Meneropong Pro Kontra Keputusan Anies Kerek UMP DKI Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menaikkan besaran persentase upah minimum provinsi atau UMP DKI Jakarta 2022 dari sekitar 1,09 persen atau sekitar Rp 38 ribu menjadi menjadi 5,1 persen atau sebesar kurang lebih Rp 225 ribu, memantik pro kontra di berbagai kalangan.
Apresiasi muncul dari ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai upaya keberpihakan terhadap para pekerja. Nina menyebut langkah Anies merupakan hal yang wajar tatkala menggunakan asumsi tertinggi dari kementerian atau lembaga pemerintah pusat sebagai indikator menetapkan besaran UMP.
"Pemda DKI tentu berusaha yang terbaik untuk rakyatnya dengan menggunakan asumsi tertinggi," ujar Nina saat dihubungi, Selasa (4/1/2022).
Nina melihat kontroversi ini terjadi lantaran terdapat area abu-abu dalam PP nomor 36 tahun 2021 terkait persoalan waktu yang belum secara jelas apabila melewati tanggal yang telah ditetapkan. Nina menyebut perlu ada perbaikan dalam mencari jalan keluar antara pemerintah daerah dan swasta dalam menentukan UMP.
Ia juga menerangkan, pemerintah pusat perlu memberikan ruang revisi dalam penentuan upah yang dinamis dan mengikuti situasi yang tengah terjadi. Menurut Nina, ketentuan upah seharusnya mengikuti pertumbuhan ekonomi dan kondisi yang saat ini terjadi, baik saat negatif maupun positif.
"Dalam PP nomor 36 tahun 2021 tidak ada tertulis apabila lewat tenggat waktu apakah dibatalkan, makanya bisa dibawa ke pengadilan kalau keberatan," ungkap Nina.
Nina menilai para pengusaha saat ini amat bergantung terhadap penanganan pandemi dari sektor kesehatan. Kenaikan kasus yang berimplikasi pada pembatasan aktivitas akan membuat kondisi perusahaan kembali tertekan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja.
"Ini jadi momentum perbaikan dalam peraturan, harus ada ruang untuk revisi sesuai dengan kondisi aktual. Kalau kasus (Covid-19) naik, toko atau pabrik pada tutup, perlu direvisi, kalau tidak pengusaha akan mengambil opsi merumahkan para pekerja karena tak sanggup membayar upah," pungkas Nina.
Sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tetap bersikeras dan kembali mengimbau para Gubernur untuk mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di daerahnya.
Apresiasi muncul dari ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai upaya keberpihakan terhadap para pekerja. Nina menyebut langkah Anies merupakan hal yang wajar tatkala menggunakan asumsi tertinggi dari kementerian atau lembaga pemerintah pusat sebagai indikator menetapkan besaran UMP.
"Pemda DKI tentu berusaha yang terbaik untuk rakyatnya dengan menggunakan asumsi tertinggi," ujar Nina saat dihubungi, Selasa (4/1/2022).
Nina melihat kontroversi ini terjadi lantaran terdapat area abu-abu dalam PP nomor 36 tahun 2021 terkait persoalan waktu yang belum secara jelas apabila melewati tanggal yang telah ditetapkan. Nina menyebut perlu ada perbaikan dalam mencari jalan keluar antara pemerintah daerah dan swasta dalam menentukan UMP.
Ia juga menerangkan, pemerintah pusat perlu memberikan ruang revisi dalam penentuan upah yang dinamis dan mengikuti situasi yang tengah terjadi. Menurut Nina, ketentuan upah seharusnya mengikuti pertumbuhan ekonomi dan kondisi yang saat ini terjadi, baik saat negatif maupun positif.
"Dalam PP nomor 36 tahun 2021 tidak ada tertulis apabila lewat tenggat waktu apakah dibatalkan, makanya bisa dibawa ke pengadilan kalau keberatan," ungkap Nina.
Nina menilai para pengusaha saat ini amat bergantung terhadap penanganan pandemi dari sektor kesehatan. Kenaikan kasus yang berimplikasi pada pembatasan aktivitas akan membuat kondisi perusahaan kembali tertekan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja.
"Ini jadi momentum perbaikan dalam peraturan, harus ada ruang untuk revisi sesuai dengan kondisi aktual. Kalau kasus (Covid-19) naik, toko atau pabrik pada tutup, perlu direvisi, kalau tidak pengusaha akan mengambil opsi merumahkan para pekerja karena tak sanggup membayar upah," pungkas Nina.
Sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tetap bersikeras dan kembali mengimbau para Gubernur untuk mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di daerahnya.