Menkeu Waspadai Inflasi yang Dipicu Kenaikan Harga Produsen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa kendati sejumlah indikator perekonomian Indonesia menunjukkan perbaikan, masih ada tantangan-tantangan yang harus diwaspadai, salah satunya soal kenaikan harga.
Menurut Menkeu, selain berfokus pada penanganan Covid-19, saat ini pemerintah juga terus memantau proses pemulihan ekonomi dan tantangan yang dihadapi.
"Sampai dengan hari ini, pemulihan ekonomi di kuartal IV diperkirakan akan meningkat cukup kuat terutama ditunjang dengan beberapa indikator seperti Indeks Kepercayaan Konsumen yang meningkat, Retail Sales Index meningkat, PMI manufaktur meningkat sesudah mengalami penurunan akibat varian Delta, juga pertumbuhan ekspor impor yang sangat tinggi, lebih dari 50%," bebernya dalam keterangan pers virtual di Jakarta, Rabu (17/11/2021).
Dia menyebutkan bahwa untuk pasar keuangan, yield surat berharga sudah mengalami perbaikan dengan spread yang menurun dari US Treasury yang tadinya pada awal bulan Juli 2021 spreadnya 512 bps sekarang menurun menjadi 449 bps.
"Rupiah dan indeks harga saham juga mengalami perbaikan, namun kita juga paham bahwa ada tantangan yang harus kita waspadai, yang pertama adalah kecenderungan inflasi atau kenaikan harga-harga," ungkapnya.
Dia menuturkan, dilihat di beberapa negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), China, dan beberapa emerging market seperti Meksiko dan Korea, terjadi kenaikan dari harga produsen. Harga produsen ini bisa menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen, yang kemudian diukur menjadi inflasi.
"Inilah yang kemudian kita akan waspadai. Untuk Indonesia kita lihat harga di tingkat produsen juga mengalami kenaikan 7,3%, di Eropa bahkan kenaikannya mencapai 16,3%, China 13,5%, AS 8,6%, Korea 7,5%. Kenaikan harga produsen ini harus kita waspadai agar tidak mendorong inflasi pada tingkat konsumen," tandasnya.
Menurut Menkeu, selain berfokus pada penanganan Covid-19, saat ini pemerintah juga terus memantau proses pemulihan ekonomi dan tantangan yang dihadapi.
"Sampai dengan hari ini, pemulihan ekonomi di kuartal IV diperkirakan akan meningkat cukup kuat terutama ditunjang dengan beberapa indikator seperti Indeks Kepercayaan Konsumen yang meningkat, Retail Sales Index meningkat, PMI manufaktur meningkat sesudah mengalami penurunan akibat varian Delta, juga pertumbuhan ekspor impor yang sangat tinggi, lebih dari 50%," bebernya dalam keterangan pers virtual di Jakarta, Rabu (17/11/2021).
Dia menyebutkan bahwa untuk pasar keuangan, yield surat berharga sudah mengalami perbaikan dengan spread yang menurun dari US Treasury yang tadinya pada awal bulan Juli 2021 spreadnya 512 bps sekarang menurun menjadi 449 bps.
"Rupiah dan indeks harga saham juga mengalami perbaikan, namun kita juga paham bahwa ada tantangan yang harus kita waspadai, yang pertama adalah kecenderungan inflasi atau kenaikan harga-harga," ungkapnya.
Dia menuturkan, dilihat di beberapa negara seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), China, dan beberapa emerging market seperti Meksiko dan Korea, terjadi kenaikan dari harga produsen. Harga produsen ini bisa menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen, yang kemudian diukur menjadi inflasi.
"Inilah yang kemudian kita akan waspadai. Untuk Indonesia kita lihat harga di tingkat produsen juga mengalami kenaikan 7,3%, di Eropa bahkan kenaikannya mencapai 16,3%, China 13,5%, AS 8,6%, Korea 7,5%. Kenaikan harga produsen ini harus kita waspadai agar tidak mendorong inflasi pada tingkat konsumen," tandasnya.
(ind)