Ingin Aman? Bijaklah Memilih Investasi Kekinian

Selasa, 15 Februari 2022 - 05:38 WIB
loading...
Ingin Aman? Bijaklah Memilih Investasi Kekinian
Masyarakat diimbau agar tidak tergiur iklan bombastis saat akan berinvestasi. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - ‘Sambil rebahan bisa kaya’. Jargon tersebut kini semakin kerap terdengar khususnya di media sosial yang memuat iklan-iklan investasi berbasis teknologi virtual di internet. Fenomena ajakan menjadi kaya raya tanpa capai-capai berkeringat pun kian hari kian marak.

Ada beragam strategi dilakukan agar calon nasabah atau investor mudah tergiur. Bahkan tak jarang mereka menggandeng orang berpengaruh alias influencer untuk menarik calon investor. Bagi mereka yang tertarik pada investasi kekinian tersebut, syarat dan ketentuannya pun tidak ribet, asal ada modal awal sekian juta rupiah, bisnis bisa jalan, lalu cuan didapat.

Benarkah sesimpel itu mendapatkan keuntungan dari sebuah investasi? Tentu tidak demikian. Pakar keuangan dan pasar modal Budi Frensidy memperingatkan, siapapun yang ingin berinvestasi harus memahami terlebih dahulu keputusan yang diambil dari investasi tersebut.

Baca juga: Waspada Investasi Bodong, Pemula Bisa Mulai dengan Reksa Dana

“Ketika berinvestasi kita akan berpisah dengan uang kita yang dimiliki secara nyata. Sehingga akan sangat rentan apabila ada yang memilih instrumen investasi tetapi tidak tahu di mana posisi uang kita dan tidak apa asset yang melindungi dana kita,” kata Budi di Jakarta, kemarin.

Budi mengakui, saat ini banyak masyarakat yang tergiur berinvestasi namun mereka minim literasi. Hal itu dipengaruhi oleh banyaknya pompom atau influencer baik di pasar saham maupun instrument lainya. Akibatnya, tidak sedikit yang tergiur setelah melihat kawan atau kerabatnya mendapat untung besar kendati tidak mengerti.

“Apalagi jika ditambah literasinya yang tidak ada, sangat kurang. Ini bicara dalam dunia digital, yang konvensional saja mudah dibawa lari. Karena kita berpisah dengan uang kita, jangan berharap pada kejujuran niat baik orang lain, apalagi digital yang serah terimanya lewat internet dan kita nggak ketemu dengan pengelolanya,” kata Budi.

Apa yang disampaikan Budi merupakan respons dari munculnya sejumlah kasus investasi bodong alias abal-abal yang kerap merugikan nasabah. Investasi tersebut termasuk yang menggunakan skema perdagangan berjangka komoditas illegal dan trading binary option (opsi biner).

Sepanjang 2021, berdasarkan catatan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terdapat 1.222 domain situs web perdagangan komoditi tanpa izin dan berkedok trading. Dari ribuan web tersebut, terdapat 92 domain opsi biner yang diblokir termasuk Binomo, IQ Option, Olymptrade, Quotex dan platform lainnya. Selain itu ada juga ratusan robot trading yang diblokir karena dianggap tidak memiliki legalitas.

Melihat ramainya kasus tersebut, Budi Frensidy berpendapat bahwa ketika investasi memasuki dunia digital, ada risiko besar di dalamnya. Apalagi bagi mereka yang literasi digitalnya masih kurang.

Baca juga: Prestige Corp Milik Rudy Salim Tanam Investasi di Perusahaan Deddy Corbuzier

“Pemerintah kalau bisa jangan kuratif, tapi preventif walaupun ini susah karena yang namanya produk baru atau produk abal-abal yang berkedok investasi muncul. Jadi mungkin yang bisa dilakukan ya edukasi, sosialisasi dan mengingatkan terus,” ungkap Guru Besar Universitas Indonesia (UI) itu.

Hal yang juga penting menurut dia adalah menindak para pompom saham. Dia mengingatkan bahwa influencer juga bisa ditindak tegas dan memiliki risiko jika memberikan informasi yang tidak valid pada masyarakat terkait investasi.

Untuk memberikan pemahaman informasi yang benar mengenai investasi, kata Budi, harus dilakukan oleh orang yang tepat karena berkaitan dengan dana masyarakat. Jika hanya dilakukan oleh influencer, selebritas ataupun pompom maka yang terjadi adalah pembodohan. “Harus orang yang tepat, pakarnya. Perlu sertifikasi, perlu mereka lolos tes atau ujian. Karena ini bersifat bukan memintarkan tapi membodohi dan merugikan,” tegasnya.

Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi menyatakan, saat ini memang bentuk-bentuk investasi kian banyak dengan menggunakan dan memanfaatkan perkembangan teknologi digital.

Sebagai contoh, muncul produk investasi berupa aset kripto, binary option, non-fungible token (NFT), hingga penjualan robot trading. Bagi BPKN, keberadaan investasi digital dan berbagai produknya harus menjadi perhatian serius semua pihak. Tujuannya, kata Heru, tentu saja akan kepentingan dan perlindungan konsumen terpenuhi.

