Ekonomi Rusia di Ambang Kehancuran? Proyeksi Resmi Pemerintah Bocor

Selasa, 10 Mei 2022 - 10:05 WIB
loading...
Ekonomi Rusia di Ambang Kehancuran? Proyeksi Resmi Pemerintah Bocor
Ekonomi Rusia telah jatuh ke dalam krisis terburuknya selama hampir tiga dekade usai negara itu dihantam oleh sanksi Barat. Hal ini terungkap dalam salinan proyeksi Kremlin. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Ekonomi Rusia telah jatuh ke dalam krisis terburuknya selama hampir tiga dekade usai negara itu dihantam oleh sanksi Barat . Hal ini terungkap dalam salinan proyeksi Kremlin.

Seperti dilansir The Telegraph, Kementerian Keuangan Rusia memperkirakan, penurunan PDB tahun ini mencapai 12% untuk menjadi kontraksi terbesar sejak 1994 ketika bergeser ke arah kapitalisme di bawah Boris Yeltsin, Presiden pertama pasca-Soviet.



Dalam dokumen yang sama, Kementerian Keuangan Rusia mengharapkan, ekonomi tumbuh 1,3% pada 2023, 4,6% pada 2024 dan 2,8% pada 2025. Namun, dalam skenario konservatif, ekonomi terlihat masih kontraksi 1,1% di tahun depan.

Keruntuhan Rusia akan menghapus sekitar satu dekade pertumbuhan ekonomi. Kebocoran proyeksi pemerintah diyakini akan menambah tekanan pada Vladimir Putin, yang pada awal pekan kemarin memimpin parade Hari Kemenangan tahunan Rusia yang menandai berakhirnya Perang Dunia II di Eropa.

Rusia sendiri seperti diketahui telah dihantam oleh beragam sanksi berat setelah invasi ke Ukraina, yang akan ditingkatkan lebih lanjut ketika Uni Eropa (UE) membahas larangan minyak dari negari Beruang Merah itu.

Banjir sanksi ekonomi, energi hingga perdagangan telah membuat Kremlin tertatih-tatih di bayangi default setelah pekan lalu nyaris gagal membayar utang luar negeri untuk pertama kalinya sejak revolusi Bolshevik seabad yang lalu.

Kremlin belum mengeluarkan prospek ekonomi ke publik, tetapi angka kementerian keuangan yang dilihat oleh Bloomberg lebih pesimistis daripada perkiraan bank sentral tentang kontraksi antara 8% dan 10% tahun ini.

Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan penurunan ekonomi Rusia hingga 8,5%. Angka-angka mengerikan mencuat saat Putin muncul di parade Hari Kemenangan di Moskow.

Presiden tidak menggunakan pidato untuk secara resmi menyatakan perang melawan Ukraina atau mengumumkan mobilisasi skala besar, namun Putin terus menyebut konflik Ukraina sebagai "operasi khusus".

Seorang analis di Evercore, Krishna Guha mengatakan, bahwa Putin "waspada dengan risiko dukungan domestik terkait perang melalui wajib militer massal".

Sementara itu, para pejabat Eropa terkunci dalam pembicaraan tentang bagaimana melanjutkan larangan pembelian minyak dan gas Rusia yang masih terus diperdebatkan.

Komisi Eropa dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menawarkan lebih banyak uang kepada negara-negara Eropa timur yang terkurung daratan untuk membangun dukungan bagi embargo minyak, yang menghadapi tentangan keras dari Hongaria.

Inggris dan AS telah bersumpah untuk membuang minyak Rusia, dan negara-negara Eropa juga berusaha untuk menghentikan pasokan gas dari Moskow. Bank sentral Rusia telah berulang kali memangkas suku bunga dalam beberapa pekan terakhir setelah menaikkannya pada awal konflik.

Inflasi Rusia telah melonjak menjadi 17,62% pada 15 April, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 22,6% untuk sepanjang tahun ini. Posisi itu jauh di atas target bank sentral Rusia yang hanya 4% pada tahun 2023.

Lonjakan inflasi telah membuat bank sentral Rusia menaikkan suku bunga menjadi 20% dari 9,5% pada akhir Februari silam. Ini menjadi langkah darurat, yang menurut Gubernur Elvira Nabiullina, membantu menstabilkan mata uang rubel dan mengatasi lonjakan inflasi.

Suku bunga utama bank diturunkan menjadi 17% pada 8 April dalam langkah lain yang tidak terjadwal. Analis yang disurvei oleh Reuters sekarang memperkirakan, suku bunga turun lebih lanjut, 200 basis poin menjadi 15%, pada pertemuan penetapan suku bunga berikutnya pada hari Jumat.

Pemotongan bertujuan untuk mendorong pengeluaran, meskipun ada lonjakan inflasi menjadi 17,7%. Berbicara pada akhir April lalu, Gubernur Bank Sentral Rusia, Elvira Nabiullina memperingatkan, resesi parah, melonjaknya harga dan gejolak pada pasar tenaga kerja Rusia.

Dia mengatakan ekonomi Rusia kemungkinan akan tetap stagnan pada 2023. Angka resmi menunjukkan ekonomi Rusia tumbuh 3,7% pada kuartal pertama, tetapi Nabiullina mengatakan, ini adalah dorongan ketika orang-orang menimbun barang.

Ekonomi Rusia menyusut 3% selama 2020, tahun pertama pandemi, dan 7,8 persen pada 2009 di tengah krisis keuangan global. Survei bisnis menunjukkan aktivitas terus berkontraksi karena sanksi menyebabkan permintaan mengering.

Kondisi ini memunculkan pesimis dengan kondisi yang mereka hadapi saat mereka mengurangi tumpukan pekerjaan di tengah turunnya pesanan. Perusahaan memecat staf dan mencoba memangkas biaya saat mereka bergulat dengan inflasi yang melonjak, menurut data indeks manajer pembelian terbaru dari S&P Global.



Beberapa perusahaan pelayaran terbesar dunia memboikot Rusia, menambah tekanan inflasi dan krisis pasokan lebih lanjut di negara itu. Data survei yang dilacak oleh Goldman Sachs menunjukkan aktivitas ekonomi Rusia stabil di kisaran 10% di bawah tingkat pra-invasi.

“Secara keseluruhan, perkembangan jangka menengah akan bergantung pada seberapa efektif Rusia dapat menggantikan impor dan mengarahkan ekspor (energi),” kata analis Clemens Grafe.

Masih berdasarkan dokumen yang sama, investasi modal akan merosot 25,4%-31,8% setelah tumbuh 7,7% pada tahun 2021. Sementara pendapatan nyata yang dapat dibelanjakan, metrik yang sangat sensitif untuk Rusia, terutama dengan kenaikan harga yang mencapai standar hidup, bisa ambles 9,7% pada tahun 2022.

Di sisi lain, Bank Dunia telah memperkirakan PDB Rusia tahun 2022 kontraksi 11,2%. Ini terjadi karena sanksi Barat yang dikenakan pada bank Rusia, perusahaan milik negara, dan lembaga lainnya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5002 seconds (0.1#10.140)