Garuda Belum Masuk Holding Aviasi dan Pariwisata, Ini Alasan Tim Erick Thohir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belum ada di dalam daftar keluarga besar Holding BUMN Aviasi dan Pariwisata yang baru saja terbentuk dengan nama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero). Kementerian BUMN pun membeberkan alasannya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut, Garuda Indonesia masih fokus pada program restrukturisasi utang yang mencapai Rp70 triliun. "Mereka lagi fokus restrukturisasi," ujar Arya dalam Webinar bersama wartawan BUMN, Selasa (5/10/2021).
Pemegang saham menilai, langkah penundaan bergabungnya maskapai pelat merah itu ke dalam Holding Aviasi dan Pariwisata untuk menghindari kemungkinan buruk yang terjadi ke depannya. Pasalnya, dengan memasukan perusahaan ke dalam holding diyakini akan membebani holding itu sendiri.
Oleh karena itu, ungkap Arya, pihaknya masih menunggu proses restrukturisasi utang yang tengah dijalani Garuda Indonesia. Terkait hal ini, manajemen mengambil sejumlah langkah seperti mengembalikan sejumlah pesawat kepada para lessor atau perusahaan yang menyewakan pesawat.
Kemudian, menjalani proses penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Selain itu, manajemen bersama dengan para advisor juga tengah menyelesaikan rencana bisnis ke depan. Hal ini nantinya juga akan menjadi bagian daripada Perseroan dalam mengajukan proposal ke para kreditur, termasuk dalam hal ini lessors, Angkasa Pura I dan II, dan lainnya.
"Nanti holding-nya nggak baik kalau ada yang bermasalah. Jangan sampai ada yang bubar. Kalau restrukturisasinya berhasil, (Garuda) baru kita masukan, kita nggak mau menjadi beban. Ini bukan mengembangkan, tapi membebani, kita nggak mau seperti itu, jadi tunggu saja," tuturnya.
Sebagai catatan, saat ini holding Aviasi dan Pariwisata beranggotakan tujuh perusahaan yakni PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero) PT Hotel Indonesia Natour (Persero).
Kemudian, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), PT Sarinah (Persero) dan PT PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero), dan PT Survei Udara Penas (Persero).
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut, Garuda Indonesia masih fokus pada program restrukturisasi utang yang mencapai Rp70 triliun. "Mereka lagi fokus restrukturisasi," ujar Arya dalam Webinar bersama wartawan BUMN, Selasa (5/10/2021).
Pemegang saham menilai, langkah penundaan bergabungnya maskapai pelat merah itu ke dalam Holding Aviasi dan Pariwisata untuk menghindari kemungkinan buruk yang terjadi ke depannya. Pasalnya, dengan memasukan perusahaan ke dalam holding diyakini akan membebani holding itu sendiri.
Oleh karena itu, ungkap Arya, pihaknya masih menunggu proses restrukturisasi utang yang tengah dijalani Garuda Indonesia. Terkait hal ini, manajemen mengambil sejumlah langkah seperti mengembalikan sejumlah pesawat kepada para lessor atau perusahaan yang menyewakan pesawat.
Kemudian, menjalani proses penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Selain itu, manajemen bersama dengan para advisor juga tengah menyelesaikan rencana bisnis ke depan. Hal ini nantinya juga akan menjadi bagian daripada Perseroan dalam mengajukan proposal ke para kreditur, termasuk dalam hal ini lessors, Angkasa Pura I dan II, dan lainnya.
"Nanti holding-nya nggak baik kalau ada yang bermasalah. Jangan sampai ada yang bubar. Kalau restrukturisasinya berhasil, (Garuda) baru kita masukan, kita nggak mau menjadi beban. Ini bukan mengembangkan, tapi membebani, kita nggak mau seperti itu, jadi tunggu saja," tuturnya.
Sebagai catatan, saat ini holding Aviasi dan Pariwisata beranggotakan tujuh perusahaan yakni PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero) PT Hotel Indonesia Natour (Persero).
Kemudian, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), PT Sarinah (Persero) dan PT PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero), dan PT Survei Udara Penas (Persero).
(ind)