Butuh Rp3.461 Triliun untuk Turunkan Emisi Karbon, Sri Mulyani Ungkap Peran APBN

Selasa, 22 Februari 2022 - 13:42 WIB
loading...
Butuh Rp3.461 Triliun...
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menerangkan, bagaimana APBN melakukan tugasnya dalam melihat peluang dan tantangan ekonomi hijau ini, dimana Indonesia menargetkan bebas karbon pada 2060. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Salah satu tools yang penting bagi Indonesia untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) terkait penurunan emisi karbon 29% dengan upaya sendiri melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) dan 41% dengan upaya bersama internasional. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam keynote speechnya di Webinar Green Economy Outlook 2022 di Jakarta, Selasa(22/2/2022).

"APBN sangat penting dalam mempengaruhi kegiatan masyarakat, sehingga pemerintah dapat terus berikhtiar menaikkan kesejahteraan dan kegiatan ekonomi, dan di saat yang sama bisa menurunkan emisi karbon," ujar Sri Mulyani.



Transformasi inilah yang kemudian didesain pihaknya dalam berbagai upaya mendesain fiscal policy atau APBN. "Tentunya, ini selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah pemerintah yang telah ditetapkan hingga tahun 2024, di mana kita telah bertekad untuk meningkatkan kualitas lingkungan, ketahanan bencana, dan perubahan iklim serta bagaimana mendesain pembangunan yang rendah karbon," jelas Sri Mulyani.

Oleh karena itu, Kementerian Keuangan selaku pengelola APBN telah menyusun kebijakan yang disebut Climate Change Fiscal Framework, atau kerangka fiskal yang mendukung tantangan perubahan iklim. Ini juga sesuai atau konsisten dengan tekad untuk menurunkan emisi karbon, atau bahkan nett zero emission di tahun 2060.

"Bagaimana APBN melakukan tugasnya dalam melihat peluang dan tantangan ekonomi hijau ini, yang pertama adalah melalui perhitungan biennial update report tahun 2018 yang merupakan spesialis untuk menghitung berapa kebutuhan dana Indonesia dalam mencapai tekad menurunkan CO2," ungkap Sri.

Dalam laporan tahun 2018 itu, disebutkan bahwa kebutuhan anggaran untuk menurunkan karbon atau mencapai target penurunan karbon yang ditargetkan Indonesia adalah sebesar Rp3.461 triliun hingga tahun 2030. Angka ini merupakan sebuah angka yang sangat signifikan.

"APBN di dalam fiscal framework mencoba memerankan di dalam mendukung langkah-langkah menurunkan karbon tersebut. Pertama, dari sisi penerimaan negara atau perpajakan, pemerintah menggunakan policy perpajakan untuk bisa memberikan insentif bagi dunia usaha agar melihat kesempatan investasi di perekonomian hijau sebagai suatu kesempatan atau peluang yang baik," terang Menkeu Sri Mulyani.

Cara ini ditempuh dalam wujud tax holiday, tax allowance, bahkan pemerintah juga memberikan pembebasan bea masuk impor, pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan penambahan Pajak Penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah dan untuk kegiatan geothermal, bisa diberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk pengembangan panas bumi dan energi baru dan terbarukan (EBT). Desain ini dibentuk dengan harapan bahwa beban dari dunia usaha untuk masuk atau berinvestasi dalam bidang-bidang ekonomi hijau, terutama EBT bisa terakselerasi.

"Dalam UU HPP, kita telah memperkenalkan instrumen baru, yaitu pajak karbon. Ini adalah sebuah instrumen kebijakan untuk bisa mendorong perilaku dari kegiatan ekonomi terutama sektor swasta agar makin menginternalisasikan konsekuensi dari kegiatan ekonominya dalam bentuk emisi karbon di dalam hitungan investasi mereka," ucap Sri Mulyani.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)