Masifkan Pengembangan PLTS Atap, Guru Besar ITS: Siapkan Dulu APBN

Selasa, 17 Agustus 2021 - 22:45 WIB
loading...
Masifkan Pengembangan...
Pemerintah disarankan menyiapkan APBN guna menanggung konsekuensi kebijakan mendorong pengembangan PLTS Atap secara masif. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Guru Besar Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) Mukhtasor mengingatkan pemerintah untuk siap menanggung konsekuensi terkait rencana revisi regulasi terkait PLTS Atap . Sebab, aturan baru itu berpotensi mengerek biaya pokok produksi (BPP) listrik yang ujungnya akan dibebankan pada pelanggan PLN atau subsidi pemerintah.

Kementerian ESDM saat ini tengah merevisi regulasi terkait pengembangan PLTS Atap di dalam negeri. Namun, dalam draf rancangan aturan itu, ada salah satu klausul yang dinilai kontroversial oleh para pakar, yakni kewajiban PLN membeli listrik dari PLTS Atap dengan harga yang sama dengan tarif dari PLN, atau 100% dari sebelumnya yang hanya 65%.



"Rencana penerbitan Permen ESDM soal PLTS Atap ini terburu-buru. Harusnya pihak terkait memberikan masukan dalam penyusunan Permen terkait revisi PLTS Atap. Jika ada informasi yang tidak match, pihak independen dilibatkan. Apalagi ini demi kepentingan nasional dan berdampak tidak hanya bagi PLN, tapi juga keuangan negara," ujar Mukthtasor dalam diskusi bersama media, Selasa (17/8/2021).

Dia mengingatkan, ketentuan yang diputuskan nanti dalam Permen ESDM terkait PLTS Atap itu harus sudah memperhitungkan konsekuensi dan mitigasinya. "Kalau ditetapkan 1:1 harus ada kompensasi kepada PLN. Berapa beban kompensasinya? Begitu juga kalau 1:0,65, berapa kompensasinya," ujarnya.

Artinya, tegas Mukhtasor, APBN harus disiapkan untuk menanggung konsekuensi dari keputusan tersebut. Namun, imbuh dia, beban tambahan APBN akibat kompensasi itu selanjutnya menimbulkan risiko tertekannya belanja pembangunan untuk sektor lain, yang bisa berujung pada terganggunya perekonomian.

Di sisi lain, kata Mukhtasior, PLTS Atap relatif hanya terjangkau golongan masyarakat tertentu di kota-kota besar. Sementara, pengembangan PLTS menurutnya lebih pas untuk menghadirkan listrik di daerah terpencil atau menggantikan pembangkit diesel yang kebanyakan digunakan di daerah.
"Jadi (jika pemerintah ingin mengembangkan EBT), sebaiknya fokus ke PLTS, bukan ke PLTS Atap. Itu hanya menguntungkan orang kaya saja," cetusnya.

Terkait dengan aturan baru yang tengah digodok pemerintah, berdasarkan kalkulasi Laboratorium Sistem Tenaga Listrik Institut Teknologi Bandung (ITB), jika tarif PLTS Atap yang dijual ke PLN ditetapkan 100% atau Rp1.444,3 per kWh, lalu diikuti penambahan kapasitas PLTS Atap sebesar 1 GW tiap tahun, maka hingga 2030 akan ada kenaikan BPP Rp11,3 per KWh atau Rp42,5 triliun selama sembilan tahun.

Kontroversi fokus Kementerian ESDM pada pengembangan PLTS Atap atau rooftop photovoltaic power station juga dipertanyakan Dosen Ekonomi Energi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satiyakti. Dia menilai hal ini lebih bersifat pencitraan internasional semata.

Pencitraan ini kemungkinan digunakan untuk menjaring investor bahwa Indonesia sedang menjalankan greenhouse gas policy sesuai dengan Nationally Determined Contributions (NDC) dari Paris Agreement.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Motori Transisi Energi,...
Motori Transisi Energi, PLN EPI Pamer Keunggulan di Ajang GHES
Nego Tarif Trump, Menkeu...
Nego Tarif Trump, Menkeu Sri Mulyani Bertemu Dubes AS untuk Indonesia
10 Negara dengan Tarif...
10 Negara dengan Tarif Listrik Termahal di Dunia
Laporan Penerimaan Pajak...
Laporan Penerimaan Pajak Molor, Sri Mulyani Ungkap Kondisi Terbaru APBN per Maret 2025
Inflasi Ramadan Tembus...
Inflasi Ramadan Tembus 1,65%, Dipicu Kenaikan Tarif Listrik dan Bumbu Dapur
Jaga Daya Beli, Pemerintah...
Jaga Daya Beli, Pemerintah Pastikan Tarif Listrik Triwulan II Tidak Naik
Studi IESR: Potensi...
Studi IESR: Potensi Pengembangan EBT Layak Finansial Capai 333 GW
APBN Baru 2 Bulan Sudah...
APBN Baru 2 Bulan Sudah Defisit Rp31,2 T, Misbakhun Singgung Masalah Coretax
PT reNIKOLA-KPNJ Teken...
PT reNIKOLA-KPNJ Teken Perjanjian BOOT Proyek CBGG di Sumut
Rekomendasi
Puluhan Siswa di Cianjur...
Puluhan Siswa di Cianjur Keracunan MBG, Cak Imin Minta Kemenkes Cek Penyebabnya
Viral Tren Olahraga...
Viral Tren Olahraga 12-3-30 Efektif Turunkan Berat Badan, Begini Metodenya
Siap-siap, Presiden...
Siap-siap, Presiden Prabowo akan Umumkan Kembalinya Penjurusan SMA pada Hardiknas 2025
Berita Terkini
Prabowo: Kalau Pangan...
Prabowo: Kalau Pangan Aman, Nggak Usah Takut Saham Naik Turun
19 menit yang lalu
3 Tahun Berturut-turut...
3 Tahun Berturut-turut Pertumbuhan Ekonomi Negara Eropa Ini Nol Persen
50 menit yang lalu
BUMN hingga TNI-Polri...
BUMN hingga TNI-Polri Bangun Gudang Penyimpanan Beras, Prabowo Siapkan Biaya Khusus
50 menit yang lalu
Maknai Hari Kartini,...
Maknai Hari Kartini, BRI Berdayakan Wanita Indonesia melalui Program BRInita
1 jam yang lalu
Gubernur BI Perry Warjiyo...
Gubernur BI Perry Warjiyo Wanti-wanti Ancaman Perang Tarif AS-China
1 jam yang lalu
Suku Bunga Acuan Ditahan...
Suku Bunga Acuan Ditahan 5,75 Persen, Begini Penjelasan Lengkap BI
1 jam yang lalu
Infografis
Militer China Kepung...
Militer China Kepung Taiwan untuk Simulasi Invasi Besar-besaran
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved