Menanti Lanjutan Laju Ekonomi di Masa Pandemi

Selasa, 10 Agustus 2021 - 06:02 WIB
loading...
Menanti Lanjutan Laju Ekonomi di Masa Pandemi
Laju ekonomi di kuartal II/2021 kembali membaik. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi Indonesia year on year (YoY) sebesar 7,07%. Beberapa sektor menunjukkan tren perbaikan signifikan. Meski demikian, pemerintah diharapkan menghadirkan kebijakan yang bisa mengakselerasi perekonomian lebih cepat lagi.

Sepanjang tahun lalu, Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II merupakan yang paling rendah. Dalam rilis BPS itu, beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah akomodasi, makanan, dan minuman sebesar 21,58 %, serta transportasi dan pergudangan sebesar 25,10 %.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menerangkan pertumbuhan ekonomi 7,07 % karena dibandingkan dengan kuartal II/2020 yang nilai PDB-nya Rp2.589,82 triliun. Sedangkan nilai PDB kuartal II tahun ini sebesar Rp2.772,83 triliun. “Itu kenaikan yang luar biasa, jauh lebih tinggi dari yang lain. Padahal akomodasi masih sangat sulit,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, kemarin.

Menurut dia, justru sektor informasi dan komunikasi (Infokom) yang paling baik selama pandemi Covid-19. Pada kuartal II ini, pertumbuhannya 7,78%. Pertumbuhan sektor jasa keuangan dan kimia juga cukup baik di tengah pandemi Covid-19.

”Karena infokom tidak jeblok sehingga pertumbuhannya kecil. Ini transportasi dan pergudangan itu 25,1 %,” tegas Sutrisno.



Pertumbuhan sektor transportasi pada kuartal III diprediksi tidak akan lebih baik dari kuartal II. Hal ini disebabkan pemerintah menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat dan level 4. Pergerakan masyarakat sangat minim dalam sebulan terakhir. Perhotelan pun diprediksi akan tetap terpuruk. Sutrisno memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal III jika dibandingkan dengan tahun lalu sekitar 2 %.

Jasa penginapan ini sangat bergantung dari mobilitas masyarakat dari satu tempat ke kota lainnya. Syarat harus menunjukkan bukti sudah divaksin dinilai menyulitkan. Sutrisno mengungkapkan bagi warga Jakarta mungkin tak masalah karena jumlah orang yang divaksin sudah banyak. Masalahnya, hotel-hotel di ibu kota selama ini disinggahi orang-orang di luar kota.

Seperti diketahui, tingkat vaksinasi di luar Jawa-Bali masih rendah. Kemudian, beberapa daerah mengalami kenaikan kasus positif Covid-19. Situasi ini semakin tidak menguntung para pengusaha dan pekerja di bidang perhotelan. Beda dengan restoran yang sudah ada pelonggaran, yakni boleh makan di tempat dengan batas waktu 20 menit.

Sutrisno menuturkan sebenarnya geliat ekonomi sudah ada mulai terasa dan ada perbaikan pada kuartal II. Akan tetapi, semua itu kembali menurun dengan adanya PPKM darurat dan level 4. Orang-orang tidak bisa leluasa sehingga konsumsi atau belanjanya pun menurun. Salah satu celah yang bisa mendongkrak perekonomian pada semester III hingga IV ini adalah belanja pemerintah.



Sutrisno mengatakan, pemerintah harus belanja pada sektor pertanian, perdagangan, manufaktur, dan akomodasi. “Itu sektor yang bisa lebih didorong karena mampu menyerap tenaga kerja. Kalau sektor itu tumbuh dan penyerapan tenaga kerja baik, masyarakat mendapatkan income. Dengan adanya income, ekonomi juga akan tumbuh,” pungkasnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan ekspor masih tetap menjadi penggerak ekonomi pada kuartal III/2021. Hal ini mengingat kondisi ekonomi negara dagang lainnya seperti China, Amerika Serikat, dan Jepang bertumbuh dengan baik. Sehingga permintaan pada komoditi ekspor Indonesia berpotensi baik, harga komoditas yang merupakan ekspor utama Indonesia akan cenderung membaik.

Namun, Shinta melihat pada kuartal III ini tidak akan sebaik pada kuartal II. Sebab, membaiknya ekspor di kuartal II lalu karena kondisi Covid-19 ‎yang cukup terkendali, sehingga sektor usaha juga lumayan bergerak. Tetapi, untuk kuartal III dengan adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang cukup panjang menjadi rem yang signifikan bagi pergerakan ekonomi.

