Impor China dari Rusia Melonjak ke Level Tertinggi, Seruan AS Tak Digubris
loading...
A
A
A
BEIJING - Impor bulanan China atas produk Rusia termasuk energi mencapai rekor tertinggi pada bulan April 2022, saat Beijing tidak menggubris seruan Barat untuk menjauh dari Moskow sebagai respons keputusan menyerang Ukraina. Seperti diketahui Amerika Serikat (AS) beserta sekutunya telah menjatuhkan beragam sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Nilai impor dari Rusia - yang telah terkena rentetan sanksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya - naik ke level tertinggi pada bulan April 2022 dimana nilainya mencapai USD8,89 miliar setara dengan Rp128,8 triliun (Kurs Rp14.498 per USD) atau naik 56,6% dari tahun sebelumnya dan 13,3% di atas Maret. Data ini berdasarkan data Administrasi Umum Kepabeanan yang dikutip dari South China Morning Post.
Data perdagangan resmi yang dirilis pada awal pekan tidak memberikan rincian impor, tetapi sebagian besar pembelian China diyakini berupa minyak dan gas.
Tercatat China telah mengimpor 43 juta metrik ton minyak mentah pada April, dimana meningkat 6,6% dari tahun sebelumnya. Sementara total volume impor minyak mentah untuk periode Januari-April turun 4,8% menjadi 171 juta metrik ton. Namun, harga impor rata-rata 70,3% lebih tinggi dari April 2021, menurut perhitungan Post berdasarkan angka bea cukai.
Sedangkan ekspor China ke Rusia pada bulan lalu turun 25,9% dari tahun sebelumnya menjadi 3,8 miliar dolar AS, setelah turun 7,7% secara year to year di bulan Maret, seperti diperlihatkan data Bea Cukai. Angka bulan lalu yakni 0,6% lebih rendah dari Maret.
Penurunan ekspor memperlambat pertumbuhan perdagangan bilateral secara keseluruhan menjadi 17,5% pada April dari 54,9% di Januari.
Kepala Ekonom China di Nomura, Lu Ting mengatakan, penurunan itu menunjukkan "ekonomi Rusia mungkin telah jatuh lebih dalam ke wilayah kontraksi bulan lalu di tengah sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara-negara Barat".
Beijing telah menghadapi tekanan kuat untuk secara terbuka mengutuk agresi militer Rusia dan AS telah memperingatkan "konsekuensi" jika China melanggar sanksi terhadap Moskow. China telah menyerukan diplomasi dan negosiasi untuk mengakhiri perang, sambil berusaha mempertahankan hubungan perdagangan yang normal dengan Rusia dan Ukraina.
Analis mengaitkan, perbedaan antara pertumbuhan ekspor dan impor dengan kenaikan harga energi internasional dan pragmatisme dari Beijing.
Sekitar 70% minyak mentah China dibeli dari luar negeri dan tahun lalu sekitar 79,6 juta metrik ton atau 15,5% dari seluruh impor minyak mentah berasal dari Rusia.
Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics, mengatakan, kenaikan nilai impor Rusia sebagian besar dapat dijelaskan karena harga energi yang lebih tinggi.
"Kami rasa hal itu tidak menyiratkan bahwa China secara aktif meningkatkan pembelian dari negara itu (Rusia)," katanya.
Kementerian Perdagangan mengatakan bulan lalu bahwa sanksi Barat terhadap Rusia telah menyebabkan gangguan perdagangan China dengan tetangga utaranya dan beberapa bisnis China terpaksa memilih pihak.
"Kami menentang larangan atau pembatasan aktivitas perdagangan China dengan negara lain," kata juru bicara kementerian Shu Jueting saat itu.
"China akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas membela kepentingan perusahaan China," sambungnya.
Keamanan energi merupakan perhatian besar bagi Beijing dan bertekad untuk mengurangi dampak domestik dari harga internasional yang tinggi.
China telah menandatangani beberapa kesepakatan energi besar dengan Rusia pada awal Februari, ketika kedua negara berjanji untuk meningkatkan perdagangan bilateral menjadi USD200 miliar pada tahun 2024 dari USD146,9 miliar tahun lalu.
Minyak mentah Rusia menyumbang 15% dari impor China pada kuartal pertama, dan minyak mentah campuran ESPO Rusia menyumbang seperlima dari pasokan di kilang swasta di provinsi timur Shandong, seperti disampaikan Citic Futures dalam sebuah catatan seminggu yang lalu.
"Sanksi (Barat) belum berdampak pada impor, tetapi pembelian minyak mentah kilang swasta dari Rusia bisa turun pada kuartal kedua," tulis analis Citic, Gui Chenxi.
Di sisi lain Uni Eropa, yang sangat bergantung pada minyak dan gas Rusia, sekarang mempertimbangkan untuk memberlakukan larangan minyak mentah Rusia pada akhir tahun ini.
