Menanti Lanjutan Laju Ekonomi di Masa Pandemi

Selasa, 10 Agustus 2021 - 06:02 WIB
loading...
A A A
Padahal, pada periode sebelumnya di kuartal III 2020 sampai kuartal II 2021, banyak pelaku usaha yang belum balik modal atau masih beroprasi dengan menanggung kerugian biaya oprasional dari bulan-bulan sebelumnya. Oleh karena itu, Shinta pun melihat akan lebih sulit dan lebih lama bagi pelaku usaha untuk memulai kembali uaha bila PPKM ini terlalu lama.

Sedangkan sisi konsumen atau masyarakat pun akan sama karena sekitar 60% pekerja yang bergerak di sektor informal hanya mengandalkan upah atau penghasilan harian. "Semakin lama PPKM yang ketat diberlakukan, penurunan daya beli masyarakat akan semakin dalam dan membuat keadaan menjadi tidak nyaman, konsumsi juga akan kontraksi semakin dalam," tegasnya.

Dengan asumsi tersebut, dirinya berharap gelombang kedua Covid-19 segera terkendali. Selain itu PPKM juga bisa segera direlaksasi dan stimulus ekonomi yang terus digelontorkan kepada pelaku usaha dan masyarakat yang membutuhkan. Sehingga, para pelaku usaha dan masyarakat tidak akan mengalami penurunan finansial dan kontraksi confidence yang terlalu dalam dan tidak lagi memperberat proses pemulihan ekonomi

Fokus Penyelamatan Dunia Usaha
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, yang terpenting saat ini adalah upaya penyelamatan dunia usaha dibanding mengharapkan pertumbuhan signifikan. Dia menilai, angka pertumbuhan yang dimaksud dalam statistik 7 % itu sebenarnya adalah keberhasilan menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan.

“Yang utama saat ini adalah menyelamatkan ekonomi supaya tidak terpuruk. Jadi pertumbuhan 7 % itu memaknainya adalah bukan keberhasilan mendorong ekonomi, tetapi keberhasilan kita menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa, jika dilihat dari angka 7% tersebut, Piter menilai sebenarnya bukan angka nyata pertumbuhan yang terjadi. Tetapi lebih pada ketahanan pelaku industri terus hidup di masa pandemi ini.

“Sepertinya tumbuh, tetapi itu lebih pada mengembalikan ekonomi kita, sehingga yang memiliki makna perekonomian kita bertahan. Sebenanya kita turun, tapi karena kita bertahan bisa balik ke level normal. Itu yang sebenarnya termaknai dalam bentuk angka secara statistik tumbuh 7%,” ungkapnya.

Di tengah kondisi itu ada yang memang tumbuh, ada yang terpuruk. Yang tumbuh adalah sektor yang tidak terdampak atau bahkan diuntungkan oleh pandemi, misalnya industri kesehatan dan kimia. Namun ada juga yang bertahan saja. Misalnya industri makanan dan minuman, konstrukti dan komunikasi. Sedangkan sektor yang terpuruk dan belum bangkit misalny perhotelan, ritel, mal, bioskop, gedung pertemuan dan propet. “Sektor ini yang perlu didorong untuk PEN. Utamanya, menyelamatkan sektor yang saat ini terpuruk supaya tidak jatuh terlalu dalam. Sekarang yang utama bukan tumbuh tapi bagaimana bertahan dan kalaupun terpuruk tidak terlaludalam sehingga harus tutup,” tambahnya.

Dana stimulus yang ada seharusnya ditujukan untuk menyelamatkan industri yang belum bangkit saat ini. Karena lebih sulit membangkitkan industri yang sudah bangkrut. “Jadi harus diupayakan agar industri tidak bangkrut. Bagaimana memberikan stimulus untuk mempertahankan industri supaya tidak bangkrut. Itu yang harus diperkuat. Dana ini untuk penyelamatan baru peningkatan,” pungkasnya.

Sedangkan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, tentu yang paling mendesak yang harus dilakukan pemerintah untuk mempertahankan pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di kuartal III hingga IV/2021 adalah percepatan penanganan pandemi Covid-19. Menurut Bhima, penurunan kasus secara nasional akan membangkitkan optimisme masyarakat untuk berbelanja.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1924 seconds (0.1#10.140)