung rumah makan untuk menghabiskan makanan yang dipesan.
20 menit waktu yang diberikan Peraturan tersebut lantas direspon banyak kalangan, mulai dari pengunjung rumah makan, pemilik rumah makan, sampai Kowantra (Koperasi Warteg Nusantara), yang pada dasarnya bersuara sama, bahwa kebijakan ini cukup merepotkan baik dari pemilik rumah makan, ataupun pengunjung.
Menurut salah satu pemilik warung makan di bilangan Jakarta Timur, Sahiroh (50), menilai 20 menit itu waktunya sangat singkat untuk seseorang makanannya. Karena pengunjung datang tidak hanya sekedar makan, namun juga sekaligus beristirahat.
"Saya kurang setuju, kan misal ojek online, itu makan disini kadang kan sambil istirahat sampai dapet orderan selanjutnya. Apalagi sekarang juga orderan kan susah, jadi butuh waktu juga nunggunya," tutur Sahiroh, ketika ditemui MNC Portal.
Menurutnya kebijakan ini membuat Sahiroh bingung harus melakukan apa, alih-alih membatasi waktu seseorang untuk makan, dirinya lebih memilih untuk menyarankan untuk pelanggannya untuk membungkus makanannya.
"Ya gimana ya, masa orang makan kita kasih waktu gitu? Terus kan nyuruh perginya gak enak, mending saya kasih saran dibungkus aja kalau begitu."
Sahiroh mengaku, bahwa tidak jarang warungnya terkena sidak dari oknum Satuan Polisi Pamung Praja (Satpol PP) di siang hari. Ketika dalam posisi tersebut, Sahiroh hanya bisa menurut permintaan petugas, dengan menarik masuk kursi yang disediakan untuk pelanggannya.
Peraturan ini lah salah satunya, yang bagi Sahiroh membuat pendapatannya menurun secara signifikan. Pasalnya, banyak pengunjungnya yang sudah masuk kedalam, tidak jadi membeli makanan, karena bangkunya tidak ada.
Ketua Umum Koperasi Warteg Nusantara (Kowantra), Mukroni, justru menilai ini merupakan kebijakan yang ngawur. Menurutnya, sulit untuk menakar kecepatan makan seseorang.
"Ngawur Mas kebijakan, mereka tidak pernah makan di warteg. Yang makan di warteg ada orang tua terus klo tersedak karena tergesa-gesa gimana, apalagi sampai meninggal, bukan karena covid-19 tapi makan di warteg," ujarnya saat dihubungi MNC Portal.
Mukroni menilai, dengan pembatasan waktu seperti ini justru berpontensi berbahaya, mengingat proses penyajian makanan dan penyajian kepada pelanggan memerlukan waktu.
"Kalau saya sih lebih menyarankan dibawa pulang mas, dari pada terjaei sesuatu yang tidak diinginkan," lanjutnya.
Menurut salah satu pelanggan yang sekaligus pengemudi Online, menuturkan bahwa waktu 20 menit untuk mengabiskan makanan dan beristirahat cukup mepet baginya.
"Kalau saya sendiri 20 menit cukup mepet, kan belum ngopinya, tapi satu hal, cobalah (pemerintah) pikirkan nasib rakyat kecil kalau membuat kebijakan," terangnya.
Omzet
Biasanya, dalam sehari Sahiroh bisa memasak hingga 20 liter beras. Yang akan habis jika menjelang sore hari. Namun selama PPKM, hanya bisa menjual kurang dari 15 liter perhari yang itu pun kadang masih tersisa.
Sedangkan untuk telur ayam, pada hari biasanya warung makan miliknya bisa menjual hingga 4 Kg perhari, namun saat ini sejak Pemeberlakuan PPKM hanya di bawah 3 Kg.
"Kalau dihitung omset, kalau biasanya Rp2,5 juta, ya sekarang di bawah Rp2 Jutalah," ujarnya.
Sejak Idul Adha hingga PPKM kemarin omsetnya lebih banyak mengalami penurunan, pun jika naik, tidak jauh dari selisih Rp100 ribu.
"Ya mudah-mudahan jangan ada peraturan-peraturann lagi udah lah. Kita sudah capek, sangat mengurangi (pendapatan)," paparnya.
Pemulihan ekonomi memang dibutuhkan untuk saat ini, namun penanganan kesehatan dampak pandemi Covid-19 juga perlu menjadi perhatian khusus agar menjadi selaras.