"Di dalam negeri sektor yang diuntungkan oleh pandemi yaitu farmasi, telekomunikasi, pertanian, dan transportasi mudah-mudahan bisa bertahan,"jelasnya.

Dia menambahkan kelompok pengeluaran pada kuartal III dan IV masih tergantung pada pemerintah. Sebab, pada kuartal I dan II juga biasanya pengeluaran lambat. Sehingga pada kuartal III dan IV ini pemerintah harus mempercepat pengeluaran. "Semoga nanti investasi bisa lebih baik seiring dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja yang sudah diikuti dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya. Tapi ini masih harus ditentukan oleh proses transmisi di tingkat pelaksanaan sehingga sering terjadi kelambatan,"tuturnya.



Dia mencontohkan sismte online single submission (OSS) yang masih mundur di beberapa daerah sehingga dalam mengurus perizinan masih mengikuti prosedur lama. "Kami berharap konsumsi rumah tangga bisa lebih didongkrak lagi karena baru pada kuartal II ini bisa tumbuh positif walaupun hanya 1,27%. Itu sudah lumayan, karena di kuartal I masih minus,"‎ kata Shinta.

Dia mengatakan, konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen terbesar PDB dari sisi pengeluaran. Realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk mendorong konsumsi masyarakat juga perlu dipercepat.

Di sisi lain, Shinta ‎mengharapkan adanya kelonggaran sehingga bisa membangkitkan semangat para pelaku usaha. Saat ini, dirinya lebih memfokuskan pada PPKM yang berkepanjangan di kuartal III ini, sehingga akan memberikan efek penurunan percaya diri yang lebih dalam dari sisi pelaku usaha dan masyarakat. Sehingga perlu waktu yang cukup untuk melakukan ekspansi ekonomi. Semakin lama PPKM yang ketat diberlakukan, maka cashflow pelaku usaha akan semakin tidak lancar dan modal akan hilang karena harus menanggung kerugian panjang.

Padahal, pada periode sebelumnya di kuartal III 2020 sampai kuartal II 2021, banyak pelaku usaha yang belum balik modal atau masih beroprasi dengan menanggung kerugian biaya oprasional dari bulan-bulan sebelumnya. Oleh karena itu, Shinta pun melihat akan lebih sulit dan lebih lama bagi pelaku usaha untuk memulai kembali uaha bila PPKM ini terlalu lama.

Sedangkan sisi konsumen atau masyarakat pun akan sama karena sekitar 60% pekerja yang bergerak di sektor informal hanya mengandalkan upah atau penghasilan harian. "Semakin lama PPKM yang ketat diberlakukan, penurunan daya beli masyarakat akan semakin dalam dan membuat keadaan menjadi tidak nyaman, konsumsi juga akan kontraksi semakin dalam," tegasnya.

Dengan asumsi tersebut, dirinya berharap gelombang kedua Covid-19 segera terkendali. Selain itu PPKM juga bisa segera direlaksasi dan stimulus ekonomi yang terus digelontorkan kepada pelaku usaha dan masyarakat yang membutuhkan. Sehingga, para pelaku usaha dan masyarakat tidak akan mengalami penurunan finansial dan kontraksi confidence yang terlalu dalam dan tidak lagi memperberat proses pemulihan ekonomi

Fokus Penyelamatan Dunia Usaha
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, yang terpenting saat ini adalah upaya penyelamatan dunia usaha dibanding mengharapkan pertumbuhan signifikan. Dia menilai, angka pertumbuhan yang dimaksud dalam statistik 7 % itu sebenarnya adalah keberhasilan menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan.

“Yang utama saat ini adalah menyelamatkan ekonomi supaya tidak terpuruk. Jadi pertumbuhan 7 % itu memaknainya adalah bukan keberhasilan mendorong ekonomi, tetapi keberhasilan kita menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan,” katanya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa, jika dilihat dari angka 7% tersebut, Piter menilai sebenarnya bukan angka nyata pertumbuhan yang terjadi. Tetapi lebih pada ketahanan pelaku industri terus hidup di masa pandemi ini.

“Sepertinya tumbuh, tetapi itu lebih pada mengembalikan ekonomi kita, sehingga yang memiliki makna perekonomian kita bertahan. Sebenanya kita turun, tapi karena kita bertahan bisa balik ke level normal. Itu yang sebenarnya termaknai dalam bentuk angka secara statistik tumbuh 7%,” ungkapnya.

