Bank Rusia Kena Sanksi, Antrean Panjang Mengular di ATM
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rubel Rusia turun secara dramatis dalam perdagangan awal pekan kemarin di tengah berita sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dikenakan pada Moskow oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) karena invasinya ke Ukraina.
Antrean di ATM mengular hinggga trotoar dan di sekitar bangunan di Moskow dan di bank- bank Rusia di Eropa ketika deposan bergegas untuk menarik uang tunai. Sberbank Europe, yang dimiliki oleh Sberbank yang dikelola negara Rusia mengatakan, telah mengalami "arus keluar deposito yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat."
Bank sentral Rusia sebelumnya mengumumkan menaikkan suku bunga dua kali lipat dari 9,5% menjadi 20% dalam upaya untuk menstabilkan rubel, yang turun sebanyak 30% terhadap dolar atau menjadi yang terendah sepanjang masa. Dimana rubel iperdagangkan pada 119 ke greenback.
Mata uang memangkas beberapa kenaikan, tetapi masih diperdagangkan 20% lebih rendah dari penutupan pasar sebelumnya pada posisi 103 terhadap dolar tepat di Moskow kemarin di awal pekan. Rubel turun 28% dari tahun ke tahun.
Bank sentral juga memperkenalkan beberapa pengawasan modal untuk membatasi berapa banyak uang yang bisa keluar dari negara itu, karena gubernurnya Elvira Nabiullina mengatakan bahwa sanksi telah mencegahnya menjual mata uang asingnya untuk menopang rubel yang tenggelam.
"Bank sentral Rusia telah melakukan kontrol modal untuk menghentikan dampak yang lebih buruk. Semua yang mereka lakukan sifatnya sementara untuk menunda tekanan yang lebih besar," ujar Maximilian Hess, seorang ahli ekonomi Rusia di Foreign Policy Research Institute dilansir CNBC.
Sanksi yang diumumkan oleh para pemimpin AS dan Uni Eropa selama akhir pekan kemarin mempunyai dampak signifikan yang lebih keras daripada sanksi sebelumnya. Termasuk memotong beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran SWIFT global, menutup wilayah udara Uni Eropa ke pesawat Rusia dan, yang paling signifikan, memberi sanksi kepada bank sentral Rusia untuk membekukan transaksinya.
Swiss pada hari Senin, mengumumkan akan bergabung dengan sanksi Uni Eropa yang menargetkan aset Rusia, sebuah perubahan penting dalam posisi netralitas bersejarahnya.
"Kami akan melumpuhkan aset bank sentral Rusia," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
"Termasuk akan membekukan transaksinya. Dan itu akan membuat tidak mungkin bagi Bank Sentral untuk melikuidasi asetnya."
Ini penting karena penumpukan cadangan devisa bank sentral Rusia yang besar tercatat mencapai sekitar USD630 miliar, tingkat tertinggi yang pernah ada. Hal itu dipandang sebagai penyangga terhadap sanksi dan kerugian dari pendapatan ekspor.
Dengan pembekuan aset-aset yang direncanakan, Rusia tidak dapat menjualnya seharga euro atau dolar untuk menopang rubel yang tenggelam. Dampak paling parah dirasakan oleh orang-orang Rusia atau rakyat biasa, yang telah melihat nilai tabungan dan gaji mereka turun drastis hanya dalam beberapa hari.
Rubel turun tajam terhadap dolar sejak saat ini dibandingkan tahun lalu, dan analis memperkirakan, bakal ada lebih banyak rasa sakit yang akan datang. Stok cadangan devisa Rusia yang besar "adalah garis pertahanan utama dan pertama terhadap (sanksi terhadap) aset lokal Rusia," kata Kamakshya Trivedi, co-head FX global, suku bunga dan strategi EM di Goldman Sachs, membahas sanksi Barat.
"Saya pikir dengan penargetan itu, pembekuan aset cadangan akan menjadi sangat sulit bagi Rusia pada dasarnya mempertahankan rubel dari jenis tekanan yang Anda lihat. Jadi saya pikir kita akan melihat rubel diperdagangkan cukup lemah, dan tidak mengherankan jenis volatilitas yang kita lihat di pasar saat ini."
