KPPU Telusuri Perubahan Aturan BPOM Soal Galon Isi Ulang

Rabu, 11 Mei 2022 - 22:46 WIB
loading...
KPPU Telusuri Perubahan...
Persoalan kandungan BPA dalam galon isi ulang masih berlangsung. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Persoalan pelabelan bisfenol A ( BPA ) dalam industri air minuman dalam kemasan masih terus bergulir. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) akan menelusuri apakah ada pihak yang diuntungkan oleh revisi kebijakan Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang menambahkan pasal terkait kewajiban label "Potensi Mengandung BPA untuk galon berbahan Polikarbonat (PC)".



“Kita kan bisa menelisik nanti apakah ada pihak-pihak yang diuntungkan dari revisi kebijakan BPOM ini. Kalau kita lihat di pasar, hampir semua air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat. Yang berbahan PET bisa dihitung dengan jari,” ujar Direktur AdvokasiKebijakan Publik KPPU AbdulHakimPasaribu, dikutip Rabu (11/5/2022).

Dia mengatakan KPPU ingin memastikan apakah revisi kebijakan BPOM itu dari aspek teknis memang betul-betul dibutuhkan atau memang ada sesuatu unsur sebab-musabab di balik peraturan tersebut. KPPU sendiri membutuhkan masukan dari para pakar di bidang ini.

"Kami kan tidak memiliki keahlian di bidang kimia terkait dengan isu ini. Kalau dilihat dari berita-berita banyak ahli yang menyatakan bahwa selama ini galon guna ulang itu aman-aman saja. Memang semua bahan kemasan itu pasti mengandung bahan kimia, tapi kan ada batasan-batasan yang diperbolehkan,” ucapnya.

KPPU juga akan menanyakan kepada BPOM kenapa pelabelan itu hanya ditujukan untuk galon guna ulang saja mengingat bahan kimia yang ada di galon sekali pakai berbahan PET juga mengandung bahan kimia berbahaya. Begitu pula kemasan pangan lainnya. “Apakah galon sekali pakai PET tidak perlu diatur? Itu kan perlu kita lihat juga. Kemudian polikarbonat juga bukan hanya di galon guna ulang, tapi juga di kemasan-kemasan pangan lainnya juga ada. Kenapa itu tidak diatur juga, itu kan perlu kita lihat pandangan pandangan ahli kimia,” katanya.

Menurut Hakim, KPPU akan mengawasi mengawasi jangan sampai kebijakan ini membuat distorsi pasar ataupun ditunggangi pihak tertentu. Dia juga mengatakan, sebagian besar industri saat ini masih menggunakan galon guna ulang yang berbahan polikarbonat dan satu perusahaan saja yang tidak.

"Seharusnya yang dilihat itu kan yang mayoritas industri terlebih dahulu,” tukasnya.



Sebelumnya, Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring Ardyarini, mengatakan selain berkoordinasi dengan BPOM, KPPU juga akan melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar atau ahlinya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Pelaku usaha juga akan diundang jika memang nantinya diperlukan untuk memetakan mengenai struktur industri dan bagaimana persaingan di industri tersebut.

“Jadi, kita ingin melihat di situ secara komprehensif bagaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya.

Dia mengatakan daftar pemeriksaan yang dilakukan KPPU terhadap revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu ada 4. Pertama, untuk mengidentifikasi apakah di dalam revisi peraturan tersebut ada potensi pengaturan oleh pelaku usaha. Kedua, untuk mengidentikasi apakah ada pengaturan terkait pembatasan pasokan atau jumlah pelaku usaha. Ketiga, untuk mengidentifikasi apakah pengaturan tersebut berpotensi membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha. Keempat, mengidentifikasi apakah peraturan yang disusun memfasilitasi penguatan pasar atau posisi dominan dari pelaku usaha tertentu.

Kata Marcellina, pelaku usaha ada banyak yang terkait, ada pelaku usaha yang memproduksi botol dan galon sekali pakai berbahan PET dan ada yang menggunakan galon guna ulang berbahan PC.



“Jadi, kalau kami lihat ada kemungkinan bahwa regulasi BPOM ini nanti akan merusak iklim persaingan. Ini dapat disimpulkan dari identifikasi yang ketiga bahwa ada kemungkinan dengan adanya pelabelan itu, berpengaruh dengan membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha tertentu,” katanya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1157 seconds (0.1#10.140)