UMKM jadi Idola Industri Jasa Keuangan, Perbarindo Minta BPR-BPRS Pacu Daya Saing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) menyongsong tahun 2022 dengan penuh optimisme. Kendati demikian, BPR-BPRS harus meningkatkan daya saing dalam menghadapi berbagai tantangan.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Joko Suyanto dalam Seminar Nasional Perbarindo bertajuk “Tantangan dan Peluang Industri BPR-BPRS untuk Survive di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar di Medan pada Kamis (18/11/2021) mengungkapkan, pemulihan ekonomi Indonesia 2021 dan 2022 diperkirakan masih tetap stabil dan resilient di tengah peningkatan risiko ekonomi global. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-III tahun ini tumbuh 3,24% dibanding periode yang sama tahun 2020.
“Pemulihan ekonomi 2021 diperkirakan berlanjut setelah kondisi Covid-19 akibat varian delta terkendali lebih cepat, dengan dampak yang tidak terlalu dalam terhadap mobilitas. Sementara untuk tahun 2022 diperkirakan dapat lebih resilient dengan persiapan dan penerapan pola hidup baru dalam living with endemic,” ujarnya, dikutip Sabtu (20/11/2021).
Terkait positioning industri BPR-BPRS yang dilihat dari perkembangan aset, perkembangan KYD (kredit yang diberikan), perkembangan tabungan, dan perkembangan deposito secara perlahan mulai menunjukkan perbaikan.
Namun demikian, kata Joko, industri BPR-BPRS masih harus menghadapi tantangan lainnya. Misalnya terkait maraknya persaingan penyedia jasa keuangan di segmen mikro, kecil, dan menengah (MKM). “Segmen mikro, kecil, dan menengah itu merupakan segmen yang banyak dijadikan idola lembaga jasa keuangan dalam menjalankan bisnisnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Joko mengimbau kepada para pemilik dan pengurus BPR-BPRS di seluruh Indonesia untuk dapat meningkatkan daya saing guna bertahan di segmen MKM.
Joko juga menekankan pentingnya transformasi digital BPR sebagai salah satu kunci untuk menghadapi tantangan di bidang jasa keuangan dan memenangi persaingan.
Menurut dia, digitalisasi perbankan dapat memberikan tiga manfaat sekaligus yakni penurunan biaya opersional, peningkatan pendapatan, dan peningkatan nilai perusahaan. "Selain digitalisasi BPR, tantangan dari regulasi dan SDM BPR-BPRS juga tetap jadi perhatian khusus," ucapnya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) Joko Suyanto dalam Seminar Nasional Perbarindo bertajuk “Tantangan dan Peluang Industri BPR-BPRS untuk Survive di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar di Medan pada Kamis (18/11/2021) mengungkapkan, pemulihan ekonomi Indonesia 2021 dan 2022 diperkirakan masih tetap stabil dan resilient di tengah peningkatan risiko ekonomi global. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-III tahun ini tumbuh 3,24% dibanding periode yang sama tahun 2020.
“Pemulihan ekonomi 2021 diperkirakan berlanjut setelah kondisi Covid-19 akibat varian delta terkendali lebih cepat, dengan dampak yang tidak terlalu dalam terhadap mobilitas. Sementara untuk tahun 2022 diperkirakan dapat lebih resilient dengan persiapan dan penerapan pola hidup baru dalam living with endemic,” ujarnya, dikutip Sabtu (20/11/2021).
Terkait positioning industri BPR-BPRS yang dilihat dari perkembangan aset, perkembangan KYD (kredit yang diberikan), perkembangan tabungan, dan perkembangan deposito secara perlahan mulai menunjukkan perbaikan.
Namun demikian, kata Joko, industri BPR-BPRS masih harus menghadapi tantangan lainnya. Misalnya terkait maraknya persaingan penyedia jasa keuangan di segmen mikro, kecil, dan menengah (MKM). “Segmen mikro, kecil, dan menengah itu merupakan segmen yang banyak dijadikan idola lembaga jasa keuangan dalam menjalankan bisnisnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Joko mengimbau kepada para pemilik dan pengurus BPR-BPRS di seluruh Indonesia untuk dapat meningkatkan daya saing guna bertahan di segmen MKM.
Joko juga menekankan pentingnya transformasi digital BPR sebagai salah satu kunci untuk menghadapi tantangan di bidang jasa keuangan dan memenangi persaingan.
Menurut dia, digitalisasi perbankan dapat memberikan tiga manfaat sekaligus yakni penurunan biaya opersional, peningkatan pendapatan, dan peningkatan nilai perusahaan. "Selain digitalisasi BPR, tantangan dari regulasi dan SDM BPR-BPRS juga tetap jadi perhatian khusus," ucapnya.