Rakerwil, Asosiasi Logistik dan Forwarder Sulsel Bahas Solar dan ODOL
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), membeberkan sejumlah tantangan yang dihadapi di kuartal pertama tahun 2022 ini, yaitu terkait Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan regulasi Over Dimension dan Overloading (ODOL).
Hal itu dipaparkan ALFI dalam Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Sulselbar bertema 'Peran Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi Berbasis Digitalisasi dan Reformasi Birokrasi Transportasi', bertempat di Hotel Claro Makassar, Rabu (23/3/2022).
Pada kesempatan tersebut, Ketua ALFI Sulselbar, Syaifuddin Syahrudi menjelaskan, berbagai program digagas untuk memangkas biaya logistik, tapi di sisi lain masih terdapat banyak persoalan yang dihadapi para pengusaha logistik, termasuk terkait akses terhadap solar dan aturan ODOL.
Terkait solar yang selama empat pekan belakangan ini menghambat produktivitas pengusaha logistik , Pemerintah dan semua pihak yang berwenang dalam pengelolaan BBM jenis bersubsidi ini diharapkan melakukan langkah strategis agar masalah ini tidak berlanjut.
Ipo sapaan akrab Syaifuddin, menegaskan bahwa pihaknya tidak keberatan jika terjadi kenaikan harga solar asalkan pasokan selalu tersedia dan mudah diakses. "Terkait solar itu sudah memasuki pekan keempat, masih berlanjut, belum kelihatan apa sih yang bisa dilakukan. Bayangkan tembus Parepare ke Makassar harus tiga hari, biasanya 4-5 jam, karena kami kebanyakan mengantre," keluhnya.
Keterlambatan pengangkutan itu disebutnya akan membawa dampak sistemik pada arus logistik yang pada muaranya memicu terjadinya kenaikan harga barang atau inflasi. Terlebih menjelang bulan suci Ramadan di mana kebutuhan cenderung meningkat.
"Dengan kelangkaan solar, tanpa kami menaikkan pun, harga barang di masyarakat akan naik. Makanya kami harapkan, ada jalan keluar dari pihak terkait untuk mengatasi kelangkaan solar ini," sebut Ipo.
Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan menjelaskan konsumsi BBM jenis solar di Sulsel pada bulan Maret memang mengalami peningkatan dua kali lipat, yaitu dari 1.400 hingga 1.500 kiloliter menjadi 3.000 kiloliter per hari.
Hal itu dibarengi dengan penyaluran solar di SPBU yang sudah melampaui kuota. Sehingga permintaan ke Pertamina pun diatur agar SPBU tidak membayar selisih dari subsidi solar yang disalurkan kepada negara.
"Tidak bisa dipungkiri memang bulan Maret konsumsi meningkat dua kali lipat, hal ini bertepatan dengan kuota di SPBU yang sudah over," jelas Taufiq kepada SINDOnews, Rabu (23/3/2022).
Dia melanjutkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait kondisi antrean solar di Sulsel. Namun, hingga saat ini, Pertamina masih menunggu informasi terkait usulan untuk penambahan kuota dan sasaran dari kuota tersebut.
Pemetaan kebutuhan solar dan sasaran penerima prioritas seperti nelayan, angkutan logistik, organda, dan lain-lain, perlu dipetakan guna meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan dan lebih tepat sasaran.
"Permasalahannya kan kalau kita salurkan harus sesuai dengan kuota, berarti harus ada dari Pemda yang mengusulkan tambahan kuota . Kemudian kita petakan bersama siapa-siapa saja yang berhak, misalnya nelayan, kendaraan logistik, itu kan semua di bawah Dinas teknis terkait, nah itulah yang sampai sekarang kita tunggu perannya yang belum ada," jelas Taufiq.
Lanjut dia, terkait stok solar, saat ini masih aman. Pertamina juga menegaskan bahwa tidak ada pembatasan atau pengurangan, tapi hanya menyesuaikan dengan kuota penyaluran. "Faktanya banyak SPBU yang sudah over dari kuota, kan dak mungkin juga dia ganti kerugian kepada negara, karena kan kalau dia menyalurkan over kuota, selisihnya itu dia bayarkan ke negara," pungkasnya.
