Alokasi Dana PMN Harus Dioptimalkan

Selasa, 14 September 2021 - 11:46 WIB
loading...
A A A
Menurut dia, saat ini setiap perusahaan secara perekonomian dan pengembangan bisnis mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan pandemi Covid-19. Caranya, dengan menciptakan kreativitas-kreativitas baru atau inovasi baru yang tidak konvensional sebelum ada Covid-19.

"Memang ada beberapa BUMN yang sudah melakukan hal demikian, tapi masih terbatas. Seluruh BUMN kita kalau sehat, itu bisa menyumbang 30% APBN. Mereka harus melakukan efisiensi, program-program yang tidak penting harus dipangkas. Kemudian secara ekonomi harus bisa menghidupkan sektor riil masyarakat,” ucapnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, pemerintah harus mempunyai target yang ingin dicapai secara jelas dalam memberikan PMN ke perusahaan BUMN. Di lain pihak, perusahaan pelat merah juga harus putar otak untuk mencari sumber pembiayaan alternatif.

Dia berpendapat, apabila melihat besaran dana PMN dua tahun ke depan, hal itu tidak terlepas dari upaya untuk melanjutkan beberapa proyek seperti jalan tol dan kelistrikan. Perusahaan konstruksi pelat mendominasi sebagai calon penerima, seperti Hutama Karya senilai Rp31,350 triliun, Waskita Karya Rp3 triliun, dan Adhi Karya Rp2 triliun.

Menurut catatan CORE, dua perusahaan lain yang akan memperoleh PMN adalan PLN yang alokasinya untuk infrastruktur adalah PLN Rp8,231 triliun dan KAI Rp41, triliun. “Ini tidak lepas dari target pemerintah dimana proyek strategis nasional (PSN) harus diselesaikan pada 2024,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Senin (13/9).

Namun, kata dia, penyaluran PMN untuk tahun ini bisa saja agak tersendat karena pandemi Covid-19 yang membuat pemerintah harus melakukan realokasi dan refocusing anggaran.

Dia pun menyatakan pemerintah memang sebaiknya menunda penyaluran pada beberapa sektor, seperti pembiayaan dan pembangunan perumahan. Sedangkan tahun depan, Perumnas dan BTN akan mendapatkan kucuran dana masing-masing Rp2 triliun.

“Kalau kita lihat permintaan perumahan itu mengikuti proses pemulihan ekonomi. Kalau tahun depan proses pemulihan ekonomi berjalan lambat karena pandemi dan daya beli belum kembali ya tentu akhirnya pembangunan perumahan berpotensi permintaannya relatif rendah,” tutur Yusuf Rendy.
(ynt)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1837 seconds (0.1#10.140)