Antrean di ATM mengular hinggga trotoar dan di sekitar bangunan di Moskow dan di bank- bank Rusia di Eropa ketika deposan bergegas untuk menarik uang tunai. Sberbank Europe, yang dimiliki oleh Sberbank yang dikelola negara Rusia mengatakan, telah mengalami "arus keluar deposito yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat."
Bank sentral Rusia sebelumnya mengumumkan menaikkan suku bunga dua kali lipat dari 9,5% menjadi 20% dalam upaya untuk menstabilkan rubel, yang turun sebanyak 30% terhadap dolar atau menjadi yang terendah sepanjang masa. Dimana rubel iperdagangkan pada 119 ke greenback.
Mata uang memangkas beberapa kenaikan, tetapi masih diperdagangkan 20% lebih rendah dari penutupan pasar sebelumnya pada posisi 103 terhadap dolar tepat di Moskow kemarin di awal pekan. Rubel turun 28% dari tahun ke tahun.
Bank sentral juga memperkenalkan beberapa pengawasan modal untuk membatasi berapa banyak uang yang bisa keluar dari negara itu, karena gubernurnya Elvira Nabiullina mengatakan bahwa sanksi telah mencegahnya menjual mata uang asingnya untuk menopang rubel yang tenggelam.
"Bank sentral Rusia telah melakukan kontrol modal untuk menghentikan dampak yang lebih buruk. Semua yang mereka lakukan sifatnya sementara untuk menunda tekanan yang lebih besar," ujar Maximilian Hess, seorang ahli ekonomi Rusia di Foreign Policy Research Institute dilansir CNBC.
Sanksi yang diumumkan oleh para pemimpin AS dan Uni Eropa selama akhir pekan kemarin mempunyai dampak signifikan yang lebih keras daripada sanksi sebelumnya. Termasuk memotong beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran SWIFT global, menutup wilayah udara Uni Eropa ke pesawat Rusia dan, yang paling signifikan, memberi sanksi kepada bank sentral Rusia untuk membekukan transaksinya.
Swiss pada hari Senin, mengumumkan akan bergabung dengan sanksi Uni Eropa yang menargetkan aset Rusia, sebuah perubahan penting dalam posisi netralitas bersejarahnya.
"Kami akan melumpuhkan aset bank sentral Rusia," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
"Termasuk akan membekukan transaksinya. Dan itu akan membuat tidak mungkin bagi Bank Sentral untuk melikuidasi asetnya."
Ini penting karena penumpukan cadangan devisa bank sentral Rusia yang besar tercatat mencapai sekitar USD630 miliar, tingkat tertinggi yang pernah ada. Hal itu dipandang sebagai penyangga terhadap sanksi dan kerugian dari pendapatan ekspor.
Dengan pembekuan aset-aset yang direncanakan, Rusia tidak dapat menjualnya seharga euro atau dolar untuk menopang rubel yang tenggelam. Dampak paling parah dirasakan oleh orang-orang Rusia atau rakyat biasa, yang telah melihat nilai tabungan dan gaji mereka turun drastis hanya dalam beberapa hari.
Rubel turun tajam terhadap dolar sejak saat ini dibandingkan tahun lalu, dan analis memperkirakan, bakal ada lebih banyak rasa sakit yang akan datang. Stok cadangan devisa Rusia yang besar "adalah garis pertahanan utama dan pertama terhadap (sanksi terhadap) aset lokal Rusia," kata Kamakshya Trivedi, co-head FX global, suku bunga dan strategi EM di Goldman Sachs, membahas sanksi Barat.
"Saya pikir dengan penargetan itu, pembekuan aset cadangan akan menjadi sangat sulit bagi Rusia pada dasarnya mempertahankan rubel dari jenis tekanan yang Anda lihat. Jadi saya pikir kita akan melihat rubel diperdagangkan cukup lemah, dan tidak mengherankan jenis volatilitas yang kita lihat di pasar saat ini."
(akr)