India Larang Ekspor Gandum, Pengusaha Terpaksa Naikkan Harga Mi, Roti hingga Biskuit

Jum'at, 20 Mei 2022 - 19:36 WIB
loading...
India Larang Ekspor Gandum, Pengusaha Terpaksa Naikkan Harga Mi, Roti hingga Biskuit
Larangan ekspor gandum India bisa memicu kenaikan harga makanan berbahan baku gandum seperti mi dan roti. Foto/pexels/pixabay
A A A
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyatakan kebijakan India melarang ekspor gandum menjadi pukulan berat bagi industri makanan.

Pasalnya, saat ini India tengah menjadi harapan Indonesia untuk mendapatkan gandum lantaran impor gandum dari Ukraina juga terkendala konflik Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung hampir tiga bulan.

"Begitu ada larangan India, langsung terjadi kenaikan harga lagi yang melonjak kira-kira 6% dari harga gandum dunia dan ini merupakan pukulan yang cukup berat bagi industri makanan pengguna gandum," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Jumat (20/5/2022).



Menurut dia, industri makanan sudah mulai terpukul sejak bahan baku makanan mengalami kenaikan mulai akhir tahun 2021 hingga awal 2022. Ditambah lagi dengan adanya perang Rusia-Ukraina, lalu kini ditimpa lagi dengan larangan ekspor gandum India.

"Dengan kondisi seperti ini mau tidak mau kita harus mencari alternatif dari tempat lain seperti Amerika, Kanada, Argentina, dan lainnya yang mana tentunya harganya akan jauh lebih mahal. Itu tidak bisa dihindari," tuturnya. Maka, lanjut dia, jangan heran jika ada kenaikan harga produk pangan seperti biskuit, roti, dan mi.



Saat ini, ungkap Adhi, para pengusaha makanan khususnya pengguna gandum tengah berupaya berinovasi memanfaatkan bahan baku lain seperti tepung tapioka, sagu, sorgum, dan lainnya.

Namun, tetap saja bahan utama yakni gandum tetap harus ada meskipun takarannya tidak banyak seperti kondisi normal.

"Saat ini sudah banyak perusahaan yang melakukan inovasi-inovasi untuk menggantikan sebagian terigu. Karena sifat tepung itu kan berbeda-beda, tidak bisa 100% digantikan. Karena kalau kita mempertahankan mutu, tentunya harus ada keterbatasan. Tapi saya tahu sudah banyak perusahaan yang melakukan substitusi apakah itu dengan tapioka, sagu, sorgum," bebernya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1767 seconds (0.1#10.140)