Ada Celah Penghindaran Pajak dalam Transaksi Digital Lintas Batas, Ini Solusinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan digitalisasi industri telah menimbulkan model transaksi baru dalam sistem perdagangan saat ini dan kondisi ini menimbulkan persoalan dalam perpajakan internasional.
Praktik penghindaran pajak atau tax avoidance pun kerap terjadi dengan memanfaatkan celah regulasi yang ada. Untuk diketahui, penghindaran pajak merupakan upaya wajib pajak yang memanfaatkan celah hukum dengan tujuan memperkecil pajak yang harus dibayarkan atau meminimalkan pajak yang sah.
“Kompleksitas dalam aturan perpajakan seperti persoalan tarif pajak, penerapan aturan yang belum jelas merupakan tantangan lainnya yang harus dihadapi dalam transaksi digital lintas batas ini,” ujar Hendri, mahasiswa program doktor bidang Ilmu Administrasi saat sidang promosi doktor di Universitas Indonesia, dikutip Kamis (23/6/2022).
Sebelumnya, promovendus Hendri berhasil mempertahankan disertasi dengan judul 'Analisis Praktik Penghindaran Pajak Penghasilan Dalam Transaksi Lintas Batas Di Indonesia' pada sidang promosi doktor bidang Ilmu Administrasi di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia, Depok, Rabu (22/6/2022).
Dalam paparan disertasinya, Hendri menjelaskan terdapat tiga bentuk skema penghindaran pajak yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Pertama, skema penghindaran Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan cara menghindari kehadiran fisik di Indonesia, melakukan fragmentasi kegiatan usaha, dan menjalankan fungsi preparatory dan auxiliary.
Kedua, dengan memanfaatkan skema pembayaran melalui media atau platform luar negeri. Ketiga, penghindaran pajak dengan melakukan praktik transfer pricing melalui skema perjanjian cost contribution terkait pengalihan aset tak berwujud di negara dengan tarif pajak rendah untuk kemudian dilisensikan ke entitas di negara lain.
Hendri mencatat selain alasan adanya celah regulasi yang memungkinkan pelaku usaha melakukan penghindaran pajak, hasil penelitian juga menunjukkan moral pelaku usaha sebagai salah satu alasan dilakukannya skema penghindaran pajak tersebut.
Pada sidang promosi doktor itu, Hendri mengungkapkan solusi untuk menjawab tantangan yang dihadapi aturan pajak internasional yang lama.
Pertama, menawarkan yurisdiksi pasar hak pemajakan baru atas perusahaan multinasional, terlepas dari ada atau tidak adanya kehadiran fisik.
Penyederhanaan konsep arm’s length principal juga dilakukan dalam Pilar Satu ini sehingga sengketa pajak juga diharapkan dapat dihindarkan.
“Kedua, menetapkan pajak minimum 15% atas laba perusahaan sehingga akan membatasi kompetisi pajak,” terang Hendri.
Praktik penghindaran pajak atau tax avoidance pun kerap terjadi dengan memanfaatkan celah regulasi yang ada. Untuk diketahui, penghindaran pajak merupakan upaya wajib pajak yang memanfaatkan celah hukum dengan tujuan memperkecil pajak yang harus dibayarkan atau meminimalkan pajak yang sah.
“Kompleksitas dalam aturan perpajakan seperti persoalan tarif pajak, penerapan aturan yang belum jelas merupakan tantangan lainnya yang harus dihadapi dalam transaksi digital lintas batas ini,” ujar Hendri, mahasiswa program doktor bidang Ilmu Administrasi saat sidang promosi doktor di Universitas Indonesia, dikutip Kamis (23/6/2022).
Sebelumnya, promovendus Hendri berhasil mempertahankan disertasi dengan judul 'Analisis Praktik Penghindaran Pajak Penghasilan Dalam Transaksi Lintas Batas Di Indonesia' pada sidang promosi doktor bidang Ilmu Administrasi di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia, Depok, Rabu (22/6/2022).
Dalam paparan disertasinya, Hendri menjelaskan terdapat tiga bentuk skema penghindaran pajak yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Pertama, skema penghindaran Bentuk Usaha Tetap (BUT) dengan cara menghindari kehadiran fisik di Indonesia, melakukan fragmentasi kegiatan usaha, dan menjalankan fungsi preparatory dan auxiliary.
Kedua, dengan memanfaatkan skema pembayaran melalui media atau platform luar negeri. Ketiga, penghindaran pajak dengan melakukan praktik transfer pricing melalui skema perjanjian cost contribution terkait pengalihan aset tak berwujud di negara dengan tarif pajak rendah untuk kemudian dilisensikan ke entitas di negara lain.
Hendri mencatat selain alasan adanya celah regulasi yang memungkinkan pelaku usaha melakukan penghindaran pajak, hasil penelitian juga menunjukkan moral pelaku usaha sebagai salah satu alasan dilakukannya skema penghindaran pajak tersebut.
Pada sidang promosi doktor itu, Hendri mengungkapkan solusi untuk menjawab tantangan yang dihadapi aturan pajak internasional yang lama.
Pertama, menawarkan yurisdiksi pasar hak pemajakan baru atas perusahaan multinasional, terlepas dari ada atau tidak adanya kehadiran fisik.
Penyederhanaan konsep arm’s length principal juga dilakukan dalam Pilar Satu ini sehingga sengketa pajak juga diharapkan dapat dihindarkan.
“Kedua, menetapkan pajak minimum 15% atas laba perusahaan sehingga akan membatasi kompetisi pajak,” terang Hendri.
(ind)