Sebelum Pandemi, Ini Krisis-krisis yang Pernah Dialami Dunia dan Indonesia

Kamis, 23 September 2021 - 20:22 WIB
loading...
A A A
Housing bubble atau gelembung perumahan yang terjadi pada 2006 dan 2007 memicu resesi hebat terutama di Amerika Serikat. Saat itu, pinjaman banknya mencapai 80% dari GDP. Pemicu utama housing bubble adalah tergesa-gesa dalam memberikan pinjaman kepada pembeli rumah tanpa memperhatikan kemampuan pembayaran utang tersebut.

Penyebab lainnya adalah masuknya uang ke pasar perumahan dan pemerintah yang mempromosikan kepemilikan rumah. Gelembung perumahan ini menyebabkan perumahan dan harga properti lainnya di AS melambung tinggi. Permasalahan ini berawal dari kenaikan suku bunga ke harga tertinggi yang menyebabkan turunnya pasar perumahan di tahun 2006.

Situasi itu berpengaruh pada penunggakan pembayaran dan ancaman kredit macet akibat kenaikan suku bunga. Di awal bulan Agustus 2007, harga saham global mengalami penurunan. Krisis ini kemudian juga berimbas ke Eropa karena menurunkan harga saham global. Nilai dolar Amerika saat itu juga melemah.

Warga Amerika Seikat juga sulit memperoleh pinjaman dari bank karena kredit bertambah mahal dan bank enggan memberikan pinjaman. Bank melakukan tindakan itu untuk mencegah mortgage yang semakin meluas. Kejadian ini menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, dan inflasi Amerika Serikat.

Subprime mortgage ini juga berdampak kerugian signifikan untuk Eropa dan Jepang. Beberapa kebijakan diupayakan untuk mencegah krisis berkepanjangan, yaitu melalui kebijakan decoupling, penurunan suku bunga, stimulus fiskal, positioning yang tepat, dan mencari suntikan dana diluar APBN.

3. Krisis Keuangan 2012

Pada tahun 2012 lalu, Eropa mengalami krisis mata uang Euro yang terburuk. Krisis ini terjadi akibat kesalahan desain Uni Moneter Eropa (EMU) yang menjadikan euro sebagai alat tukar sejak 1 Januari 1999. Penggunaan euro merupakan kelanjutan dari upaya UE untuk menciptakan pasar bersama, yang menghilangkan hambatan perdagangan barang dan jasa lintas batas, serta mobilitas tenaga kerja dan faktor produksi lainnya.

Tidak adanya otoritas fiskal terpusat untuk mendukung penggunaan euro untuk mengelola harmonisasi pajak, menerbitkan obligasi, dan mengatur transfer antar negara untuk menangani siklus ekonomi regional adalah kelemahan mendasar pertama. Tidak adanya entitas yang mengawasi harmonisasi kebijakan ekonomi dan sosial yang dapat merusak daya saing ekonomi nasional negara-negara anggota merupakan kelemahan desain kedua.

Baca juga: Ratusan Anggota SAR Dikerahkan Cari Pendaki Sleman yang Hilang di Lereng Merapi

Defisit transaksi berjalan di neraca pembayaran yang terus tumbuh, dan keterkaitan ekonomi dengan negara-negara anggota zona euro di Eropa utara, seperti Jerman, Austria, dan Belanda, menunjukkan rendahnya daya saing kelima negara tersebut. Kelemahan desain ketiga adalah kurangnya lembaga pusat yang mengontrol dan mengawasi bank dan lembaga keuangan lainnya di semua negara anggota untuk memastikan stabilitas industri keuangan. Faktanya, EMU telah mengintegrasikan pasar keuangan di seluruh zona euro dengan menghilangkan hambatan aliran modal antar-negara.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2274 seconds (0.1#10.140)