Google Indonesia Siap Patuhi Aturan Pajak Hasil Kesepakatan KTT G20

Selasa, 16 November 2021 - 08:16 WIB
loading...
Google Indonesia Siap Patuhi Aturan Pajak Hasil Kesepakatan KTT G20
Government Affairs and Public Policy Google Indonesia Danny Ardianto dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk KTT G20: Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia, Senin (15/11/2021)
A A A
JAKARTA - Perusahaan multinasional Google Indonesia siap mengikuti setiap penerapan kebijakan pajak di dalam negeri yang merujuk kepada hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

“Kami mengikuti yang sudah ada dan yang akan nantinya setelah kesepakatan KTT G20,” ujar Government Affairs and Public Policy Google Indonesia, Danny Ardianto dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang bertajuk KTT G20: “Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia”, Senin (15/11/2021).

(Baca juga:Penerapan Pajak Digital Ciptakan Keadilan bagi Persaingan Usaha)

Danny Ardianto menjelaskan, jika Google Indonesia telah mengikuti peraturan yang berkaitan dengan perpajakan di tanah air ini sejak beberapa waktu yang lalu. Tepatnya, pada 2019, pihaknya telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan jasa pelayanan yang kerapkali digunakan oleh masyarakat dalam ruang digital.

Dari layanan google adds hingga clouds yang banyak digunakan oleh masyarakat di dalam negeri sudah dimodifikasi menggunakan mata uang Rupiah. Sehingga, pembayaran PPN dapat dihitung sesuai dengan pendapatan yang didapatkan dari layanan-layanan tersebut.

“Kami sudah melaporkan pajak PPN berdasarkan aturan yang ada di Indonesia sejak tahun 2019,” katanya.

(Baca juga:Taxpedia Indonesia Hadirkan Transformasi Administrasi Pajak Digital)

Kemudian, yang berkaitan dengan Pajak penghasilan (PPh) yang akan dibebankan pada Google Indonesia, pihaknya akan mengikuti hasil dari kesepakatan yang dicapai dalam KTT G20. Karena, dalam membahas pajak ini, diperlukan partisipasi dari negara-negara lain pengguna layanan Google di seluruh pelosok dunia dalam menentukan pajak yang akan dibebankan.

Diperlukannya partisipasi oleh negara lain, kata dia, agar penerapan pajak yang diberlakukan tersebut dapat dipahami secara jelas dengan mempertimbangkan berbagai aspek dari negara-negara yang menggunakan aplikasi dalam ruang digital.

(Baca juga:Kantong Negara Kempes, Pajak Digital Harapan Tambah Pendapatan)

Dengan begitu, akan memberikan rasa tenang kepada setiap pemangku kepentingan yang menggunakan aplikasi tersebut. “Kesepakatan yang mudah dipahami dan tidak ada frasa ambigu dalam aturan pajak yang akan diterapkan,” katanya.

Kesepakatan ini, akan mengikat perusahaan multinasional seperti Google untuk membayar pajak sesuai dengan aturan dari negara-negara setempat. Sehingga, setiap klausul dalam kesepakatan yang telah dicapai oleh KTT G20 dapat menjangkau seluruh aspek dari layanan aplikasi dari perusahaan multinasional ini di masa-masa mendatang.

“Perusahaan multionasional tidak membayar pajak karena peraturan negara setempat belum menjangkau. Adanya KTT G20 akan membuat secara adil pembayaran pajak,” katanya.

(Baca juga:Sri Mulyani Ngebet Aturan Pajak Digital Dunia Bisa Berlaku di 2022)

Dukungan pajak ini sangat penting dalam mendorong ekonomi digital di dalam negeri yang tengah berkembang pesat selama beberapa waktu belakangan. Mengingat saat ini, banyak pelaku ekonomi digital, khususnya pengembangan permainan digital (Game Developer) dalam negeri yang tengah menyasar pasar luar negeri seperti Amerika Serikat, China, dan Jerman.

Lalu, berkembang pesatnya sektor pasar elektronik atau e-commerce yang kini semakin spesifik. Maksudnya, kini setiap industri dari berbagai sektor tengah mengembangkan pasar elektroniknya sesuai dengan target masyarakat yang disasar oleh pelaku industri terkait.

(Baca juga:Konsensus Global Belum Sepakat, Sri Mulyani Tegaskan Tetap Pungut Pajak Digital)

Dengan target pasar yang semakin luas, seiring dengan waktu yang berjalan. Ditambah lagi, dengan penetrasi digital yang semakin luas di tanah air. Tercatat, dari periode awal pandemi hingga pertengahan 2021, sebanyak 21 juta masyarakat yang telah beralih digital. Sebanyak 73% dari masyarakat tersebut berasal dari masyarakat yang tinggal di daerah non metropolitan.

“Mengembangkan ekonomi bertumpu oleh digital. Harus ada balance antara kepastian hukum dan instrumen pajak,” katanya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1043 seconds (0.1#10.140)