20 menit waktu yang diberikan Peraturan tersebut lantas direspon banyak kalangan, mulai dari pengunjung rumah makan, pemilik rumah makan, sampai Kowantra (Koperasi Warteg Nusantara), yang pada dasarnya bersuara sama, bahwa kebijakan ini cukup merepotkan baik dari pemilik rumah makan, ataupun pengunjung.
Menurut salah satu pemilik warung makan di bilangan Jakarta Timur, Sahiroh (50), menilai 20 menit itu waktunya sangat singkat untuk seseorang makanannya. Karena pengunjung datang tidak hanya sekedar makan, namun juga sekaligus beristirahat.
"Saya kurang setuju, kan misal ojek online, itu makan disini kadang kan sambil istirahat sampai dapet orderan selanjutnya. Apalagi sekarang juga orderan kan susah, jadi butuh waktu juga nunggunya," tutur Sahiroh, ketika ditemui MNC Portal.
Menurutnya kebijakan ini membuat Sahiroh bingung harus melakukan apa, alih-alih membatasi waktu seseorang untuk makan, dirinya lebih memilih untuk menyarankan untuk pelanggannya untuk membungkus makanannya.
"Ya gimana ya, masa orang makan kita kasih waktu gitu? Terus kan nyuruh perginya gak enak, mending saya kasih saran dibungkus aja kalau begitu."
Sahiroh mengaku, bahwa tidak jarang warungnya terkena sidak dari oknum Satuan Polisi Pamung Praja (Satpol PP) di siang hari. Ketika dalam posisi tersebut, Sahiroh hanya bisa menurut permintaan petugas, dengan menarik masuk kursi yang disediakan untuk pelanggannya.
Peraturan ini lah salah satunya, yang bagi Sahiroh membuat pendapatannya menurun secara signifikan. Pasalnya, banyak pengunjungnya yang sudah masuk kedalam, tidak jadi membeli makanan, karena bangkunya tidak ada.
Ketua Umum Koperasi Warteg Nusantara (Kowantra), Mukroni, justru menilai ini merupakan kebijakan yang ngawur. Menurutnya, sulit untuk menakar kecepatan makan seseorang.
"Ngawur Mas kebijakan, mereka tidak pernah makan di warteg. Yang makan di warteg ada orang tua terus klo tersedak karena tergesa-gesa gimana, apalagi sampai meninggal, bukan karena covid-19 tapi makan di warteg," ujarnya saat dihubungi MNC Portal.
Mukroni menilai, dengan pembatasan waktu seperti ini justru berpontensi berbahaya, mengingat proses penyajian makanan dan penyajian kepada pelanggan memerlukan waktu.
"Kalau saya sih lebih menyarankan dibawa pulang mas, dari pada terjaei sesuatu yang tidak diinginkan," lanjutnya.
Menurut salah satu pelanggan yang sekaligus pengemudi Online, menuturkan bahwa waktu 20 menit untuk mengabiskan makanan dan beristirahat cukup mepet baginya.
"Kalau saya sendiri 20 menit cukup mepet, kan belum ngopinya, tapi satu hal, cobalah (pemerintah) pikirkan nasib rakyat kecil kalau membuat kebijakan," terangnya.
Omzet
Biasanya, dalam sehari Sahiroh bisa memasak hingga 20 liter beras. Yang akan habis jika menjelang sore hari. Namun selama PPKM, hanya bisa menjual kurang dari 15 liter perhari yang itu pun kadang masih tersisa.
Sedangkan untuk telur ayam, pada hari biasanya warung makan miliknya bisa menjual hingga 4 Kg perhari, namun saat ini sejak Pemeberlakuan PPKM hanya di bawah 3 Kg.
"Kalau dihitung omset, kalau biasanya Rp2,5 juta, ya sekarang di bawah Rp2 Jutalah," ujarnya.
Sejak Idul Adha hingga PPKM kemarin omsetnya lebih banyak mengalami penurunan, pun jika naik, tidak jauh dari selisih Rp100 ribu.
"Ya mudah-mudahan jangan ada peraturan-peraturann lagi udah lah. Kita sudah capek, sangat mengurangi (pendapatan)," paparnya.
Pemulihan ekonomi memang dibutuhkan untuk saat ini, namun penanganan kesehatan dampak pandemi Covid-19 juga perlu menjadi perhatian khusus agar menjadi selaras.
(akr)