"BPKN sangat peduli terhadap konsumen agar bagaimana konsumen itu mendapat perlindungan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Nomor 8 Tahun 1999," ujar Heru.

Dia menjelaskan, Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa konsumen memiliki dan mendapatkan hak berupa kenyamanan, keamanan, hingga keselamatan dalam menggunakan barang atau jasa.

Selain itu, konsumen pun berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa. Menurut Heru, UU ini pun mengikat juga bagi produsen atau penyedia barang dan/atau jasa produk investasi digital atau yang memanfaatkan teknologi informasi. "Ada beberapa catatan kita. Pertama itu mengenai penggunaan dan penjualan aset kripto kemudian robot trading, dan segala macam. Sehingga, kami lihat harus ada pengaturan yang lebih tegas, karena memang dalam kenyataannya masyarakat itu yang dirugikan," ungkapnya.

Kenapa masyarakat yang dirugikan? Heru menjelaskan, alasannya adalah banyak memberi layanan yang melakukan kegiatannya secara ilegal dan mereka belum memiliki landasan dalam memberikan layanan.

Untuk itu, BPKN mendorong agar layanan seperti yang tadi disebutkan dan para pemberi layanan yang tidak berizin (ilegal) harus dibenahi dan diawasi secara ketat dan tegas. Bahkan harus ditindak jika ada dugaan unsur pidana. Dalam konteks ini, maka perlu koordinasi tiga lembaga yakni Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

"Untuk sistem pembayarannya kan di OJK kemudian Bappebti terkait dengan investasinya. Jadi ini harus dibenahi dan benar-benar diawasi," tegas Heru.

Heru berpandangan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang memberikan manfaat signifikan terhadap perkembangan dan pertumbuhan transaksi ekonomi digital, termasuk di antaranya adalah investasi produk digital.

Di sisi lain, perkembangan teknologi ini pun bisa menimbulkan kesulitan dan merugikan masyarakat. Artinya, kata Heru, masyarakat harus dilindungi oleh para pengambil dan pembuat keputusan serta saat melakukan pengawasan. "Tentu harus jelas dulu, barang ini apa nih. Misalnya, robot trading ini apa. Kan enggak serta-merta memberikan layanan, karena ternyata robot trading ini kayak gambling juga, kadang-kadang kita masukin duit tapi pertanggungjawabannya seperti apa kita nggak tahu," bebernya.

Dia memaparkan, BPKN menemukan bahwa ihwal investasi digital dengan robot trading sering kali para penyedia layanan menyampaikan informasi bahwa konsumen/masyarakat yang akan berinvestasi bisa mendapatkan manfaat, memperoleh kekayaan, maupun janji bombastis lainnya.

Contoh janji itu adalah jika dulu masyarakat makan di warteg, maka setelah berinvestasi dengan robot trading bisa makan di hotel bintang lima. Atau, jika dulu masyarakat hanya bisa naik ojek, maka setelah berinvestasi dengan robot trading bisa punya dan menaiki mobil mewah. "Harusnya, disampaikan bahwa ini investasi. Dan, setiap investasi itu bisa menguntungkan dan juga bisa merugikan konsumennya. Potensi kerugian itu harus disampaikan.," tandas Heru.

Managing Partner/Owner di PT Aspirasi Indonesia Research Institute Yanuar Rizky menuturkan, secara psycho public ada yang keliru dalam narasi ‘sambil rebahan bisa kaya’ sehingga opini orang begitu percaya pada pola investasi tertentu yang ternyata ilegal.

Pola ini, kata dia, bukan hanya di binary option, tetapi juga banyak terjadi di instrumen portofolio, dengan bermunculannya era influencer di saham, crazy rich, sultan dan lainnya. “Saya menyoroti literasi konsumen tentang pengetahuan dasar investasi, yang harusnya menjadi agenda literasi publik,” kata Yanuar.

Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komaruddin mengatakan, pihaknya mendesak OJK bersama pemerintah, untuk memberantas keberadaan binary option yang merugikan dan telah dinyatakan ilegal oleh Bappebti.

Politis Partai Golkar itu menerangkan, beberapa penyebab kenapa penawaran investasi tetap marak. Pertama, literasi keuangan masyarakat masih rendah. Data OJK menyebutkan indeks literasi masyarakat Indonesia masih 38,03% pada tahun 2019.

“Akibatnya, pemahaman nasabah akan manfaat dan risiko dari produk investasi juga belum optimal. Sehingga, masyarakat rentan tergiur akan keuntungan yang tidak logis dan memiliki legalitas yang jelas. Karenanya, upaya peningkatan literasi keuangan ini mendesak dilakukan untuk mencegah bertambahnya korban,” ucapnya kepada Koran SINDO, Senin (14/2).

Puteri juga menyebut faktor lain, yakni belum optimalnya upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan oleh regulator. Apalagi, menurutnya, beberapa situs maupun aplikasi ilegal yang sudah ditutup, bisa dengan mudah beroperasi kembali.

“Karenanya, upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan OJK bersama instansi terkait dalam lingkung Satgas Waspada Investasi (SWI), perlu terus digencarkan untuk memberantas entitas investasi bodong,” tandasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2676 seconds (0.1#10.140)