KSPI Sebut Data PHK Jangan Dimanfaatkan untuk Omnibus Law Ciptaker

Senin, 13 April 2020 - 22:49 WIB
loading...
KSPI Sebut Data PHK Jangan Dimanfaatkan untuk Omnibus Law Ciptaker
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) baru-baru ini mengumumkan sebanyak 1.506.713pekerja terdampak PHK akibat wabah Covid-19. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berpendapat bahwa harus ada pemilahan sektor industri yang jelas yang terkena PHK tersebut.

"Harus dibagi dalam dua kategori sektor industri yang terkena PHK dari angka bombastis PHK Kemnaker tersebut, yaitu kategori pertama adalah sektor industri pariwisata, maskapai, hotel, travel agent, restoran, jasa penunjang pariwisata, logistik, transportasi online, industri digital ekonomi, dan UMKM. Sektor inilah yang paling banyak kena PHK. Sedangkan kategori kedua adalah sektor industri manufaktur, baik padat karya maupun padat modal," ujar Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Senin(13/4/2020).

Ia mengatakan di sektor manufaktur ini belum banyak pekerja yang kena PHK sebagaimana data "bombastis" dari Kemnaker tersebut. Kondisinya lebih kepada dirumahkan atau kontrak kerja habis waktunya.

Said menyampaikan bahwa ada beberapa alasan, mengapa buruh merasa resah, cemas, dan terkesan ada data PHK menyesatkan.

"Patut diduga ada agenda lain dari kelompok tertentu dengan mengambil kesempatan di tengah kesulitan pandemi corona ini," ungkap Said.

Dengan data PHK yang bombastis dan meminta upah serta THR dikurangi nilainya, dan pada saat yang sama DPR membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka ada kesan seolah-olah Omnibus Law adalah jawaban terhadap solusi dari banyaknya buruh yang kehilangan pekerjaan tersebut.

"Yaitu dengan mengundang investor baru melalui Omnibus Law yang tergesa-gesa dibahas oleh DPR ditengah pandemi corona. Supaya ada pembenaran," jelasnya.

Said melanjutkan, pihaknua menduga ini adalah agenda untuk memuluskan RUU Cipta Kerja. Apalagi kalau kita lihat, pasal-pasal di dalam Omnibus Law sama persis dengan seperti yang diminta kalangan pengusaha saat ini.

Menurut KSPI, data PHK "bombastis" yang diumumkan Kemnaker tersebut seharusnya dipilah dalam dua kategori sektor industri dan diberi penjelasan, sektor industri mana yang terpukul.

"Jangan ujug ujug ada 130 ribuan buruh terkena PHK akibat pandemi corona, jadi harus dikurangi pembayaran upah dan THR buruh. Jelas ini sesat pikir dan meresahkan buruh yang digeneralisir," ungkap Said.

Dalam hal ini, KSPI memilah ada dua kategori sektor industri

yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga terjadi PHK dan dirumahkannya buruh.

"Pertama, sektor industri yang dari sebelum corona meluas di Indonesia sudah terdampak. Dalam hal ini adalah sektor industri pariwisata beserta turunannya, transportasi online dan UMKM," tambah Said.

Ini juga meliputi maskapai penerbangan dan turunannya, travel agen perjalanan, digital ekonomi, hotel, restoran besar atau kecil, kuliner, dan transportasi online, serta UMKM yang berbasis pada home stay, cinderamata, dan yang lainnya.

"Jumlah yang dirumahkan dan di PHK di sektor industri pariwisata dan UMKM inilah yang banyak dicatat oleh Kemnaker, yang jumlahnya ratusan ribu tersebut. Harusnya diungkap ke publik, termasuk transportasi online dan digital ekonomi," kata Said.

"Kok jawabannya tiba tiba DPR membahas Omnibus Law, dan pengusaha meminta upah buruh tidak dibayar penuh serta pembayaran nilai THR dan pesangon yang dikurangi. Ini enggak nyambung," tegasnya.

Dia melanjutkan, seharusnya yang dilakukan adalah upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan pengusaha untuk mencegah agar tidak terjadi PHK sebagaimana amanat konstitusi dan harapan yang pernah disampaikan Presiden Jokowi kepada pengusaha.

Dari laporan anggota KSPI, saat ini belum ada PHK besar-besaran di sektor industri manufaktur ini. Baru hanya ada yang diliburkan sebagian karena PSBB atau habis kontrak kerjanya. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti tidak ada potensi darurat PHK dalam tiga bulan kedepan.

Dengan kata lain, data 160 ribu buruh yang kena PHK sebagaimana yang disampaikan pemerintah, bisa jadi bukan berasal dari industri manfaktur, baik yang padat karya maupun padat modal.

"Karena itu jangan digeneralisir. Bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar upah dan THR ataupun pesangon," imbuh Said.

Ia mempertanyakan apakah data PHK "bombastis" yang disajikan Kemnaker tersebut semata-mata untuk mengejar cairnya dana bantuan sosial dan kartu Prakerja dan juga membenarkan keinginan Apindo untuk membayar upah tidak penuh dan menghindari pembayaran THR serta pesangon buruh.

"Kalau ini yang dimaksud, maka KSPI dan buruh Indonesia menolak keras sikap pemerintah dan Apindo tersebut," tutur Said.
(bon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2010 seconds (0.1#10.140)