Di tengah kondisi itu ada yang memang tumbuh, ada yang terpuruk. Yang tumbuh adalah sektor yang tidak terdampak atau bahkan diuntungkan oleh pandemi, misalnya industri kesehatan dan kimia. Namun ada juga yang bertahan saja. Misalnya industri makanan dan minuman, konstrukti dan komunikasi. Sedangkan sektor yang terpuruk dan belum bangkit misalny perhotelan, ritel, mal, bioskop, gedung pertemuan dan propet. “Sektor ini yang perlu didorong untuk PEN. Utamanya, menyelamatkan sektor yang saat ini terpuruk supaya tidak jatuh terlalu dalam. Sekarang yang utama bukan tumbuh tapi bagaimana bertahan dan kalaupun terpuruk tidak terlaludalam sehingga harus tutup,” tambahnya.

Dana stimulus yang ada seharusnya ditujukan untuk menyelamatkan industri yang belum bangkit saat ini. Karena lebih sulit membangkitkan industri yang sudah bangkrut. “Jadi harus diupayakan agar industri tidak bangkrut. Bagaimana memberikan stimulus untuk mempertahankan industri supaya tidak bangkrut. Itu yang harus diperkuat. Dana ini untuk penyelamatan baru peningkatan,” pungkasnya.

Sedangkan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, tentu yang paling mendesak yang harus dilakukan pemerintah untuk mempertahankan pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di kuartal III hingga IV/2021 adalah percepatan penanganan pandemi Covid-19. Menurut Bhima, penurunan kasus secara nasional akan membangkitkan optimisme masyarakat untuk berbelanja.

Bhima berpandangan, secara paralel momentum ekspor yang meningkat pada kuartal II 2021 tentu perlu dioptimalkan pada kuartal III melalui penetrasi produk ekspor olahan bernilai tambah dan diversifikasi pasar ekspor. Negara mitra dagang dengan pemulihan tercepat dapat menjadi prioritas ekspor. Berikutnya, tutur Bhima, secara sektoral pemerintah perlu fokus pada sektor industri manufaktur dan pertanian.

"Kedua sektor ini jika digabung mampu menyerap 42,6% tenaga kerja dan 33,4% terhadap PDB," ujar Bhima kepada KORAN Sindo, di Jakarta, kemarin.

Dia sepakat bahwa pemerintah harus konsisten bertindak agar menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan tercipatnya lapangan pekerjaan dan berkurangnya angka kemiskinan. Menurut Bhima, untuk sektor pertanian perlu dukungan penuh dari pemerintah terkait stabilitas harga jual di level petani sehingga pertanian jadi sektor yang menarik. Regenerasi petani, kata Bhima, juga penting di mana angkatan kerja muda yang menganggur selama pandemi bisa terserap optimal di pertanian.

"Mencari pasar ekspor baru khususnya di tengah peluang naiknya permintaan bahan makanan secara global. Berikutnya terkait dengan penerapan teknologi untuk tunjang produktivitas sektor pertanian," ungkapnya.

Bhima membeberkan, untuk sektor industri kuncinya ada di integrasi antara produk lokal dengan digitalisasi. Semakin tinggi transaksi digital selama pandemi diharapkan memicu naiknya serapan barang industri dalam negeri. Karenanya tutur Bhima, pemerintah perlu mengatur soal barang impor di platform ecommerce lebih ketat lagi. Kemudian, pemerintah juga harus fokus pada pembiayaan kredit sektor industri.

"Fokus pembiayaan kredit ke sektor industri harus didorong dengan bunga rendah dan plafon lebih besar, baik dengan skema KUR maupun kredit bank umum," paparnya.

CELIOS menyarankan lima langkah yang tepat dan perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga dan menjaga daya beli di kuartal III. Pertama, pemberian bantuan sosial tunai minimal Rp1 juta hingga Rp1,5 jt per keluarga penerima, dengan jumlah keluarga penerima bantuan ditambah menjadi 15-25 juta. Kedua, bantuan uang sewa untuk pengusaha kecil di pusat perbelanjaan. Misalnya, bantuan uang sewa minimum 30-40% dari biaya sewa selama satu bulan hingga Agustus. "Bantuan PPN sewa ditanggung pemerintah belum cukup," tegasnya.

Ketiga, bagi usaha mikro kecil dan menenga (UMKM) yang beralih ke jual beli online, maka pemerintah bisa menyediakan subsidi internet gratis 1GB per pengusaha. Subsidi ini, kata Bhima, khusus saat di jam sibuk dari jam 8 pagi hingga jam 6 sore. Keempat, Pemberian subsidi ongkos kirim bagi produk lokal di marketplace. "Lima, perpanjangan restrukturisasi pinjaman bagi pelaku usaha UMKM yang kesulitan membayar cicilan pokok dan bunga," ucap Bhima.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5195 seconds (0.1#10.140)