Penerapan Pajak Digital Ciptakan Keadilan bagi Persaingan Usaha
loading...
A
A
A
(Baca juga:Kantong Negara Kempes, Pajak Digital Harapan Tambah Pendapatan)
“Dalam revisi undang-undang HPP tersebut memang sudah dimasukkan juga pasal-pasal untuk mengantisipasi ke depan apabila nanti pilar 1 dan pilar 2 berlaku di Indonesia,” kata Mekar.
Untuk diketahui, Pilar 1 mencakup MNE dengan peredaran bruto EUR20 miliar dan tingkat keuntungan di atas 10%. Keuntungan MNE ini kemudian dibagikan kepada negara pasar jika MNE tersebut memperoleh setidaknya EUR1 juta (atau EUR250.000 untuk negara pasar dengan PDB lebih kecil dari EUR40 miliar) dari negara pasar tersebut.
Salah satu perkembangan dari kesepakatan G20/BEPS Juli 2021 adalah pengalokasian 25% keuntungan MNE ke negara pasar. Jumlah ini kemudian akan dibagikan kepada negara pasar berdasarkan porsi penjualannya di masing-masing negara pasar tersebut.
(Baca juga:Sri Mulyani Ngebet Aturan Pajak Digital Dunia Bisa Berlaku di 2022)
Selanjutnya, Pilar 2 mengenakan tarif pajak minimum pada MNE yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar EUR750 juta atau lebih. Dengan pajak minimum pada Pilar 2, tidak akan ada lagi persaingan tarif yang tidak sehat di antara negara-negara yang selama ini terjadi.
Pilar 2 yang dikenal dengan sebutan Global anti-Base Erosion (GLoBE) rules akan memastikan MNE dikenakan tarif pajak minimum sebesar 15%. Selain itu, berdasarkan laporan OECD, pilar 2 akan melindungi hak negara-negara berkembang untuk mengenakan pajak atas penghasilan tertentu (seperti bunga dan royalti) menjadi minimal sebesar 9%.
Untuk mewujudkan kedua pilar ini menjadi landasan hukum yang konkret, perlu disusun suatu Konvensi Multilateral (Multilateral Convention/MLC). Pilar 1 dan Pilar 2 akan dituangkan dalam suatu konvensi multilateral yang rencananya akan mulai ditandatangani pada pertengahan 2022 dan berlaku efektif pada 2023.
“Oleh karena itu, kepemimpinan Indonesia dalam forum G20 tahun 2022 menjadi sangat krusial agar target tersebut dapat direalisasikan tepat waktu,” kata Mekar.
“Dalam revisi undang-undang HPP tersebut memang sudah dimasukkan juga pasal-pasal untuk mengantisipasi ke depan apabila nanti pilar 1 dan pilar 2 berlaku di Indonesia,” kata Mekar.
Untuk diketahui, Pilar 1 mencakup MNE dengan peredaran bruto EUR20 miliar dan tingkat keuntungan di atas 10%. Keuntungan MNE ini kemudian dibagikan kepada negara pasar jika MNE tersebut memperoleh setidaknya EUR1 juta (atau EUR250.000 untuk negara pasar dengan PDB lebih kecil dari EUR40 miliar) dari negara pasar tersebut.
Salah satu perkembangan dari kesepakatan G20/BEPS Juli 2021 adalah pengalokasian 25% keuntungan MNE ke negara pasar. Jumlah ini kemudian akan dibagikan kepada negara pasar berdasarkan porsi penjualannya di masing-masing negara pasar tersebut.
(Baca juga:Sri Mulyani Ngebet Aturan Pajak Digital Dunia Bisa Berlaku di 2022)
Selanjutnya, Pilar 2 mengenakan tarif pajak minimum pada MNE yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar EUR750 juta atau lebih. Dengan pajak minimum pada Pilar 2, tidak akan ada lagi persaingan tarif yang tidak sehat di antara negara-negara yang selama ini terjadi.
Pilar 2 yang dikenal dengan sebutan Global anti-Base Erosion (GLoBE) rules akan memastikan MNE dikenakan tarif pajak minimum sebesar 15%. Selain itu, berdasarkan laporan OECD, pilar 2 akan melindungi hak negara-negara berkembang untuk mengenakan pajak atas penghasilan tertentu (seperti bunga dan royalti) menjadi minimal sebesar 9%.
Untuk mewujudkan kedua pilar ini menjadi landasan hukum yang konkret, perlu disusun suatu Konvensi Multilateral (Multilateral Convention/MLC). Pilar 1 dan Pilar 2 akan dituangkan dalam suatu konvensi multilateral yang rencananya akan mulai ditandatangani pada pertengahan 2022 dan berlaku efektif pada 2023.
“Oleh karena itu, kepemimpinan Indonesia dalam forum G20 tahun 2022 menjadi sangat krusial agar target tersebut dapat direalisasikan tepat waktu,” kata Mekar.
(dar)