Tak Gentar Dihujani Sanksi Ekonomi, Dubes Rusia: Kami Punya Segalanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva menyatakan bahwa Rusia menghormati keputusan sejumlah negara yang menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Negeri Beruang Merah.
Sebagai informasi, saat ini sejumlah negara telah mengumumkan sanksi ekonomi bagi Rusia menyusul invasi Moskow terhadap Ukraina. Negara-negara tersebut di antaranya Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Inggris, Australia, Kanada, Jepang hingga Singapura.
"Kami melihat sanksi sebagai instrumen yang absolut dan sah. Satu-satunya badan di dunia yang bisa menjatuhkan sanksi adalah Dewan Keamanan PBB, dan dari opini pribadi saya, itu tidak berhasil," kata Lyudmila kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Dia lantas mempertanyakan, apakah ada negara yang dijatuhkan sanksi dan kemudian mengubah kebijakannya. Jawabannya, tidak ada. Dia pun menyontohkan negara-negara yang pernah dijatuhi sanksi seperti Iran dan Korea Utara.
"Kami, Rusia, adalah negara besar. Memang sanksi akan menyusahkan kami, tapi ingatlah bahwa Uni Soviet selama 70 tahun dijatuhkan sanksi, dan kami memiliki power yang besar. Kami memproduksi segalanya," tukasnya.
Menurut dia, kondisi ini tentu masih akan menjadi hambatan dan menyusahkan rakyatnya, tapi dia meyakini bahwa Rusia akan bertahan.
Lyudmila menceritakan tahun 2014, pertama kali Rusia dijatuhi sanksi, kala itu negaranya sangat bergantung pada impor dan ekspor akan makanan.
"Tapi karena kami menerapkan ban atau larangan impor beberapa produk makanan Barat, kami mulai memproduksi makanan kami sendiri, dan sektor pertanian kami berkembang. Sekarang kami adalah negara eksportir gandum nomor satu di dunia, meski di 2014 kami tidak seperti itu," paparnya.
Dia menambahkan, penduduk Rusia juga sangat gemar membeli produk lokal dan nasionalnya sendiri dibanding produk-produk Barat, dengan harga yang lebih murah, berkualitas, dan produksi sendiri.
"Di tahun 1990-an, Barat berusaha menghancurkan potensi industri kami, dan anehnya memang, mereka berhasil. Tapi, kami mulai memulihkan diri, dan kami memiliki segalanya, ada sumber daya alam, teritori luas, dan orang-orang yang berpendidikan baik. Kami memiliki potensinya,” ucapnya.
Dia pun menegaskan tidak ada negara yang menghendaki konflik. “Kami ingin merasa aman di dalam negara kami. Kami tidak ingin ada misil mendekati negara kami, bukan kami yang membawa misil ke AS, Kanada, atau negara lain," tandasnya.
Sebagai informasi, saat ini sejumlah negara telah mengumumkan sanksi ekonomi bagi Rusia menyusul invasi Moskow terhadap Ukraina. Negara-negara tersebut di antaranya Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Inggris, Australia, Kanada, Jepang hingga Singapura.
"Kami melihat sanksi sebagai instrumen yang absolut dan sah. Satu-satunya badan di dunia yang bisa menjatuhkan sanksi adalah Dewan Keamanan PBB, dan dari opini pribadi saya, itu tidak berhasil," kata Lyudmila kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Baca Juga
Dia lantas mempertanyakan, apakah ada negara yang dijatuhkan sanksi dan kemudian mengubah kebijakannya. Jawabannya, tidak ada. Dia pun menyontohkan negara-negara yang pernah dijatuhi sanksi seperti Iran dan Korea Utara.
"Kami, Rusia, adalah negara besar. Memang sanksi akan menyusahkan kami, tapi ingatlah bahwa Uni Soviet selama 70 tahun dijatuhkan sanksi, dan kami memiliki power yang besar. Kami memproduksi segalanya," tukasnya.
Menurut dia, kondisi ini tentu masih akan menjadi hambatan dan menyusahkan rakyatnya, tapi dia meyakini bahwa Rusia akan bertahan.
Lyudmila menceritakan tahun 2014, pertama kali Rusia dijatuhi sanksi, kala itu negaranya sangat bergantung pada impor dan ekspor akan makanan.
"Tapi karena kami menerapkan ban atau larangan impor beberapa produk makanan Barat, kami mulai memproduksi makanan kami sendiri, dan sektor pertanian kami berkembang. Sekarang kami adalah negara eksportir gandum nomor satu di dunia, meski di 2014 kami tidak seperti itu," paparnya.
Dia menambahkan, penduduk Rusia juga sangat gemar membeli produk lokal dan nasionalnya sendiri dibanding produk-produk Barat, dengan harga yang lebih murah, berkualitas, dan produksi sendiri.
"Di tahun 1990-an, Barat berusaha menghancurkan potensi industri kami, dan anehnya memang, mereka berhasil. Tapi, kami mulai memulihkan diri, dan kami memiliki segalanya, ada sumber daya alam, teritori luas, dan orang-orang yang berpendidikan baik. Kami memiliki potensinya,” ucapnya.
Dia pun menegaskan tidak ada negara yang menghendaki konflik. “Kami ingin merasa aman di dalam negara kami. Kami tidak ingin ada misil mendekati negara kami, bukan kami yang membawa misil ke AS, Kanada, atau negara lain," tandasnya.
(ind)