Seruan Boikot McDonald's dan Coca-Cola Menggema karena Masih Beroperasi di Rusia

Selasa, 08 Maret 2022 - 09:24 WIB
loading...
Seruan Boikot McDonalds dan Coca-Cola Menggema karena Masih Beroperasi di Rusia
Tekanan kepada perusahaan raksasa makanan dan minuman Barat semakin berat, agar mereka menarik diri dari Rusia karena invasi Ukraina. McDonalds dan Coca-Cola kini jadi sasaran boikot. Foto/Dok Chicago Business
A A A
MOSKOW - Tekanan kepada perusahaan raksasa makanan dan minuman Barat semakin berat, agar mereka menarik diri dari Rusia karena invasi Ukraina. McDonald's dan Coca-Cola mendapatkan kritik di media sosial (medsos) karena tidak bersikap soal perang Ukraina dan terus menjalankan operasionalnya di Rusia.



Di sisi lain perusahaan ternama lainnya termasuk Netflix dan Levi's telah menghentikan sementara penjualan atau menangguhkan menyediakan layanan di Rusia.McDonald's dan Coca-Cola belum menanggapi permintaan komentar dari BBC sejauh ini.

#BoycottMcDonalds dan #BoycottCocaCola menjadi trending di Twitter pada hari Senin dan selama akhir pekan.

Investor Dragon's Den, Deborah Meaden juga berbicara di media sosial menentang perusahaan minuman bersoda itu dan menyerukan aksi boikot agar semua orang berhenti minum Coca-Cola.

"Bisakah Anda berhenti minum Coca Cola? Mereka menolak untuk menarik diri dari Rusia. Mari kita tunjukkan kepada mereka kekuatan rakyat." kicau Deborah Meaden lewat akun Twitter @DeborahMeaden.

Kritikan pedas muncul di tengah seruan buat perusahaan Barat terkenal lainnya seperti KFC, Pepsi dan Starbucks serta Burger King untuk menutup gerai mereka dan menghentikan penjualan di Rusia.

Namun, sebagian besar perusahaan tetap diam tentang masalah ini di mana KFC, Pepsi, Starbucks dan Burger King juga menolak untuk menanggapi permintaan BBC untuk berkomentar.

Eksis di Rusia

Banyak perusahaan raksasa makanan cepat saji asal AS yang telah lama eksis di Rusia dengan jaringan tokonya menyebar di mana-mana. Bahkan ritel makanan cepat saji KFC mencapai tonggak sejarah 1.000 restoran di Rusia tahun lalu.

Pada tahun 2021, ia mengatakan bahwa mereka bertujuan untuk membuka sekitar 100 restoran setiap tahun di Rusia.

Dalam informasi yang baru-baru ini dipublikasikan di situs webnya, McDonald's mengungkapkan, bahwa mereka memiliki 847 toko di Rusia. Perusahaan ini juga memiliki sebagian besar outlet mereka sendiri, sedangkan di seluruh dunia sebagian besar biasanya dioperasikan oleh franchisee.

Baik McDonald's dan Pepsi telah hadir di Rusia selama beberapa dekade. Sementara itu Thomas DiNapoli, selaku pengawas keuangan dana pensiun umum negara bagian New York, menulis surat kepada perusahaan, menurut laporan Reuters.

Dimana isinya mendesak McDonald's dan Pepsi untuk meninjau bisnis mereka di Rusia karena mereka menghadapi "risiko hukum, kepatuhan, operasional, hak asasi manusia dan rusaknya reputasi yang signifikan dan jangka panjang".

Seringkali, pemilik waralaba akan dapat mengambil keputusan apakah akan menutup rantai atau tidak, tergantung pada ketentuan perjanjian yang mungkin mereka miliki dengan rantai makanan besar seperti KFC atau Starbucks.

Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Bos Starbucks, Kevin Johnson menggambarkan, serangan terhadap Ukraina sebagai agresi militer yang "tidak beralasan" dan "tidak adil".

Tetapi sebagian besar tokonya di Rusia tetap terbuka, menurut situs webnya. Sebagian besar waralaba ini dijalankan oleh Alshaya Group yang berbasis di Kuwait.

Etika Bisnis

Direktur Institute for Business Ethics, Dr Ian Peters mengatakan, "Ini bukan waktunya untuk duduk di pagar.

"Dunia kemungkinan akan menilai perusahaan dengan apa yang mereka lakukan dalam keadaan seperti itu, dan penilaian etis akan sama pentingnya dengan mematuhi peraturan dan sanksi yang dipimpin pemerintah."

Dia juga mengungkapkan, bahwa sebagian besar perusahaan akan memiliki apa yang mereka sebut sebagai 'etika' yang mereka gunakan untuk membuat keputusan besar.

"Kami akan menyarankan perusahaan dalam keadaan seperti itu untuk selalu melihat gambaran yang lebih besar dan berusaha melakukan hal yang benar, menempatkan kepentingan yang lebih luas di atas laba jangka pendek," tambahnya.



Mengutip dilema etika yang mungkin muncul bagi perusahaan ketika mempertimbangkan untuk menangguhkan operasional mereka di Rusia. Ada juga pertimbangan: Tugas perawatan apa yang dimiliki perusahaan-perusahaan ini terhadap karyawan? Apakah adil untuk merampas barang-barang pokok warga Rusia?

Profesor etika bisnis di Henley Business School, Kleio Akrivou menunjukkan, bahwa jenis keputusan ini mungkin lebih sulit dijangkau oleh perusahaan makanan daripada, katakanlah, perusahaan konsultan.

"Ketika datang sanksi yang merampas barang-barang kebutuhan dasar dan martabatnya populasi Rusia, perusahaan mungkin perlu memandang situasi ini lebih serius, dengan perbandingan ke alasan praktis."

Dia mengatakan, sekarang adalah waktu bagi raksasa makanan cepat saji untuk menyeimbangkan bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh langkah-langkah seperti itu, di samping risiko reputasi apapun.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0936 seconds (0.1#10.140)