Pertamina Tomboki Solar Rp7.800 per Liter, Perlu Ada Kompensasi Berbasis Regulasi
loading...
A
A
A
"Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno.
Pemerintah telah meminta Pertamina dan PLN untuk menahan harga jual BBM dan tarif listrik pada 2020 dan 2021. Untuk itu, pemerintah harus membayar kompensasi total Rp109 triliun ke dua BUMN itu. "Secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban Rp 109 triliun. Ini sampai akhir 2021," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Senin (28/3).
Sepanjang 2020, kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah karena menahan kenaikan harga BBM dan tarif listrik adalah Rp63,8 triliun. Pemerintah mencicil di tahun berikutnya sebesar Rp47,9 triliun. Khusus BBM masih ada sisa yang harus dibayarkan sebesar Rp15,9 triliun.
Kemudian pada 2021, harga kembali ditahan walaupun dari sisi global mulai ada kenaikan harga minyak dunia. Hal ini akhirnya menambah jumlah kompensasi yang harus dibayarkan sebesar Rp93,1 triliun. Total kompensasi yang harus dibayarkan saat ini adalah Rp109 triliun, meliputi Rp84,4 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik.
Nicke sebelumnya meminta dukungan DPR dan pemangku kepentingan lain di saat kondisi Pertamina tengah mendapat tekanan dari berbagai sisi, terutama untuk bisnis hilir. Munculnya kelangkaan solar subsidi adalah contoh nyata dari tekanan eksternal yang membuat Pertamina pada akhirnya juga ikut tertekan.
Nicke mengatakan, di tengah tekanan berat akibat kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut, perusahaan harus tetap menjaga ketahanan stok BBM jenis solar selama 21 hari. "Tapi untuk menjaga stok 21 hari ini, Pertamina harus menaruh USD6 miliar. Jadi cukup besar bagi cash flow kita untuk menjaga ketahanan suplai ini," jelasnya.
Lihat Juga: Elnusa Petrofin Dukung Ketahanan Energi Pertamina Patra Niaga Saat Satgas Nataru 2024/2025
Pemerintah telah meminta Pertamina dan PLN untuk menahan harga jual BBM dan tarif listrik pada 2020 dan 2021. Untuk itu, pemerintah harus membayar kompensasi total Rp109 triliun ke dua BUMN itu. "Secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban Rp 109 triliun. Ini sampai akhir 2021," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, di Jakarta, Senin (28/3).
Sepanjang 2020, kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah karena menahan kenaikan harga BBM dan tarif listrik adalah Rp63,8 triliun. Pemerintah mencicil di tahun berikutnya sebesar Rp47,9 triliun. Khusus BBM masih ada sisa yang harus dibayarkan sebesar Rp15,9 triliun.
Kemudian pada 2021, harga kembali ditahan walaupun dari sisi global mulai ada kenaikan harga minyak dunia. Hal ini akhirnya menambah jumlah kompensasi yang harus dibayarkan sebesar Rp93,1 triliun. Total kompensasi yang harus dibayarkan saat ini adalah Rp109 triliun, meliputi Rp84,4 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik.
Nicke sebelumnya meminta dukungan DPR dan pemangku kepentingan lain di saat kondisi Pertamina tengah mendapat tekanan dari berbagai sisi, terutama untuk bisnis hilir. Munculnya kelangkaan solar subsidi adalah contoh nyata dari tekanan eksternal yang membuat Pertamina pada akhirnya juga ikut tertekan.
Nicke mengatakan, di tengah tekanan berat akibat kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut, perusahaan harus tetap menjaga ketahanan stok BBM jenis solar selama 21 hari. "Tapi untuk menjaga stok 21 hari ini, Pertamina harus menaruh USD6 miliar. Jadi cukup besar bagi cash flow kita untuk menjaga ketahanan suplai ini," jelasnya.
Lihat Juga: Elnusa Petrofin Dukung Ketahanan Energi Pertamina Patra Niaga Saat Satgas Nataru 2024/2025
(fai)