Pengusaha Minta RUU Cipta Kerja Dilanjutkan, Modal Besar Pasca Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dampak pandemi Covid-19 telah memporak porandakan perekonomian nasional dan global. Pelaku usaha dari skala besar, menengah sampai kecil dan mikro tumbang yang menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran dan banyak pekerja terpaksa dirumahkan. Angka PHK dan kemiskinan akan semakin bertambah jika Covid-19 ini berkepanjangan dan tidak ada kepastian.
Namun demikian, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta menilai meski "badai" Covid-19 belum diketahui kapan berlalu, tetapi upaya pemulihan perekonomian nasional tidak boleh terlewatkan.
Modal besar upaya pemulihan ekonomi tersebut adalah Rancangan Undang Undang Cipta Kerja. Ketua Umum HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai RUU Cipta Kerja harus tetap berjalan meski masih ada pandemi Covid-19.
"Pelaku usaha tidak setuju kalau ada yang menyatakan pembahasan RUU Cipta Kerja ini distop sampai Covid-19 selesai, dasarnya apa dan apa urgensinya? Kalau memang dari unsur buruh meminta distop, sangat tidak adil, seolah-olah bahwa RUU Cipta Kerja ini indentik hanya kepentingan buruh semata. RUU Cipta kerja ini terdiri dari 11 klaster, masalah ketenagakerjaan hanya 1 diantara 11 klaster tersebut, masa mengalahkan yang 10 dan mengesampingkan kepentingan yang jauh lebih besar dan strategis," kata Sarman kepada SINDOnews di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Lanjut dia, jika memang masalah ketenagakerjaan dianggap pembahasan tidak tepat mengingat Covid-19, bisa dibahas belakangan. Klaster yang lain tidak begitu berhubungan dengan ketenagakerjaan, itu bisa dibahas duluan. Misalnya seperti UKM, ini salah satu yang sangat strategis untuk dibahas duluan karena menyangkut nasib 60 juta pelaku usaha UMKM yang saat ini pada kondisi hidup segan, mati tak mau akibat Covid-19.
"Kita ingin pasca Covid-19, nasib UMKM ini dapat semakin jelas dan pasti sehingga aktivitas usahanya dapat berlari kencang untuk mendukung percepatan pemulihan perekonomian kita. Setelas klaster UMKM ada klaster penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, dukungan riset dan invoasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pasca Covid-19 diharapkan berbagai kendala investasi sudah terjawab sehingga arus investasi yang masuk mampu menyediakan lapangan pekerjaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat," sambungnya.
Menurut Sarman, para pelaku usaha sangat menaruh harapan besar terhadap RUU Cipta Kerja, untuk dapat menjawab tantangan perekonomian global yang diperkirakan tumbuh minus di tahun 2020 ini dan perekonomian nasional yang diperkirakan turun drastis di angka 2,3%.
Menyangkut isu ketenagakerjaan yang menjadi salah satu klaster dalam RUU Cipta Kerja, dapat dibahas paling belakangan sembari memberi kesempatan kepada Serikat Buruh atau Serikat Pekerja untuk menyampaikan berbagai masukan, saran dan pandangan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Dewan Perwakilan Rakyat.
"Yang jelas, pelaku usaha mendukung penuh Baleg DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja. Jangan RUU ini dipolitisasi seolah-olah hanya kepentingan nasib tenaga kerja, padahal hanya bagian kecil dari RUU Cipta Kerja ini. Masih ada kepentingan yang lebih besar menyangkut nasib perekonomian bangsa ke depan," tandas Sarman yang juga Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia.
Namun demikian, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta menilai meski "badai" Covid-19 belum diketahui kapan berlalu, tetapi upaya pemulihan perekonomian nasional tidak boleh terlewatkan.
Modal besar upaya pemulihan ekonomi tersebut adalah Rancangan Undang Undang Cipta Kerja. Ketua Umum HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai RUU Cipta Kerja harus tetap berjalan meski masih ada pandemi Covid-19.
"Pelaku usaha tidak setuju kalau ada yang menyatakan pembahasan RUU Cipta Kerja ini distop sampai Covid-19 selesai, dasarnya apa dan apa urgensinya? Kalau memang dari unsur buruh meminta distop, sangat tidak adil, seolah-olah bahwa RUU Cipta Kerja ini indentik hanya kepentingan buruh semata. RUU Cipta kerja ini terdiri dari 11 klaster, masalah ketenagakerjaan hanya 1 diantara 11 klaster tersebut, masa mengalahkan yang 10 dan mengesampingkan kepentingan yang jauh lebih besar dan strategis," kata Sarman kepada SINDOnews di Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Lanjut dia, jika memang masalah ketenagakerjaan dianggap pembahasan tidak tepat mengingat Covid-19, bisa dibahas belakangan. Klaster yang lain tidak begitu berhubungan dengan ketenagakerjaan, itu bisa dibahas duluan. Misalnya seperti UKM, ini salah satu yang sangat strategis untuk dibahas duluan karena menyangkut nasib 60 juta pelaku usaha UMKM yang saat ini pada kondisi hidup segan, mati tak mau akibat Covid-19.
"Kita ingin pasca Covid-19, nasib UMKM ini dapat semakin jelas dan pasti sehingga aktivitas usahanya dapat berlari kencang untuk mendukung percepatan pemulihan perekonomian kita. Setelas klaster UMKM ada klaster penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi, kemudahan berusaha, dukungan riset dan invoasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendalian lahan, kemudahan proyek pemerintah dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pasca Covid-19 diharapkan berbagai kendala investasi sudah terjawab sehingga arus investasi yang masuk mampu menyediakan lapangan pekerjaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat," sambungnya.
Menurut Sarman, para pelaku usaha sangat menaruh harapan besar terhadap RUU Cipta Kerja, untuk dapat menjawab tantangan perekonomian global yang diperkirakan tumbuh minus di tahun 2020 ini dan perekonomian nasional yang diperkirakan turun drastis di angka 2,3%.
Menyangkut isu ketenagakerjaan yang menjadi salah satu klaster dalam RUU Cipta Kerja, dapat dibahas paling belakangan sembari memberi kesempatan kepada Serikat Buruh atau Serikat Pekerja untuk menyampaikan berbagai masukan, saran dan pandangan untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Dewan Perwakilan Rakyat.
"Yang jelas, pelaku usaha mendukung penuh Baleg DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja. Jangan RUU ini dipolitisasi seolah-olah hanya kepentingan nasib tenaga kerja, padahal hanya bagian kecil dari RUU Cipta Kerja ini. Masih ada kepentingan yang lebih besar menyangkut nasib perekonomian bangsa ke depan," tandas Sarman yang juga Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia.
(bon)