Winning in The New Normal

Sabtu, 13 Juni 2020 - 10:05 WIB
loading...
Winning in The New Normal
Managing Partner Inventure Yuswohady. Foto/Istimewa
A A A
Yuswohady
Managing Partner Inventure

Bencana pandemi telah menciptakan empat perubahan besar di pasar yang saya sebut: “The 4 Consumer Megashifts”. Empat perubahan pasar ini mendisrupsi tatanan bisnis-ekonomi yang mengubah cara kita hidup, bekerja, dan menjalankan aktivitas ekonomi-bisnis.

Empat perubahan tersebut adalah, pertama, tercipatanya “stay @ home lifestyle”, yaitu kebiasaan dan gaya hidup baru yang muncul karena kita “dipaksa” oleh Covid-19 tinggal di rumah.

Kedua, “back to the bottom of the pyramid”, di mana terjadi pergeseran kebutuhan masyarakat dari kebutuhan advanced (aktualisasi diri dan self esteem) ke kebutuhan basis (terutama kesehatan dan keselamatan jiwa).

Ketiga, “go virtual”, yaitu pergeseran pola hidup dari fisik ke digital-online-virtual. Seperti kita tahu berkat pandemi, kini kita berbelanja, bekerja, belajar, bahkan berlebaran dilakukan secara online-virtual.

Keempat, terbentuknya empathic society. Ketika lay-off terjadi di mana-mana, banyak UKM bertumbangan karena tak ada lagi pembeli, maka muncul sikap kepedulian di kalangan masyarakat dalam bentuk donasi, inisiatif komunitas, dan gerakan masyarakat. (Baca: Dokter Reisa Kembali Ingatkan Jaga Jarak Turunkan Risiko Tertular Covid-19)

Di tengah perubahan besar tersebut akan muncul banyak peluang. Pepatah China bilang: “Wei-Ji”, dalam setiap krisis selalu ada peluang. Krisis pandemi tak hanya melulu menghasilkan ancaman (threat), tapi juga peluang (opportunity) luar biasa.

Di tengah banyak bisnis bertumbangan ternyata banyak bisnis yang lain justru menggeliat bahkan booming di masa korona. Ketika sektor seperti pariwisata, penerbangan, mal dan properti, atau resto berguguran, ternyata sektor-sektor seperti e-commerce, logistik, food delivery, online learning, atau telemedicine justru booming.

Karena itu, kita harus menyikapi datangnya new normal bukan dengan putus asa dan pesimisme, tapi justru sebaliknya, optimisme. Ya, karena di depan mata muncul peluang-peluang baru yang begitu banyak di industri-industri yang sedang promising.

Kuncinya satu, yaitu agility. Kita harus bisa merespons krisis dengan supercepat, lentur, terukur, tanpa kehilangan momentum dan visi. Itulah agility. Saya berani menyebut agility adalah aset paling berharga di saat krisis. (Baca juga: Lawan Covid-19, Masyarakat Diajak Terapkan Hidup Sehat)

Contohnya, sebagian resto dan hotel saat ini mengubah model bisnisnya menjadi food delivery services ketika sudah tidak ada lagi tamu yang datang. Es Teller 77 menutup beberapa gerai dan beralih menjual produk frozen food. Atau, yang lebih ekstrem, Mal Lippo Mampang Plaza melakukan survival innovation dengan mengubah mal dan apartemen menjadi rumah sakit untuk penderita Covid-19.

Kondisi krisis pandemi saat ini bisa saya sepadankan dengan arena balap MotoGP atau Formula 1. Di sirkuit balap, kebanyakan pembalap menyalip lawannya bukanlah di lintasan lurus, tapi di tikungan. Nah, kondisi krisis saat ini saya gambarkan sebagai lintasan balap yang menikung karena medannya lebih sulit, berat, tapi challenging. (Lihat Infografis: Tujuh Tari Tradisional Asal Indonesia yang Mendunia)

Seperti di lintasan balap, di bisnis menyalip pesaing yang paling mudah adalah di situasi yang gonjang-ganjing, disuptif, chaotic, discontinue, dan uncertain seperti krisis pandemi saat ini. Justru kita lebih sulit mengungguli pesaing dalam kondisi yang normal dan mapan.

Karena itu, memasuki new normal saat ini adalah momentum yang paling tepat bagi kita untuk “menyalip di tikungan” dengan melakukan inovasi. Inovasi ini kita ciptakan dengan memanfaatkan perubahan-perubahan yang terjadi selama transisi menuju terbentuknya kenormalan baru.

Kita bisa melihat gelas yang setengah terisi air dalam dua perspektif: setengah kosong atau sebaliknya, setengah penuh. Setengah kosong artinya pesimistis. Sementara setengah penuh optimistis.

Begitupun new normal kali ini kita bisa melihatnya secara pesimistis atau optimistis. Kalau pesimistis, kita akan melihat new normal sebagai bencana yang membuat kita tak berdaya. Sebaliknya, kita juga bisa melihatnya sebagai sebuah sinar terang benderang yang memunculkan sejuta peluang. Kita akan menjadi pemenang dengan new normal. (Lihat Videonya: Pewarta Foto: Merekam Sejarah Mengabadikan Sebuah Perjuangan)

Yang satu namanya loser mentality. Sementara yang kedua winning mentality. Welcome new normal. Be a winner.
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1365 seconds (0.1#10.140)