Abrakadbra! Minyak Goreng Mendadak Berlimpah: Air Susu Dibalas Air Tuba?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Abrakadbra! Sehari setelah pemerintah mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng , bahan pangan itu mulai mudah didapatkan. Di sejumlah ritel modern tampak kembali deretan minyak goreng, tentu saja dengan harga jauh di atas HET, bahkan ada yang mendekati Rp25 ribu per liter.
HET minyak goreng yang ditetapkan pemerintah adalah Rp11.500 untuk minyak goreng curah, Rp13.500 untuk kemasan sederhana, dan Rp14.000 untuk kemasan premium. Itu harga per liternya.
Sebelum HET dicabut, bahkan selang sehari sekalipun, masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng yang harganya sesuai patokan pemerintah, alias langka. Masyarakat pun terpaksa mengantre berjubel-jubel setiap kali ada operasi pasar minyak goreng, dengan taruhan nyawa sebab ada yang meninggal usai mengantre minyak goreng, seperti di Samarinda, Kalimantan Timur.
Munculnya kembali minyak goreng setelah HET dicabut, menandakan bahwa pemerintah telah kalah oleh ulah para penimbun minyak goreng. Negara dengan begitu lengkap aparatnya bisa dengan mudah dikadali para penimbun, entah pengusaha minyak goreng dan sawit, distributor, ataupun pedagang eceran. Bisa jadi juga pihak lain yang tak termasuk itu semua.
"Negara terbukti kalah, yang menang adalah konglomerat sawit. Gelontoran subsidi minyak goreng selama ini juga percuma. Hanya empat perusahaan besar yang kuasai lebih dari 40% pasar, dan pemerintah menyerah menghadapi empat perusahaan tadi. Padahal HGU sawit kan lahan pemerintah juga, tapi pemerintah tidak berdaya, sangat disayangkan," kata Bhima Yudhistira, Direktur Celios, Kamis (17/3/2022).
Bukti kekalahan oleh penimbun begitu telak terpampang. Menurut Bhima, alur distrubisi setidaknya ada tiga hingga tujuh titik. Untuk mencapai titik-titik distribusi itu jelas membutuhkan waktu, tidak mungkin dalam hitungan sehari semata, apalagi beberapa jam belaka.
"Kelangkaan menunjukkan selama ini pasokan ditahan (ditimbun) distributor. Karena tak mungkin satu hari pasca-pengumuma HET dicabut, barang sudah sampai di toko," tegas Bhima.
Menurut Bhima, sebelum pemerintah mengibarkan bendera putih dengan mencabut HET, seharusnya mengecek dulu jalur distribusi minyak goreng. Kalau KPK saja bisa "mendeteksi" aliran uang suap, kenapa negara, yang notabene KPK masuk di dalamnya, tak mampu menemukan sumpalan-sumpalan distribusi minyak goreng.
HET minyak goreng yang ditetapkan pemerintah adalah Rp11.500 untuk minyak goreng curah, Rp13.500 untuk kemasan sederhana, dan Rp14.000 untuk kemasan premium. Itu harga per liternya.
Sebelum HET dicabut, bahkan selang sehari sekalipun, masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng yang harganya sesuai patokan pemerintah, alias langka. Masyarakat pun terpaksa mengantre berjubel-jubel setiap kali ada operasi pasar minyak goreng, dengan taruhan nyawa sebab ada yang meninggal usai mengantre minyak goreng, seperti di Samarinda, Kalimantan Timur.
Munculnya kembali minyak goreng setelah HET dicabut, menandakan bahwa pemerintah telah kalah oleh ulah para penimbun minyak goreng. Negara dengan begitu lengkap aparatnya bisa dengan mudah dikadali para penimbun, entah pengusaha minyak goreng dan sawit, distributor, ataupun pedagang eceran. Bisa jadi juga pihak lain yang tak termasuk itu semua.
"Negara terbukti kalah, yang menang adalah konglomerat sawit. Gelontoran subsidi minyak goreng selama ini juga percuma. Hanya empat perusahaan besar yang kuasai lebih dari 40% pasar, dan pemerintah menyerah menghadapi empat perusahaan tadi. Padahal HGU sawit kan lahan pemerintah juga, tapi pemerintah tidak berdaya, sangat disayangkan," kata Bhima Yudhistira, Direktur Celios, Kamis (17/3/2022).
Bukti kekalahan oleh penimbun begitu telak terpampang. Menurut Bhima, alur distrubisi setidaknya ada tiga hingga tujuh titik. Untuk mencapai titik-titik distribusi itu jelas membutuhkan waktu, tidak mungkin dalam hitungan sehari semata, apalagi beberapa jam belaka.
"Kelangkaan menunjukkan selama ini pasokan ditahan (ditimbun) distributor. Karena tak mungkin satu hari pasca-pengumuma HET dicabut, barang sudah sampai di toko," tegas Bhima.
Menurut Bhima, sebelum pemerintah mengibarkan bendera putih dengan mencabut HET, seharusnya mengecek dulu jalur distribusi minyak goreng. Kalau KPK saja bisa "mendeteksi" aliran uang suap, kenapa negara, yang notabene KPK masuk di dalamnya, tak mampu menemukan sumpalan-sumpalan distribusi minyak goreng.