Dorong Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Disarankan Turunkan Harga BBM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Merosotnya harga minyak dunia ternyata belum membuat pemerintah bergegas menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal penurunan harga BBM dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah krisis akibat Covid-19.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Fahmy Radhi menilai rendahnya harga minyak seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Penurunan harga BBM dapat membantu meringankan beban masyarakat di tengah pandemi corona sehingga mampu meningkatkan daya beli. Selain itu penurunan harga BBM juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah krisis akibat pandemi.
“Penurunan harga BBM saat ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah demi kepentingan yang jauh lebih besar di tengah Covid-19. Tidak hanya mementingkan aksi korporasi semata,” kata Fahmy di Jakarta kemarin.
Fahmy menandaskan, seharusnya Pertamax dkk serta Pertalite dapat segera diturunkan. Pihaknya menghitung dengan kondisi penurunan harga minyak saat ini BBM Pertamax bisa mencapai Rp2.000 per liter dan Premium bisa turun Rp1.000–2.000 per liter.
“Apabila harga BBM diturunkan secara serentak, hal itu bisa memberikan kontribusi terhadap daya beli dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi,” tandas dia.
Sementara itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih memonitor pergerakan harga minyak global. “Terkait harga BBM, saat ini pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi perkembangan harga minyak dunia, termasuk rencana pemotongan produksi minyak OPEC+ mulai bulan depan,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga terus mencermati indikator lain seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga penurunan konsumsi BBM di sejumlah wilayah akibat pandemi korona. Bahkan di DKI Jakarta penurunan konsumsi BBM telah mencapai 50%.
“Pada dasarnya harga Pertamax dkk telah dua kali dilakukan penurunan harga di awal tahun 2020. Saat ini harga BBM Indonesia masih merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara dan beberapa negara di dunia lainnya,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya terus mencermati perkembangan global sekaligus mempertimbangkan kondisi energi di dalam negeri. Menurut dia pada awal bulan Maret 2020 terjadi konflik minyak antara negara OPEC dan non-OPEC sehingga menyebabkan indikasi over-supply yang kemudian memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam di awal bulan Maret 2020. Kejadian ini bersamaan dengan adanya Covid-19 yang mulai merebak sejak awal tahun 2020.
Pada awal April telah terjadi perundingan OPEC+ mengenai produksi minyak dunia dalam kaitannya dengan pandemi korona yang telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada Mei dan Juni 2020 dan tidak menutup kemungkinan bisa diperpanjang. Namun hasil perundingan tersebut belum memberi efek perubahan harga minyak karena permintaan yang menurun akibat Covid-19 yang menyebabkan banyak negara menerapkan kebijakan lockdown serta adanya dampak dari melemahnya perekonomian global.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Fahmy Radhi menilai rendahnya harga minyak seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Penurunan harga BBM dapat membantu meringankan beban masyarakat di tengah pandemi corona sehingga mampu meningkatkan daya beli. Selain itu penurunan harga BBM juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah krisis akibat pandemi.
“Penurunan harga BBM saat ini perlu menjadi perhatian serius pemerintah demi kepentingan yang jauh lebih besar di tengah Covid-19. Tidak hanya mementingkan aksi korporasi semata,” kata Fahmy di Jakarta kemarin.
Fahmy menandaskan, seharusnya Pertamax dkk serta Pertalite dapat segera diturunkan. Pihaknya menghitung dengan kondisi penurunan harga minyak saat ini BBM Pertamax bisa mencapai Rp2.000 per liter dan Premium bisa turun Rp1.000–2.000 per liter.
“Apabila harga BBM diturunkan secara serentak, hal itu bisa memberikan kontribusi terhadap daya beli dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi,” tandas dia.
Sementara itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih memonitor pergerakan harga minyak global. “Terkait harga BBM, saat ini pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi perkembangan harga minyak dunia, termasuk rencana pemotongan produksi minyak OPEC+ mulai bulan depan,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga terus mencermati indikator lain seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga penurunan konsumsi BBM di sejumlah wilayah akibat pandemi korona. Bahkan di DKI Jakarta penurunan konsumsi BBM telah mencapai 50%.
“Pada dasarnya harga Pertamax dkk telah dua kali dilakukan penurunan harga di awal tahun 2020. Saat ini harga BBM Indonesia masih merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara dan beberapa negara di dunia lainnya,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya terus mencermati perkembangan global sekaligus mempertimbangkan kondisi energi di dalam negeri. Menurut dia pada awal bulan Maret 2020 terjadi konflik minyak antara negara OPEC dan non-OPEC sehingga menyebabkan indikasi over-supply yang kemudian memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam di awal bulan Maret 2020. Kejadian ini bersamaan dengan adanya Covid-19 yang mulai merebak sejak awal tahun 2020.
Pada awal April telah terjadi perundingan OPEC+ mengenai produksi minyak dunia dalam kaitannya dengan pandemi korona yang telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada Mei dan Juni 2020 dan tidak menutup kemungkinan bisa diperpanjang. Namun hasil perundingan tersebut belum memberi efek perubahan harga minyak karena permintaan yang menurun akibat Covid-19 yang menyebabkan banyak negara menerapkan kebijakan lockdown serta adanya dampak dari melemahnya perekonomian global.