Minyakita Kurang Diminati Pengusaha, GIMNI: Sudah 7 Kali Mendag Diganti Gagal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah merilis minyak goreng curah kemasan sederhana dengan merek Minyakita. Menteri Perdagangan ( Mendag ) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengharapkan Minyakita ini bisa membantu memenuhi kebutuhan minyak goreng masyarakat.
Namun, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga justru tak yakin banyak produsen yang berminat investasi pada program ini. Dia mengatakan, hal itu karena produsen harus tambah investasi mesin dan sebagainya.
"Untuk bisa produksi minyak goreng sesuai kebutuhan rakyat (khususnya produk Minyakita) itu tidak mudah. Butuh mesin. Memangnya setelah di suruh pemerintah produsen langsung bikin mesinnya? Sudah 7 kali Mendag di ganti gagal Minyakita ini. Ada yang investasi, tiba-tiba nggak jadi," ujar Sahat kepada awak media usai peluncuran Minyakita di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Kemudian, terang Sahat, kemasan plastik Minyakita yang sudah ia lihat juga kurang begitu menarik dan plastiknya mudah pecah. “Ada 2 altenatif packing yang pillow-pack ini bisa banyak bocor atau pecah bila ditumpuk banyak di dalam kardus. Terus secara marketing coba kalian lihat, bagaimana? Bagus tidak itu? Saya sedih lihatnya," tuturnya.
Agar pengusaha lebih tertarik, menurut Sahat, pemerintah harus turun tangan. Seperti salah satunya memberikan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) selama satu sampai dua tahun pada minyak goreng curah.
"Dengan demikian harga minyak goreng kemasan bisa lebih rendah dari harga minyak goreng curah yang sebesar Rp 14.000 per liter, sehingga akan menarik orang untuk investasi," paparnya.
Lebih lanjut Sahat menerangkan, pemerintah tidak punya kekuatan pada sektor produksi. Yang punya hal itu adalah swasta, namun pemerintah punya kekuatan di regulasi.
"Pemerintah hanya punya kemampuan regulasi, tapi secara fisik dia tidak punya kekuatan, semua kekuatan ada di swasta. Nah bagaimana regulasi itu agar pemerintah bisa menguasai. Pemerintah harus ada counter failing power, itulah sarana pemerintah mengontrol. Kalau dikasih ke swasta, 2 bulan lagi hilang," cetusnya.
Terakhir, dia menyoroti soal sistem promosi Minyakita kepada masyarakat. Sebab, ia tak yakin merek Minyakita ini akan terkenal dan banyak dikonsumsi masyarakat jika tidak dipromosikan jor-joran.
"Terus ini yang mau promosiin siapa?. Gambarannya, kalau brand ternama nggak dipromosiin, memang laku? Enggak kan? Lalu siapa yang mau promosiin Minyakita? Produsen? Boro-boro," tandas Sahat.
Namun, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga justru tak yakin banyak produsen yang berminat investasi pada program ini. Dia mengatakan, hal itu karena produsen harus tambah investasi mesin dan sebagainya.
"Untuk bisa produksi minyak goreng sesuai kebutuhan rakyat (khususnya produk Minyakita) itu tidak mudah. Butuh mesin. Memangnya setelah di suruh pemerintah produsen langsung bikin mesinnya? Sudah 7 kali Mendag di ganti gagal Minyakita ini. Ada yang investasi, tiba-tiba nggak jadi," ujar Sahat kepada awak media usai peluncuran Minyakita di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Kemudian, terang Sahat, kemasan plastik Minyakita yang sudah ia lihat juga kurang begitu menarik dan plastiknya mudah pecah. “Ada 2 altenatif packing yang pillow-pack ini bisa banyak bocor atau pecah bila ditumpuk banyak di dalam kardus. Terus secara marketing coba kalian lihat, bagaimana? Bagus tidak itu? Saya sedih lihatnya," tuturnya.
Agar pengusaha lebih tertarik, menurut Sahat, pemerintah harus turun tangan. Seperti salah satunya memberikan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) selama satu sampai dua tahun pada minyak goreng curah.
"Dengan demikian harga minyak goreng kemasan bisa lebih rendah dari harga minyak goreng curah yang sebesar Rp 14.000 per liter, sehingga akan menarik orang untuk investasi," paparnya.
Lebih lanjut Sahat menerangkan, pemerintah tidak punya kekuatan pada sektor produksi. Yang punya hal itu adalah swasta, namun pemerintah punya kekuatan di regulasi.
"Pemerintah hanya punya kemampuan regulasi, tapi secara fisik dia tidak punya kekuatan, semua kekuatan ada di swasta. Nah bagaimana regulasi itu agar pemerintah bisa menguasai. Pemerintah harus ada counter failing power, itulah sarana pemerintah mengontrol. Kalau dikasih ke swasta, 2 bulan lagi hilang," cetusnya.
Terakhir, dia menyoroti soal sistem promosi Minyakita kepada masyarakat. Sebab, ia tak yakin merek Minyakita ini akan terkenal dan banyak dikonsumsi masyarakat jika tidak dipromosikan jor-joran.
"Terus ini yang mau promosiin siapa?. Gambarannya, kalau brand ternama nggak dipromosiin, memang laku? Enggak kan? Lalu siapa yang mau promosiin Minyakita? Produsen? Boro-boro," tandas Sahat.
(akr)