Kontradiktif, Insentif PPnBM Kendaraan Bermotor Sebaiknya Direm
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kebijakan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor sebaiknya dihentikan. Langkah itu seiring dengan penerapan PPKM .
“Kebijakan insentif PPnBM kendaraan bermotor sebaiknya dihentikan dulu karena tidak sejalan dengan pembatasan sosial yang sedang dilakukan oleh pemerintah lewat PPKM,” kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (25/8/2021).
Menurut Bhima, tujuan PPKM sendiri adalah untuk membatasi pergerakan masyarakat agar kasus harian Covid-19 dapat segera turun. Sedangkan insentif pembelian mobil baru justru bisa memicu terjadinya mobilitas.
“Ini kontradiktif, tidak inline dengan kebijakan penanganan pandemi. Semangat untuk menurunkan emisi karbon juga menjadi kurang konsisten ketika jumlah mobil baru berbahan bakar BBM justru didorong. Tapi kenapa PPnBM-nya justru ke mobil berbahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan," katanya
Bhima menambahkan, pemerintah saat ini sedang berkomitmen mengurangi emisi karbon lewat berbagai langkah. Di antaranya, regulasi pajak karbon, penerbitan obligasi hijau (green bond), sampai mendorong pemakaian mobil listrik.
“Kehilangan penerimaan pajak akibat insentif PPnBM juga terbilang tidak kecil di saat pemerintah mengalami penurunan rasio pajak di masa pandemi. Jika insentif PPnBM-nya dicabut maka pemerintah bisa saving terlebih dahulu,” ungkapnya.
Pemberian insentif pajak, lanjutnya, bisa dilakukan terhadap objek yang seharusnya menjadi prioritas saat ini. Misalnya di alat kesehatan dan perangkat test Covid-19 sehingga jadi lebih murah.
“Cukup aneh ketika harga tes PCR baru turun ketika didesak agar tidak dikenakan pajak, sementara kendaraan bermotor dapat privilleges. Mohon dipertimbangkan lagi, kebijakan harus fokus dan terintegrasi, khususnya berkaitan dengan insentif perpajakan.
“Kebijakan insentif PPnBM kendaraan bermotor sebaiknya dihentikan dulu karena tidak sejalan dengan pembatasan sosial yang sedang dilakukan oleh pemerintah lewat PPKM,” kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (25/8/2021).
Menurut Bhima, tujuan PPKM sendiri adalah untuk membatasi pergerakan masyarakat agar kasus harian Covid-19 dapat segera turun. Sedangkan insentif pembelian mobil baru justru bisa memicu terjadinya mobilitas.
“Ini kontradiktif, tidak inline dengan kebijakan penanganan pandemi. Semangat untuk menurunkan emisi karbon juga menjadi kurang konsisten ketika jumlah mobil baru berbahan bakar BBM justru didorong. Tapi kenapa PPnBM-nya justru ke mobil berbahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan," katanya
Bhima menambahkan, pemerintah saat ini sedang berkomitmen mengurangi emisi karbon lewat berbagai langkah. Di antaranya, regulasi pajak karbon, penerbitan obligasi hijau (green bond), sampai mendorong pemakaian mobil listrik.
“Kehilangan penerimaan pajak akibat insentif PPnBM juga terbilang tidak kecil di saat pemerintah mengalami penurunan rasio pajak di masa pandemi. Jika insentif PPnBM-nya dicabut maka pemerintah bisa saving terlebih dahulu,” ungkapnya.
Pemberian insentif pajak, lanjutnya, bisa dilakukan terhadap objek yang seharusnya menjadi prioritas saat ini. Misalnya di alat kesehatan dan perangkat test Covid-19 sehingga jadi lebih murah.
“Cukup aneh ketika harga tes PCR baru turun ketika didesak agar tidak dikenakan pajak, sementara kendaraan bermotor dapat privilleges. Mohon dipertimbangkan lagi, kebijakan harus fokus dan terintegrasi, khususnya berkaitan dengan insentif perpajakan.
(uka)