KSPI Sebut Data PHK Jangan Dimanfaatkan untuk Omnibus Law Ciptaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) baru-baru ini mengumumkan sebanyak 1.506.713pekerja terdampak PHK akibat wabah Covid-19. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berpendapat bahwa harus ada pemilahan sektor industri yang jelas yang terkena PHK tersebut.
"Harus dibagi dalam dua kategori sektor industri yang terkena PHK dari angka bombastis PHK Kemnaker tersebut, yaitu kategori pertama adalah sektor industri pariwisata, maskapai, hotel, travel agent, restoran, jasa penunjang pariwisata, logistik, transportasi online, industri digital ekonomi, dan UMKM. Sektor inilah yang paling banyak kena PHK. Sedangkan kategori kedua adalah sektor industri manufaktur, baik padat karya maupun padat modal," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin(13/4/2020).
Ia mengatakan di sektor manufaktur ini belum banyak pekerja yang kena PHK sebagaimana data "bombastis" dari Kemnaker tersebut. Kondisinya lebih kepada dirumahkan atau kontrak kerja habis waktunya.
Said menyampaikan bahwa ada beberapa alasan, mengapa buruh merasa resah, cemas, dan terkesan ada data PHK menyesatkan.
"Patut diduga ada agenda lain dari kelompok tertentu dengan mengambil kesempatan di tengah kesulitan pandemi corona ini," ungkap Said.
Dengan data PHK yang bombastis dan meminta upah serta THR dikurangi nilainya, dan pada saat yang sama DPR membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka ada kesan seolah-olah Omnibus Law adalah jawaban terhadap solusi dari banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan tersebut.
"Yaitu dengan mengundang investor baru melalui Omnibus Law yang tergesa-gesa dibahas oleh DPR ditengah pandemi corona. Supaya ada pembenaran," jelasnya.
Said melanjutkan, pihaknua menduga ini adalah agenda untuk memuluskan RUU Cipta Kerja. Apalagi kalau kita lihat, pasal-pasal di dalam Omnibus Law sama persis dengan seperti yang diminta kalangan pengusaha saat ini.
Menurut KSPI, data PHK "bombastis" yang diumumkan Kemnaker tersebut seharusnya dipilah dalam dua kategori sektor industri dan diberi penjelasan, sektor industri mana yang terpukul.
"Jangan ujug ujug ada 130 ribuan buruh terkena PHK akibat pandemi corona, jadi harus dikurangi pembayaran upah dan THR buruh. Jelas ini sesat pikir dan meresahkan buruh yang digeneralisir," ungkap Said.
"Harus dibagi dalam dua kategori sektor industri yang terkena PHK dari angka bombastis PHK Kemnaker tersebut, yaitu kategori pertama adalah sektor industri pariwisata, maskapai, hotel, travel agent, restoran, jasa penunjang pariwisata, logistik, transportasi online, industri digital ekonomi, dan UMKM. Sektor inilah yang paling banyak kena PHK. Sedangkan kategori kedua adalah sektor industri manufaktur, baik padat karya maupun padat modal," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin(13/4/2020).
Ia mengatakan di sektor manufaktur ini belum banyak pekerja yang kena PHK sebagaimana data "bombastis" dari Kemnaker tersebut. Kondisinya lebih kepada dirumahkan atau kontrak kerja habis waktunya.
Said menyampaikan bahwa ada beberapa alasan, mengapa buruh merasa resah, cemas, dan terkesan ada data PHK menyesatkan.
"Patut diduga ada agenda lain dari kelompok tertentu dengan mengambil kesempatan di tengah kesulitan pandemi corona ini," ungkap Said.
Dengan data PHK yang bombastis dan meminta upah serta THR dikurangi nilainya, dan pada saat yang sama DPR membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka ada kesan seolah-olah Omnibus Law adalah jawaban terhadap solusi dari banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan tersebut.
"Yaitu dengan mengundang investor baru melalui Omnibus Law yang tergesa-gesa dibahas oleh DPR ditengah pandemi corona. Supaya ada pembenaran," jelasnya.
Said melanjutkan, pihaknua menduga ini adalah agenda untuk memuluskan RUU Cipta Kerja. Apalagi kalau kita lihat, pasal-pasal di dalam Omnibus Law sama persis dengan seperti yang diminta kalangan pengusaha saat ini.
Menurut KSPI, data PHK "bombastis" yang diumumkan Kemnaker tersebut seharusnya dipilah dalam dua kategori sektor industri dan diberi penjelasan, sektor industri mana yang terpukul.
"Jangan ujug ujug ada 130 ribuan buruh terkena PHK akibat pandemi corona, jadi harus dikurangi pembayaran upah dan THR buruh. Jelas ini sesat pikir dan meresahkan buruh yang digeneralisir," ungkap Said.