Harga Minyak Dunia Bisa Kembali Melandai, Ini Lima Kuncinya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Arcandra Tahar menyatakan bahwa secara logika jika ada faktor-faktor yang bisa menaikkan harga minyak dunia , tentu ada juga yang bisa menurunkannya, dengan asumsi perang Rusia-Ukraina tetap berlagsung. Menurut mantan Menteri ESDM itu, ada lima faktor yang bisa membuat harga minyak dunia kembali turun.
"Pertama, negosiasi masalah nuklir Iran mencapai titik temu, sehingga sanksi yang diberlakukan selama ini bisa dicabut. Dengan dicabutnya sanksi ini, suplai minyak dunia bisa bertambah paling tidak sebesar 2,5 juta bpd atau sekitar 2,5% kebutuhan dunia," kata Arcandra dikutip dari akun Instagramnya, Senin (20/6/2022).
Menurut Arcandra, pengurangan suplai minyak Rusia yang diperuntukkan bagi ekspor sebesar 4 juta bpd bisa diatasi sebagian besar dari Iran. Sisanya bisa didapat dari peningkatan produksi dari lapangan minyak di Arab Saudi, Kuwait, dan UAE.
Kedua, sanksi ekonomi yang selama ini diberlakukan terhadap Venezuela bisa dicabut sebagian, terutama yang menyangkut kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Pasalnya, Venezuela punya cadangan minyak terbesar di dunia melebihi Arab Saudi.
Memang tidah mudah untuk mengaktifkan kembali lapangan-lapangan minyak yang sudah lama ditinggalkan. Selain memerlukan waktu panjang juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Paling tidak pencabutan sanksi ini memberikan sinyal kepada market bahwa akan ada potensi suplai yang bisa menggantikan minyak Rusia.
"Ketiga, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat naiknya berbagai macam harga komoditas yang menyumbang pada inflasi tinggi. Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat mengalami inflasi yang diluar dugaan mereka. Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi ini kebutuhan terhadap migas akan turun sehingga dapat mendorong harga minyak juga bisa turun," tambah Arcandra.
Keempat, perusahaan-perusahaan minyak dunia mempercepat penggunaan teknologi dekarbonisasi, sehingga lapangan-lapangan yang masih bisa ditingkatkan produksinya mampu mensyplai minyak dengan teknologi yang ramah lingkungan.
Upaya itu akan memberikan sinyal positif kepada pressure group yang selama ini menyuarakan keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan. Inisiatif-inisiatif migas yang ramah lingkungan diperlukan agar kebutuhan minyak selama masa transisi bisa dipenuhi sehingga harga tidak bergejolak.
Kelima, mempercepat produksi biofuel dengan feedstock (bahan baku) yang tidak bersaing dengan bahan makanan. Dengan segala tantangan yang ada, memang tidak mudah untuk mewujudkan biofuel sebagai pengganti fossil fuel. Paling tidak usaha ini harus terus-menerus dicarikan terobosan agar tantangan dari segi bahan baku dan harga bisa teratasi. Alternatif akan adanya biofuel yang bisa mensubstitusi fossil fuel diharapkan bisa menstabilkan harga minyak dunia.
"Dari lima faktor diatas, terlihat bahwa tidak mudah mencarikan jalan keluar agar harga minyak bisa stabil pada angka yang wajar. Inilah dunia energi yang berkelindan antara teknologi, komersial dan geopolitik. Tidak bisa hanya memakai kacamata yang sempit," tandas Arcandra.
"Pertama, negosiasi masalah nuklir Iran mencapai titik temu, sehingga sanksi yang diberlakukan selama ini bisa dicabut. Dengan dicabutnya sanksi ini, suplai minyak dunia bisa bertambah paling tidak sebesar 2,5 juta bpd atau sekitar 2,5% kebutuhan dunia," kata Arcandra dikutip dari akun Instagramnya, Senin (20/6/2022).
Menurut Arcandra, pengurangan suplai minyak Rusia yang diperuntukkan bagi ekspor sebesar 4 juta bpd bisa diatasi sebagian besar dari Iran. Sisanya bisa didapat dari peningkatan produksi dari lapangan minyak di Arab Saudi, Kuwait, dan UAE.
Kedua, sanksi ekonomi yang selama ini diberlakukan terhadap Venezuela bisa dicabut sebagian, terutama yang menyangkut kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Pasalnya, Venezuela punya cadangan minyak terbesar di dunia melebihi Arab Saudi.
Memang tidah mudah untuk mengaktifkan kembali lapangan-lapangan minyak yang sudah lama ditinggalkan. Selain memerlukan waktu panjang juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Paling tidak pencabutan sanksi ini memberikan sinyal kepada market bahwa akan ada potensi suplai yang bisa menggantikan minyak Rusia.
"Ketiga, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat naiknya berbagai macam harga komoditas yang menyumbang pada inflasi tinggi. Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat mengalami inflasi yang diluar dugaan mereka. Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi ini kebutuhan terhadap migas akan turun sehingga dapat mendorong harga minyak juga bisa turun," tambah Arcandra.
Keempat, perusahaan-perusahaan minyak dunia mempercepat penggunaan teknologi dekarbonisasi, sehingga lapangan-lapangan yang masih bisa ditingkatkan produksinya mampu mensyplai minyak dengan teknologi yang ramah lingkungan.
Upaya itu akan memberikan sinyal positif kepada pressure group yang selama ini menyuarakan keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan. Inisiatif-inisiatif migas yang ramah lingkungan diperlukan agar kebutuhan minyak selama masa transisi bisa dipenuhi sehingga harga tidak bergejolak.
Kelima, mempercepat produksi biofuel dengan feedstock (bahan baku) yang tidak bersaing dengan bahan makanan. Dengan segala tantangan yang ada, memang tidak mudah untuk mewujudkan biofuel sebagai pengganti fossil fuel. Paling tidak usaha ini harus terus-menerus dicarikan terobosan agar tantangan dari segi bahan baku dan harga bisa teratasi. Alternatif akan adanya biofuel yang bisa mensubstitusi fossil fuel diharapkan bisa menstabilkan harga minyak dunia.
Baca Juga
"Dari lima faktor diatas, terlihat bahwa tidak mudah mencarikan jalan keluar agar harga minyak bisa stabil pada angka yang wajar. Inilah dunia energi yang berkelindan antara teknologi, komersial dan geopolitik. Tidak bisa hanya memakai kacamata yang sempit," tandas Arcandra.
(uka)