Kelompok 7 negara-negara kaya mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka akan menghapus ketergantungan pada energi Rusia, tetapi akan melakukannya dengan cara serta "waktu yang tepat serta bertahap".
Nilai impor dari Rusia - yang telah terkena rentetan sanksi oleh Amerika Serikat dan sekutunya - naik ke level tertinggi pada bulan April 2022 dimana nilainya mencapai USD8,89 miliar setara dengan Rp128,8 triliun (Kurs Rp14.498 per USD) atau naik 56,6% dari tahun sebelumnya dan 13,3% di atas Maret. Data ini berdasarkan data Administrasi Umum Kepabeanan yang dikutip dari South China Morning Post.
Data perdagangan resmi yang dirilis pada awal pekan tidak memberikan rincian impor, tetapi sebagian besar pembelian China diyakini berupa minyak dan gas.
Tercatat China telah mengimpor 43 juta metrik ton minyak mentah pada April, dimana meningkat 6,6% dari tahun sebelumnya. Sementara total volume impor minyak mentah untuk periode Januari-April turun 4,8% menjadi 171 juta metrik ton. Namun, harga impor rata-rata 70,3% lebih tinggi dari April 2021, menurut perhitungan Post berdasarkan angka bea cukai.
Sedangkan ekspor China ke Rusia pada bulan lalu turun 25,9% dari tahun sebelumnya menjadi 3,8 miliar dolar AS, setelah turun 7,7% secara year to year di bulan Maret, seperti diperlihatkan data Bea Cukai. Angka bulan lalu yakni 0,6% lebih rendah dari Maret.
Penurunan ekspor memperlambat pertumbuhan perdagangan bilateral secara keseluruhan menjadi 17,5% pada April dari 54,9% di Januari.
Kepala Ekonom China di Nomura, Lu Ting mengatakan, penurunan itu menunjukkan "ekonomi Rusia mungkin telah jatuh lebih dalam ke wilayah kontraksi bulan lalu di tengah sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara-negara Barat".
Beijing telah menghadapi tekanan kuat untuk secara terbuka mengutuk agresi militer Rusia dan AS telah memperingatkan "konsekuensi" jika China melanggar sanksi terhadap Moskow. China telah menyerukan diplomasi dan negosiasi untuk mengakhiri perang, sambil berusaha mempertahankan hubungan perdagangan yang normal dengan Rusia dan Ukraina.
Analis mengaitkan, perbedaan antara pertumbuhan ekspor dan impor dengan kenaikan harga energi internasional dan pragmatisme dari Beijing.
Sekitar 70% minyak mentah China dibeli dari luar negeri dan tahun lalu sekitar 79,6 juta metrik ton atau 15,5% dari seluruh impor minyak mentah berasal dari Rusia.
Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics, mengatakan, kenaikan nilai impor Rusia sebagian besar dapat dijelaskan karena harga energi yang lebih tinggi.
"Kami rasa hal itu tidak menyiratkan bahwa China secara aktif meningkatkan pembelian dari negara itu (Rusia)," katanya.
Kementerian Perdagangan mengatakan bulan lalu bahwa sanksi Barat terhadap Rusia telah menyebabkan gangguan perdagangan China dengan tetangga utaranya dan beberapa bisnis China terpaksa memilih pihak.
"Kami menentang larangan atau pembatasan aktivitas perdagangan China dengan negara lain," kata juru bicara kementerian Shu Jueting saat itu.
"China akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara tegas membela kepentingan perusahaan China," sambungnya.
Keamanan energi merupakan perhatian besar bagi Beijing dan bertekad untuk mengurangi dampak domestik dari harga internasional yang tinggi.
China telah menandatangani beberapa kesepakatan energi besar dengan Rusia pada awal Februari, ketika kedua negara berjanji untuk meningkatkan perdagangan bilateral menjadi USD200 miliar pada tahun 2024 dari USD146,9 miliar tahun lalu.
Minyak mentah Rusia menyumbang 15% dari impor China pada kuartal pertama, dan minyak mentah campuran ESPO Rusia menyumbang seperlima dari pasokan di kilang swasta di provinsi timur Shandong, seperti disampaikan Citic Futures dalam sebuah catatan seminggu yang lalu.
"Sanksi (Barat) belum berdampak pada impor, tetapi pembelian minyak mentah kilang swasta dari Rusia bisa turun pada kuartal kedua," tulis analis Citic, Gui Chenxi.
Di sisi lain Uni Eropa, yang sangat bergantung pada minyak dan gas Rusia, sekarang mempertimbangkan untuk memberlakukan larangan minyak mentah Rusia pada akhir tahun ini.
Kelompok 7 negara-negara kaya mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka akan menghapus ketergantungan pada energi Rusia, tetapi akan melakukannya dengan cara serta "waktu yang tepat serta bertahap".
(akr)