7 Provinsi Ini Minim Belanja, Tim Bersama Diterjunkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerjunkan tim dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendorong realisasi belanja di 7 provinsi yang masih rendah.
Adapun daerah-daerah tersebut yakni Provinsi Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Papua, dan Papua Barat. Pelaksana harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni mengatakan, bahwa pihaknya juga melakukan asistensi kepada pemerintah daerah yang masih rendah penyerapannya secara periodik dua minggu sekali.
Selain itu, Kemendagri melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kemenkeu untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait proses percepatan pelaksanaan realisasi APBD .
“Kemendagri juga melakukan kerja sama dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan dini atas pengadaan barang/jasa lingkup pemerintah daerah pada 2022 dan tahun mendatang,” katanya dikutip dari pers rilis Puspen Kemendagri, Selasa (14/12/2021).
Fatoni mengungkapkan, sejumlah faktor ditengarai menjadi pemicu rendahnya realisasi belanja APBD 2021. Diantaranya adalah kondisi pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM yang mengakibatkan kurangnya realisasi anggaran belanja di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Di samping itu, faktor lainnya disebabkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan kontraktual, lantaran kegiatan fisik yang dianggarkan OPD masih menunggu selesainya kegiatan perencanaan atau Detail Engineering Design (DED).
Dia menambahkan,penyebab lainnya adalah belum adanya tagihan pembayaran pengadaan barang/jasa dari pihak ketiga. Sehingga pemerintah daerah juga belum dapat membayarkan tagihan dan cenderung menempatkan uangnya di Bank Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
“Pemerintah daerah sampai saat ini juga masih terus melakukan realokasi anggaran, sehingga berdampak pada tertundanya kegiatan yang menunggu penetapan perubahan atas Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021. Hal ini juga turut mendorong kurang optimalnya serapan APBD,” ungkapnya.
Lebih lanjut menurutnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2020 cenderung hati-hati dalam melaksanakan pengeluaran. Di sisi lain juga mencoba mengubah komposisi belanja agar dapat segera mengeksekusi janji politiknya. Kondisi tersebut mengakibatkan tersendatnya realisasi APBD TA 2021.
Adapun daerah-daerah tersebut yakni Provinsi Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Papua, dan Papua Barat. Pelaksana harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni mengatakan, bahwa pihaknya juga melakukan asistensi kepada pemerintah daerah yang masih rendah penyerapannya secara periodik dua minggu sekali.
Selain itu, Kemendagri melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kemenkeu untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait proses percepatan pelaksanaan realisasi APBD .
“Kemendagri juga melakukan kerja sama dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan dini atas pengadaan barang/jasa lingkup pemerintah daerah pada 2022 dan tahun mendatang,” katanya dikutip dari pers rilis Puspen Kemendagri, Selasa (14/12/2021).
Fatoni mengungkapkan, sejumlah faktor ditengarai menjadi pemicu rendahnya realisasi belanja APBD 2021. Diantaranya adalah kondisi pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM yang mengakibatkan kurangnya realisasi anggaran belanja di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Di samping itu, faktor lainnya disebabkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan kontraktual, lantaran kegiatan fisik yang dianggarkan OPD masih menunggu selesainya kegiatan perencanaan atau Detail Engineering Design (DED).
Dia menambahkan,penyebab lainnya adalah belum adanya tagihan pembayaran pengadaan barang/jasa dari pihak ketiga. Sehingga pemerintah daerah juga belum dapat membayarkan tagihan dan cenderung menempatkan uangnya di Bank Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
“Pemerintah daerah sampai saat ini juga masih terus melakukan realokasi anggaran, sehingga berdampak pada tertundanya kegiatan yang menunggu penetapan perubahan atas Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021. Hal ini juga turut mendorong kurang optimalnya serapan APBD,” ungkapnya.
Lebih lanjut menurutnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2020 cenderung hati-hati dalam melaksanakan pengeluaran. Di sisi lain juga mencoba mengubah komposisi belanja agar dapat segera mengeksekusi janji politiknya. Kondisi tersebut mengakibatkan tersendatnya realisasi APBD TA 2021.