'Perang' dengan Covid-19, Perusahaan Harus Ubah Strategi Bisnis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perusahaan harus bertindak cepat mengubah strategi bisnis dalam menghadapi dampak Covid-19. Mereka dituntut mengkaji lagi relevansi termasuk model bisnis dan strategi bisnisnya.
Yuswohady, pengamat pemasaran dari Inventure, mengatakan pandemi Covid-19 telah mengubah wajah dunia dan menghasilkan perubahan terbesar dalam sejarah umat manusia modern. Ekonomi dunia di ambang resesi, deglobalisasi membalik arah perdagangan global, serta banyak industri yang berguguran. Namun, di sisi lain ada pula industri yang justru menggeliat memanfaatkan momentum yang tumbuh.
“Kita akan berada di new normal dengan lanskap bisnis yang sama sekali berbeda dari sebelum pandemi. Salah satunya karena perilaku konsumen berubah ekstrem serta tuntutan protokol kesehatan yang ketat,” kata Yuswohady, pada konferensi pers virtual Indonesia Brand Forum (IBF) 2020, di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, di tengah situasi seperti ini, perusahaan harus bertindak strategis mengkaji ke dalam internal bisnisnya. Sementara dari sisi eksternal, mereka perlu mengkaji kembali ekosistem, perubahan consumer behavior, rantai pasok, dan kepentingan stakeholders lainnya. (Baca: Rusia Mengaku Siap Hidupkan Kembali Pembicaraan Israel-Palestina)
“Intinya, mereka dipaksa untuk survival, taktis melakukan recovery, dan akhirnya menciptakan growth momentum kembali. Salah satu yang dikaji adalah melihat kembali satu kekuatan asetnya, yaitu brand,” jelasnya.
Yuswohady mengatakan, dalam kondisi VUCA semacam ini, brand menjadi harta karun paling berharga yang bisa menyelamatkan dan membangun kembali brand di era kenormalan baru.
“Untuk sukses mengarungi new normal, ada tiga langkah strategis yang harus dilakukan perusahaan, bangkit (rebound), merombak total DNA dan model bisnis (reboot), kemudian terlahir kembali (reborn) menjadi brand baru yang fresh dan relevan dengan situasi baru,” ungkapnya. (Lihat videonya: Rapid Test Reaktif, Warga Isolasi Diri di Tengah Pekuburan di Sragen)
Dia menuturkan, beberapa perusahaan dengan cerdik memanfaatkan momentum untuk tumbuh semakin kuat, di antara mereka adalah perusahaan asuransi kesehatan seperti Asuransi Generali, perusahaan jamu (Acharaki Jamu), telemedicine (KlikDokter), dan logistik (Paxel).
Menurut Yuswohady, mereka benar-benar memanfaatkan momentum dengan memperluas basis pasar, meraih konsumen baru di tengah suasana pandemi ketika terjadi social distancing, mencari keamanan, dan apa yang disebut low touch economy (minimnya sentuhan fisik).
“Dalam situasi seperti sekarang, memang banyak pemilik merek yang struggling. Namun, banyak pula yang mendapatkan momentum untuk tumbuh. Persoalannya, bagaimana mereka memanfaatkan momentum ini sehingga sustainable. Ini adalah critical moment bagi sejumlah pemilik merek,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa bisnis yang mampu menerapkan low touch economy akan mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Sementara untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang mampu bertahan di tengah pandemi ini adalah UKM yang melek digital. (Baca juga: Digitalisasi Merek, Strategi Bertahan di Era new Normal)
“Di kondisi sekarang, UKM memang paling cepat kena, tetapi paling cepat bangkit. Saya yakin apalagi digital dan UKM milenial ini sudah survival. Dengan digital semua jadi ramping dan kita jadi lebih cepat bergerak,” ucapnya.
