Pendapatan Petani di Jepang dengan Petani di Indonesia, Antara Bumi dan Langit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendapatan petani Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain masih terlihat miris. Misalnya saja dengan Jepang . Salah satu yang membedakan adalah teknologi pertanian yang digunakan.
Meskipun Indonesia termasuk negara yang masih bergantung pada sektor agraris namun kemajuan pertanian di Indonesia masih tergolong lambat. Bahkan beberapa kali harus impor beras dari luar negeri.
Baca juga : Kementan: Pertanian Cerdas Iklim Tingkatkan Pendapatan Petani
Sementara untuk Jepang yang sudah merupakan negara maju di bidang industri ini bisa menyokong pertanian melalui teknologi yang dikembangkannya sendiri. Jepang memang dikenal sebagai negara yang selalu fokus pada semua hal yang dikerjakannya, termasuk juga pada sektor pertanian.
Melansir dari The Tokyo Foundation for Policy Research, nilai tambah tahunan di sektor pertanian Jepang bisa mencapai 4,6 triliun yen (sekitar Rp500 triliun). Ada pula anggaran dari pemerintah untuk pertanian sebesar 2,2 triliun yen (lebih dari Rp200 triliun). Hal ini memang tergolong lebih tinggi dari pada apa yang didapat oleh petani Indonesia.
Sementara itu dari laman resmi Kementrian Keuangan, total anggaran dari pemerintah Indonesia untuk sektor pertanian adalah sebesar Rp 192 triliun, yang tercatat dalam total belanja APBN 2021 oleh Kementerian Keuangan.
Tidak hanya dari segi anggaran, Jepang juga mendukung pertanian dengan banyak melakukan penelitian dalam hal hasil pertanian. Sehingga petani di Jepang dikenal tidak asal asalan namun juga bisa menghasilkan produk yang terbaik. Tak heran jika kita sering menemukan hasil pertanian Jepang yang dijual dengan harga yang fantastis.
Contoh untuk buah yang dihargai mahal adalah anggur yang bisa mencapai Rp 57 juta hanya untuk satu tangkai. Atau melon yang harganya bisa mencapai Rp 1,3 juta, dan bahkan pernah terjual seharga Rp 395 juta untuk 2 buah melon.
Baca juga : Jokowi Yakin Model Bisnis Food Estate Bisa Dongkrak Pendapatan Petani
Petani Indonesia sampai saat ini justru masih direpresentasikan sebagai profesi untuk orang yang kurang mampu. Meskipun beberapa bantuan dari pemerintah telah diberikan, seperti traktor untuk kelompok tani dan subsidi pupuk. Kurangnya tenaga ahli dalam pertanian menjadi masalah di Indonesia.
Meskipun Indonesia termasuk negara yang masih bergantung pada sektor agraris namun kemajuan pertanian di Indonesia masih tergolong lambat. Bahkan beberapa kali harus impor beras dari luar negeri.
Baca juga : Kementan: Pertanian Cerdas Iklim Tingkatkan Pendapatan Petani
Sementara untuk Jepang yang sudah merupakan negara maju di bidang industri ini bisa menyokong pertanian melalui teknologi yang dikembangkannya sendiri. Jepang memang dikenal sebagai negara yang selalu fokus pada semua hal yang dikerjakannya, termasuk juga pada sektor pertanian.
Melansir dari The Tokyo Foundation for Policy Research, nilai tambah tahunan di sektor pertanian Jepang bisa mencapai 4,6 triliun yen (sekitar Rp500 triliun). Ada pula anggaran dari pemerintah untuk pertanian sebesar 2,2 triliun yen (lebih dari Rp200 triliun). Hal ini memang tergolong lebih tinggi dari pada apa yang didapat oleh petani Indonesia.
Sementara itu dari laman resmi Kementrian Keuangan, total anggaran dari pemerintah Indonesia untuk sektor pertanian adalah sebesar Rp 192 triliun, yang tercatat dalam total belanja APBN 2021 oleh Kementerian Keuangan.
Tidak hanya dari segi anggaran, Jepang juga mendukung pertanian dengan banyak melakukan penelitian dalam hal hasil pertanian. Sehingga petani di Jepang dikenal tidak asal asalan namun juga bisa menghasilkan produk yang terbaik. Tak heran jika kita sering menemukan hasil pertanian Jepang yang dijual dengan harga yang fantastis.
Contoh untuk buah yang dihargai mahal adalah anggur yang bisa mencapai Rp 57 juta hanya untuk satu tangkai. Atau melon yang harganya bisa mencapai Rp 1,3 juta, dan bahkan pernah terjual seharga Rp 395 juta untuk 2 buah melon.
Baca juga : Jokowi Yakin Model Bisnis Food Estate Bisa Dongkrak Pendapatan Petani
Petani Indonesia sampai saat ini justru masih direpresentasikan sebagai profesi untuk orang yang kurang mampu. Meskipun beberapa bantuan dari pemerintah telah diberikan, seperti traktor untuk kelompok tani dan subsidi pupuk. Kurangnya tenaga ahli dalam pertanian menjadi masalah di Indonesia.