Hal itu dipaparkan ALFI dalam Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Sulselbar bertema 'Peran Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia dalam Percepatan Pemulihan Ekonomi Berbasis Digitalisasi dan Reformasi Birokrasi Transportasi', bertempat di Hotel Claro Makassar, Rabu (23/3/2022).
Pada kesempatan tersebut, Ketua ALFI Sulselbar, Syaifuddin Syahrudi menjelaskan, berbagai program digagas untuk memangkas biaya logistik, tapi di sisi lain masih terdapat banyak persoalan yang dihadapi para pengusaha logistik, termasuk terkait akses terhadap solar dan aturan ODOL.
Terkait solar yang selama empat pekan belakangan ini menghambat produktivitas pengusaha logistik , Pemerintah dan semua pihak yang berwenang dalam pengelolaan BBM jenis bersubsidi ini diharapkan melakukan langkah strategis agar masalah ini tidak berlanjut.
Ipo sapaan akrab Syaifuddin, menegaskan bahwa pihaknya tidak keberatan jika terjadi kenaikan harga solar asalkan pasokan selalu tersedia dan mudah diakses. "Terkait solar itu sudah memasuki pekan keempat, masih berlanjut, belum kelihatan apa sih yang bisa dilakukan. Bayangkan tembus Parepare ke Makassar harus tiga hari, biasanya 4-5 jam, karena kami kebanyakan mengantre," keluhnya.
Keterlambatan pengangkutan itu disebutnya akan membawa dampak sistemik pada arus logistik yang pada muaranya memicu terjadinya kenaikan harga barang atau inflasi. Terlebih menjelang bulan suci Ramadan di mana kebutuhan cenderung meningkat.
"Dengan kelangkaan solar, tanpa kami menaikkan pun, harga barang di masyarakat akan naik. Makanya kami harapkan, ada jalan keluar dari pihak terkait untuk mengatasi kelangkaan solar ini," sebut Ipo.
Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan menjelaskan konsumsi BBM jenis solar di Sulsel pada bulan Maret memang mengalami peningkatan dua kali lipat, yaitu dari 1.400 hingga 1.500 kiloliter menjadi 3.000 kiloliter per hari.
Hal itu dibarengi dengan penyaluran solar di SPBU yang sudah melampaui kuota. Sehingga permintaan ke Pertamina pun diatur agar SPBU tidak membayar selisih dari subsidi solar yang disalurkan kepada negara.
"Tidak bisa dipungkiri memang bulan Maret konsumsi meningkat dua kali lipat, hal ini bertepatan dengan kuota di SPBU yang sudah over," jelas Taufiq kepada SINDOnews, Rabu (23/3/2022).
Dia melanjutkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait kondisi antrean solar di Sulsel. Namun, hingga saat ini, Pertamina masih menunggu informasi terkait usulan untuk penambahan kuota dan sasaran dari kuota tersebut.
Pemetaan kebutuhan solar dan sasaran penerima prioritas seperti nelayan, angkutan logistik, organda, dan lain-lain, perlu dipetakan guna meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan dan lebih tepat sasaran.
"Permasalahannya kan kalau kita salurkan harus sesuai dengan kuota, berarti harus ada dari Pemda yang mengusulkan tambahan kuota . Kemudian kita petakan bersama siapa-siapa saja yang berhak, misalnya nelayan, kendaraan logistik, itu kan semua di bawah Dinas teknis terkait, nah itulah yang sampai sekarang kita tunggu perannya yang belum ada," jelas Taufiq.
Lanjut dia, terkait stok solar, saat ini masih aman. Pertamina juga menegaskan bahwa tidak ada pembatasan atau pengurangan, tapi hanya menyesuaikan dengan kuota penyaluran. "Faktanya banyak SPBU yang sudah over dari kuota, kan dak mungkin juga dia ganti kerugian kepada negara, karena kan kalau dia menyalurkan over kuota, selisihnya itu dia bayarkan ke negara," pungkasnya.
(agn)