Gagal Menstabilkan Harga Minyak Goreng, Pemerintah Kini Mempertaruhkan Masalah Kesehatan Masyarakat
loading...
A
A
A
Selanjutnya Ketua Koperasi Warteg Nusantara, (Kowantra) Mukroni yang dihubungi secara terpisah juga mengaku harga minyak goreng saat ini praktis memberikan pukulan dalam untuk para pengusaha warteg. Mukroni mengatakan sejak pandemi covid 19 setidaknya terdapat sekitar 50% dibawah Kowantra gulung tikar.
Ketika pandemi melandai menjadi harapan para pengusaha warteg untuk kembali reborn. Baru hendak bangkit dari tidurnya kini pengusaha warteg tersebut dibenturkan dengan harga komoditas yang sedang naik. "Kan habis terkena pandemi, kan banyak yang berhenti, dan sekarang mau usaha tapi dihantam dengan kenaikan harga, itu dilema kami," kata Mukroni.
Mengganti minyak goreng kemasan yang mahal, Pemerintah justru menukar minyak goreng kemasan dengan minyak goreng curah untuk masyarakat yang pada era Kementerian Perdagangan sebelumnya hendak dihilangkan dengan alasan kesehatan. Dokter Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen mengatakan sebetulnya mengonsumsi makanan dengan minyak kemasan saja sudah kurang baik untuk kesehatan, apalagi pemerintah menyarankan masyarakat bawah untuk mengonsumsi minyak curah melalui pemberian subsidi seharga Rp14.000.
"Kita tidak pernah tahu minyak curah itu dari mana asal usulnya, sampai hari ini belum ada yang menguraikan komposisinya di laboratorium," ujarnya kepada MNC Portal.
Selain itu jika masyarakat menggunakan minyak goreng yang digunakan berkali-kali juga berdampak buruk pada kesehatan. Minyak tersebut dikatakan sudah rusak karena titik didihnya sudah terlampaui.
Tan Shot Yen menjelaskan minyak goreng merupakan produk ultra proses, bukan hanya di produksi secara teknologi, tapi juga melalui proses penjernihan berulang dan rafinasi. Selain itu makanan yang di goreng juga menghasilkan senyawa yang berbahaya untuk tubuh manusia.
"Misalnya motor saja, menggunakan oli bekas atau oli yang sudah digunakan sebelum bagaimana dampaknya kepada mesin? Bagaimana tubuh manusia jika mengonsumsi minyak yang sudah digunakan sebelumnya," kata Tan Shot Yen saat dihubungi MNC Portal secara terpisah, Selasa (22/3/2022).
Jika produk yang digoreng adalah produk nabati muncul akrilamida yang berbahaya untuk kesehatan. Sedangkan produk yang digoreng oleh hewani, maka akan muncul polisklik aromatic hidrokarbonnya dan senyawa amines.
Tan Shot Yen menjelaskan keduanya jika di konsumsi rutin dalam berbagai jenis makanan lambat laun berisiko karisnogenik, atau senyawa yang bisa menyebabkan kanker dalam tubuh manusia.
"Itu risiko kanker di depan mata, risiko penyakit stroke, hipertensi, diabetes didepan mata, terus kalau masyarakat sakit yang rugi siapa," pungkas Tan Shot Yen.
Kebijakan pemerintah melepaskan minyak curah bahkan di subsidi disaat harga minyak kemasan tinggi terkesan mengabaikan faktor kesehatan masyarakat kecil. Sebab pada periode sebelumnya minyak curah baru berniat menghentikan peredaran minyak curah di masyarakat.
Ketika pandemi melandai menjadi harapan para pengusaha warteg untuk kembali reborn. Baru hendak bangkit dari tidurnya kini pengusaha warteg tersebut dibenturkan dengan harga komoditas yang sedang naik. "Kan habis terkena pandemi, kan banyak yang berhenti, dan sekarang mau usaha tapi dihantam dengan kenaikan harga, itu dilema kami," kata Mukroni.
Mengganti minyak goreng kemasan yang mahal, Pemerintah justru menukar minyak goreng kemasan dengan minyak goreng curah untuk masyarakat yang pada era Kementerian Perdagangan sebelumnya hendak dihilangkan dengan alasan kesehatan. Dokter Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen mengatakan sebetulnya mengonsumsi makanan dengan minyak kemasan saja sudah kurang baik untuk kesehatan, apalagi pemerintah menyarankan masyarakat bawah untuk mengonsumsi minyak curah melalui pemberian subsidi seharga Rp14.000.
"Kita tidak pernah tahu minyak curah itu dari mana asal usulnya, sampai hari ini belum ada yang menguraikan komposisinya di laboratorium," ujarnya kepada MNC Portal.
Selain itu jika masyarakat menggunakan minyak goreng yang digunakan berkali-kali juga berdampak buruk pada kesehatan. Minyak tersebut dikatakan sudah rusak karena titik didihnya sudah terlampaui.
Tan Shot Yen menjelaskan minyak goreng merupakan produk ultra proses, bukan hanya di produksi secara teknologi, tapi juga melalui proses penjernihan berulang dan rafinasi. Selain itu makanan yang di goreng juga menghasilkan senyawa yang berbahaya untuk tubuh manusia.
"Misalnya motor saja, menggunakan oli bekas atau oli yang sudah digunakan sebelum bagaimana dampaknya kepada mesin? Bagaimana tubuh manusia jika mengonsumsi minyak yang sudah digunakan sebelumnya," kata Tan Shot Yen saat dihubungi MNC Portal secara terpisah, Selasa (22/3/2022).
Jika produk yang digoreng adalah produk nabati muncul akrilamida yang berbahaya untuk kesehatan. Sedangkan produk yang digoreng oleh hewani, maka akan muncul polisklik aromatic hidrokarbonnya dan senyawa amines.
Tan Shot Yen menjelaskan keduanya jika di konsumsi rutin dalam berbagai jenis makanan lambat laun berisiko karisnogenik, atau senyawa yang bisa menyebabkan kanker dalam tubuh manusia.
"Itu risiko kanker di depan mata, risiko penyakit stroke, hipertensi, diabetes didepan mata, terus kalau masyarakat sakit yang rugi siapa," pungkas Tan Shot Yen.
Kebijakan pemerintah melepaskan minyak curah bahkan di subsidi disaat harga minyak kemasan tinggi terkesan mengabaikan faktor kesehatan masyarakat kecil. Sebab pada periode sebelumnya minyak curah baru berniat menghentikan peredaran minyak curah di masyarakat.