Untuk membedah lebih lengkap tiga langkah strategi di atas, digelar Indonesia Brand Forum (IBF) 2020. Ini adalah ajang bertemunya para pemilik brand untuk saling berbagi best practices di industrinya masing-masing sekaligus mendengarkan paparan para ahli serta pengamat dunia pemasaran mengenai tren-tren bisnis dan pemasaran yang wajib dicermati. Digelar pada 30 Juni sampai dengan 2 Juli 2020, IBF 2020 adalah pelaksanaan IBF yang keempat. (Oktiani Endarwati)
Yuswohady, pengamat pemasaran dari Inventure, mengatakan pandemi Covid-19 telah mengubah wajah dunia dan menghasilkan perubahan terbesar dalam sejarah umat manusia modern. Ekonomi dunia di ambang resesi, deglobalisasi membalik arah perdagangan global, serta banyak industri yang berguguran. Namun, di sisi lain ada pula industri yang justru menggeliat memanfaatkan momentum yang tumbuh.
“Kita akan berada di new normal dengan lanskap bisnis yang sama sekali berbeda dari sebelum pandemi. Salah satunya karena perilaku konsumen berubah ekstrem serta tuntutan protokol kesehatan yang ketat,” kata Yuswohady, pada konferensi pers virtual Indonesia Brand Forum (IBF) 2020, di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, di tengah situasi seperti ini, perusahaan harus bertindak strategis mengkaji ke dalam internal bisnisnya. Sementara dari sisi eksternal, mereka perlu mengkaji kembali ekosistem, perubahan consumer behavior, rantai pasok, dan kepentingan stakeholders lainnya. (Baca: Rusia Mengaku Siap Hidupkan Kembali Pembicaraan Israel-Palestina)
“Intinya, mereka dipaksa untuk survival, taktis melakukan recovery, dan akhirnya menciptakan growth momentum kembali. Salah satu yang dikaji adalah melihat kembali satu kekuatan asetnya, yaitu brand,” jelasnya.
Yuswohady mengatakan, dalam kondisi VUCA semacam ini, brand menjadi harta karun paling berharga yang bisa menyelamatkan dan membangun kembali brand di era kenormalan baru.
“Untuk sukses mengarungi new normal, ada tiga langkah strategis yang harus dilakukan perusahaan, bangkit (rebound), merombak total DNA dan model bisnis (reboot), kemudian terlahir kembali (reborn) menjadi brand baru yang fresh dan relevan dengan situasi baru,” ungkapnya. (Lihat videonya: Rapid Test Reaktif, Warga Isolasi Diri di Tengah Pekuburan di Sragen)
Dia menuturkan, beberapa perusahaan dengan cerdik memanfaatkan momentum untuk tumbuh semakin kuat, di antara mereka adalah perusahaan asuransi kesehatan seperti Asuransi Generali, perusahaan jamu (Acharaki Jamu), telemedicine (KlikDokter), dan logistik (Paxel).
Menurut Yuswohady, mereka benar-benar memanfaatkan momentum dengan memperluas basis pasar, meraih konsumen baru di tengah suasana pandemi ketika terjadi social distancing, mencari keamanan, dan apa yang disebut low touch economy (minimnya sentuhan fisik).
“Dalam situasi seperti sekarang, memang banyak pemilik merek yang struggling. Namun, banyak pula yang mendapatkan momentum untuk tumbuh. Persoalannya, bagaimana mereka memanfaatkan momentum ini sehingga sustainable. Ini adalah critical moment bagi sejumlah pemilik merek,” ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa bisnis yang mampu menerapkan low touch economy akan mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Sementara untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang mampu bertahan di tengah pandemi ini adalah UKM yang melek digital. (Baca juga: Digitalisasi Merek, Strategi Bertahan di Era new Normal)
“Di kondisi sekarang, UKM memang paling cepat kena, tetapi paling cepat bangkit. Saya yakin apalagi digital dan UKM milenial ini sudah survival. Dengan digital semua jadi ramping dan kita jadi lebih cepat bergerak,” ucapnya.
Untuk membedah lebih lengkap tiga langkah strategi di atas, digelar Indonesia Brand Forum (IBF) 2020. Ini adalah ajang bertemunya para pemilik brand untuk saling berbagi best practices di industrinya masing-masing sekaligus mendengarkan paparan para ahli serta pengamat dunia pemasaran mengenai tren-tren bisnis dan pemasaran yang wajib dicermati. Digelar pada 30 Juni sampai dengan 2 Juli 2020, IBF 2020 adalah pelaksanaan IBF yang keempat. (Oktiani Endarwati)
(ysw)