MTI Nilai Stiker 'Sakti' di Travel Gelap Merupakan Bentuk Pelecehan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai penempelan stiker institusi negara pada kendaraan hanya untuk menjadikannya sebuah alat jaminan meloloskan diri dari pengecekan petugas pada pos penyekatan di masa pandemi Covid-19 merupakan sebuah bentuk pelecehan terhadap institusi tersebut. Stiker yang ditempel itu biasanya mewakili institusi-institusi yang dianggap "saktia" ketika berada di jalan.
"Seolah-olah institusi TNI, POLRI dan Dinas Perhubungan berkolaborasi untuk melakukan permufakan jahat. Pemasangan stiker ini merupakan pelecehan terhadap institusi negara, Harus ada tindakan hukum dari aparat penegak hukum," ujarnya Kepada MNC Portal, dikutip Minggu (8/8/2021).
Baca juga:Mesir Pindahkan Perahu Firaun Khufu ke Museum Besar yang Baru
Djoko melihat, masih banyak angkutan umum berpelat hitam yang memang sengaja menempelkan stiker yang bertuliskan 'Sinegritas TNI Polri dan Dishub Nusantara' dengan harapan lolos dari penyekatan. Biaya operasional angkutan umum berpelat hitam ini memang lebih mahal jika dibandingkan dengan angkutan umum resmi lainnya. Keluwesan dalam menghindari penyekatan menjadi daya jualnya.
"Pihak travel gelap memberikan jaminan bagi penumpang, tidak ada pemeriksaan rapid test, lolos dari pemeriksaan saat razia, dan diantar sampai ke lokasi tujuan penumpang. Jelas sekali operasi travel gelap ini mengancam upaya pengendalian penularan Covid-19 dan membahayakan keselamatan warga," Sambung Djoko.
Baca juga:Mia Audina si Dengkek Sabet 2 Medali Olimpiade untuk 2 Negara
Menurutnya, maraknya bisnis travel gelap ini membuat resah kalangan pengusaha angkutan umum resmi yang mobilitasnya dibatasi oleh pandemi. Di satu sisi angkutan umum resmi diminta taat regulasi, di sisi lain angkutan umum pelat hitam bebas beroperasi.
"Panglima TNI dan Kapolri perlu mempertegas agar prajuritnya tidak diijinkan menjadi becking bisnis angkutan umum pelat hitam, oknum TNI dan Polri yang menjadi becking bisnis ini telah mencoreng institusinya sendiri," lanjut Djoko.
Keberadaan angkutan umum pelat hitam ini tentu menggangu operasional angkutan umum resmi, seperti bus AKAP, bus AKDP, dan AJAP. Penumpang dan operator angkutan ini harus patuh mengikuti protokol kesehatan yang sudah diterapkan Kementerian Perhubungan.
"Seolah-olah institusi TNI, POLRI dan Dinas Perhubungan berkolaborasi untuk melakukan permufakan jahat. Pemasangan stiker ini merupakan pelecehan terhadap institusi negara, Harus ada tindakan hukum dari aparat penegak hukum," ujarnya Kepada MNC Portal, dikutip Minggu (8/8/2021).
Baca juga:Mesir Pindahkan Perahu Firaun Khufu ke Museum Besar yang Baru
Djoko melihat, masih banyak angkutan umum berpelat hitam yang memang sengaja menempelkan stiker yang bertuliskan 'Sinegritas TNI Polri dan Dishub Nusantara' dengan harapan lolos dari penyekatan. Biaya operasional angkutan umum berpelat hitam ini memang lebih mahal jika dibandingkan dengan angkutan umum resmi lainnya. Keluwesan dalam menghindari penyekatan menjadi daya jualnya.
"Pihak travel gelap memberikan jaminan bagi penumpang, tidak ada pemeriksaan rapid test, lolos dari pemeriksaan saat razia, dan diantar sampai ke lokasi tujuan penumpang. Jelas sekali operasi travel gelap ini mengancam upaya pengendalian penularan Covid-19 dan membahayakan keselamatan warga," Sambung Djoko.
Baca juga:Mia Audina si Dengkek Sabet 2 Medali Olimpiade untuk 2 Negara
Menurutnya, maraknya bisnis travel gelap ini membuat resah kalangan pengusaha angkutan umum resmi yang mobilitasnya dibatasi oleh pandemi. Di satu sisi angkutan umum resmi diminta taat regulasi, di sisi lain angkutan umum pelat hitam bebas beroperasi.
"Panglima TNI dan Kapolri perlu mempertegas agar prajuritnya tidak diijinkan menjadi becking bisnis angkutan umum pelat hitam, oknum TNI dan Polri yang menjadi becking bisnis ini telah mencoreng institusinya sendiri," lanjut Djoko.
Keberadaan angkutan umum pelat hitam ini tentu menggangu operasional angkutan umum resmi, seperti bus AKAP, bus AKDP, dan AJAP. Penumpang dan operator angkutan ini harus patuh mengikuti protokol kesehatan yang sudah diterapkan Kementerian Perhubungan.
(uka)