Krisis Gas, Eropa Diyakini Sulit Terhindar dari Resesi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kontraksi perekonomian Eropa tampaknya tak terhindarkan setelah pasokan gas alam dari Rusia ke blok tersebut makin menyusut. Industri berat di kawasan dipastikan menghadapi penjatahan yang sulit dalam beberapa bulan mendatang.
Seperti diketahui, raksasa gas Rusia Gazprom mengumumkan bahwa pasokan melalui pipa Nord Stream 1 akan kembali dikurangi untuk pemeliharaan turbin di sepanjang pipa. Pasokan yang sebelumnya tinggal 40% dari kapasitas pipa tersebut dipangkas lagi menjadi hanya 20% dari kapasitasnya.
Eropa yang terpukul akibat pengurangan pasokan gas tersebut bereaksi keras. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut Rusia sengaja mengobarkan "perang gas" dengan Eropa. Sementara Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck menuding alasan pemeliharaan pipa yang mengurangi pasokan itu sebagai "lelucon."
Yang pasti, hal itu menempatkan Eropa dalam situasi yang sulit di tengah inflasi yang merajalela, dan terganggunya rantai pasokan akibat perang di Ukraina. Jerman sebagai ekonomi terbesar dan pendorong pertumbuhan tradisional di Eropa memiliki alasan khusus untuk khawatir. Jerman bergantung pada gas Rusia. Hal itu diakui Menteri Habeck yang menegaskan bahwa pemerintah sangat khawatir terhadap kondisi tersebut.
"Kita memiliki situasi yang serius. Sudah waktunya bagi semua orang untuk memahami itu," saat wawancara dengan penyiar ARD, seperti dilansir CNBC, Rabu (27/7/2022).
Dia juga mengatakan bahwa Jerman harus mengurangi konsumsi gasnya. Dia mengatakan dalam skenario pasokan rendah, gas untuk industri akan dikurangi sebelum rumah pribadi atau infrastruktur penting seperti rumah sakit.
"Tentu saja ini menjadi perhatian besar, yang juga saya bagikan, bahwa ini bisa terjadi. Kemudian rantai produksi tertentu di Jerman atau Eropa tidak akan lagi berproduksi. Kami harus menghindari itu dengan semua kekuatan yang kami miliki," katanya.
Dengan beragam sanksi yang diterima Rusia sebagai tanggapan atas perangnya di Ukraina, gas dinilai menjadi salah satu senjata yang dapat digunakannya untuk melawan Eropa. Akibatnya, wilayah yang menerima sekitar 45% dari pasokan tahunannya dari Rusia ini berusaha mati-matian untuk mencari alternatif.
Kecuali jika situasinya berubah secara dramatis, para analis memperkirakan musim dingin yang sulit di masa depan untuk benua itu. "Biaya energi yang tinggi mendorong Eropa Barat menuju resesi," kata S&P Global Market Intelligence dalam sebuah laporan, Minggu.
Seperti diketahui, raksasa gas Rusia Gazprom mengumumkan bahwa pasokan melalui pipa Nord Stream 1 akan kembali dikurangi untuk pemeliharaan turbin di sepanjang pipa. Pasokan yang sebelumnya tinggal 40% dari kapasitas pipa tersebut dipangkas lagi menjadi hanya 20% dari kapasitasnya.
Eropa yang terpukul akibat pengurangan pasokan gas tersebut bereaksi keras. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut Rusia sengaja mengobarkan "perang gas" dengan Eropa. Sementara Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck menuding alasan pemeliharaan pipa yang mengurangi pasokan itu sebagai "lelucon."
Yang pasti, hal itu menempatkan Eropa dalam situasi yang sulit di tengah inflasi yang merajalela, dan terganggunya rantai pasokan akibat perang di Ukraina. Jerman sebagai ekonomi terbesar dan pendorong pertumbuhan tradisional di Eropa memiliki alasan khusus untuk khawatir. Jerman bergantung pada gas Rusia. Hal itu diakui Menteri Habeck yang menegaskan bahwa pemerintah sangat khawatir terhadap kondisi tersebut.
"Kita memiliki situasi yang serius. Sudah waktunya bagi semua orang untuk memahami itu," saat wawancara dengan penyiar ARD, seperti dilansir CNBC, Rabu (27/7/2022).
Dia juga mengatakan bahwa Jerman harus mengurangi konsumsi gasnya. Dia mengatakan dalam skenario pasokan rendah, gas untuk industri akan dikurangi sebelum rumah pribadi atau infrastruktur penting seperti rumah sakit.
"Tentu saja ini menjadi perhatian besar, yang juga saya bagikan, bahwa ini bisa terjadi. Kemudian rantai produksi tertentu di Jerman atau Eropa tidak akan lagi berproduksi. Kami harus menghindari itu dengan semua kekuatan yang kami miliki," katanya.
Dengan beragam sanksi yang diterima Rusia sebagai tanggapan atas perangnya di Ukraina, gas dinilai menjadi salah satu senjata yang dapat digunakannya untuk melawan Eropa. Akibatnya, wilayah yang menerima sekitar 45% dari pasokan tahunannya dari Rusia ini berusaha mati-matian untuk mencari alternatif.
Kecuali jika situasinya berubah secara dramatis, para analis memperkirakan musim dingin yang sulit di masa depan untuk benua itu. "Biaya energi yang tinggi mendorong Eropa Barat menuju resesi," kata S&P Global Market Intelligence dalam sebuah laporan, Minggu.