PBB Luncurkan Program Baru untuk Pacu Investasi SDGs di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) di Indonesia hari ini meluncurkan program baru. Program yang dimaksud yakni Mempercepat Investasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia/Accelerating Sustainable Development Goals ( SDGs ) Investment in Indonesia (ASSIST).
Program tersebut membuka jalan bagi mekanisme investasi dan pembiayaan baru yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan pendanaan SDGs di Indonesia. Program ini memanfaatkan berbagai instrumen pembiayaan inovatif dari sumber pemerintah dan non-pemerintah, misalnya, publik, swasta, dan syariah, untuk mengisi kesenjangan pendanaan SDGs sebesar USD4,7 triliun.
(Baca juga:Gus Halim: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa)
Dipimpin Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand, empat lembaga PBB yakni United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Environment Programme (UNEP), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) bekerja bersama Pemerintah Indonesia untuk menutup kesenjangan pendanaan SDGs.
Dalam keterangan tertulisnya, Julliand mengatakan pencapaian SDGs membutuhkan sumber daya dan dana yang sangat besar. Kuncinya ada pada pemanfaatan pembiayaan yang telah ada dan sumber pembiayaan baru.
“Peluncuran program ini dilakukan hanya dua hari setelah Indonesia menjadi Presidensi G20. Ini adalah saat yang tepat untuk membahas pembiayaan SDGs, yang telah menjadi komitmen Indonesia. Saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas kerja samanya dalam pelaksanaan Program ASSIST,” ujarnya, Jumat (3/12/2021).
(Baca juga:Data Berbasis SDGS Pastikan Desa Miliki Arah Bergerak Lebih Maju)
Di bawah program ini, PBB akan berkolaborasi dengan pemerintah untuk penerbitan obligasi dan sukuk tematik bertema SDGs, instrumen blended finance, dan pinjaman terkait SDGs bersama pemangku kepentingan lainnya yang meliputi lembaga keuangan lokal, mitra pembangunan, serta asosiasi dan aktor non-pemerintah.
Program ini juga memberikan peningkatan kapasitas bagi pemangku kepentingan terkait, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dipimpin perempuan dan pemuda, dan memberi mereka pengetahuan untuk mengakses pembiayaan guna mendorong bisnis hijau dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman percaya program ini akan meningkatkan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, mendorong lebih banyak aktor untuk juga mengambil bagian dalam me-reorientasi investasi dan upaya untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Program tersebut membuka jalan bagi mekanisme investasi dan pembiayaan baru yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan pendanaan SDGs di Indonesia. Program ini memanfaatkan berbagai instrumen pembiayaan inovatif dari sumber pemerintah dan non-pemerintah, misalnya, publik, swasta, dan syariah, untuk mengisi kesenjangan pendanaan SDGs sebesar USD4,7 triliun.
(Baca juga:Gus Halim: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa)
Dipimpin Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Valerie Julliand, empat lembaga PBB yakni United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Environment Programme (UNEP), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) bekerja bersama Pemerintah Indonesia untuk menutup kesenjangan pendanaan SDGs.
Dalam keterangan tertulisnya, Julliand mengatakan pencapaian SDGs membutuhkan sumber daya dan dana yang sangat besar. Kuncinya ada pada pemanfaatan pembiayaan yang telah ada dan sumber pembiayaan baru.
“Peluncuran program ini dilakukan hanya dua hari setelah Indonesia menjadi Presidensi G20. Ini adalah saat yang tepat untuk membahas pembiayaan SDGs, yang telah menjadi komitmen Indonesia. Saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas kerja samanya dalam pelaksanaan Program ASSIST,” ujarnya, Jumat (3/12/2021).
(Baca juga:Data Berbasis SDGS Pastikan Desa Miliki Arah Bergerak Lebih Maju)
Di bawah program ini, PBB akan berkolaborasi dengan pemerintah untuk penerbitan obligasi dan sukuk tematik bertema SDGs, instrumen blended finance, dan pinjaman terkait SDGs bersama pemangku kepentingan lainnya yang meliputi lembaga keuangan lokal, mitra pembangunan, serta asosiasi dan aktor non-pemerintah.
Program ini juga memberikan peningkatan kapasitas bagi pemangku kepentingan terkait, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dipimpin perempuan dan pemuda, dan memberi mereka pengetahuan untuk mengakses pembiayaan guna mendorong bisnis hijau dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman percaya program ini akan meningkatkan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, mendorong lebih banyak aktor untuk juga mengambil bagian dalam me-reorientasi investasi dan upaya untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.