Upaya Mencari Solusi Perbaikan Hidup Para Penyandang Disabilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyandang disabilitas perkembangan (persons with developmental disorders) kerap menghadapi beragam tantangan. Di antaranya tingkat kualitas hidup yang kurang baik, rendahnya pemahaman untuk mengakses layanan kesehatan dan fasilitas pendukung lainnya, serta masalah ekonomi .
Berdasarkan survei Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 80% penyandang disabilitas bekerja di sektor nonformal mikro kecil dan menengah. Sebagian dari mereka yang terdampak besar secara ekonomi belum dapat mengakses bantuan-bantuan yang tersedia, dan penyandang disabilitas juga dianggap tidak cakap hukum sehingga tidak dapat mengakses literasi keuangan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, terdapat 22,5 juta penyandang disabilitas di Indonesia. Di tingkat global berdasarkan data PBB 2021, dari sekitar 7 miliar penduduk dunia, sekitar 15% adalah penyandang disabilitas, 80%-nya tinggal di negara berkembang.
Untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, Indonesia dan Jepang menggelar ajang “Indonesia-Japan Roundtable Discussion on Developmental Disorder”. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai situasi tentang penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia.
Diskusi ini juga diselenggarakan untuk memperkuat hubungan kerja sama antara Indonesia dan Jepang, dengan berbagi pengalaman serta melakukan dialog dengan para perwakilan dari kedua negara. Diskusi yang dilangsungkan hari ini, Selasa (2/8/2022), merupakan bagian dari kolaborasi kegiatan riset internasional tentang disabilitas perkembangan.
"Kolaborasi ini dilakukan oleh the National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities, Nozominosono, Jepang dan LSPR Institute of Communication and Business of Indonesia, dengan dukungan dari The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA)," kata Prita Kemal Ghani, CEO dan Founder LSPR Institute of Communication & Business, yang menjadi salah satu pihak penyelenggara, Selasa (2/8/2022).
Jepang diwakili oleh H.E. Madam Michiyo Takagi (Former Secretary General of National Diet Members Caucus on Developmental Disorder of Japan. Dari Indonesia sejumlah pihak, mulai dari kementerian hingga organisasi dan komunitas mewakili penyandang disabilitas perkembangan.
Sejumlah pembicara, seperti Dr. Takuma Kato (Direktur Healthcare and Long-Term Care Policy, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) dan Prita Kemal Ghani turut berkontribusi dalam diskusi. Jajaran pembicara lain yang hadir adalah H.E. Madam Michiyo Takagi, Dr. Dante Rigmalia (Ketua Komisi Nasional Disabilitas Indonesia), Dr. Salahuddin (Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia) dan Mr. Hisatoshi Kato (Staf Khusus untuk Person with Developmental Disorders, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Jepang).Hadir pula Staf Khusus Presiden dan penyandang disabilitas AngkieYudistia.
"Beberapa poin penting yang akan dibahas dalam diskusi di antaranya adalah berbagi informasi dan pengalaman tentang penyandang disabilitas perkembangan, khususnya dalam konteks kebijakan dan implementasinya di Indonesia dan Jepang. Lalu mengidentifikasi isu-isu penting terkait penyandang disabilitas perkembangan dan menampung suara serta aspirasi mereka," kata Prita.
Berdasarkan survei Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 80% penyandang disabilitas bekerja di sektor nonformal mikro kecil dan menengah. Sebagian dari mereka yang terdampak besar secara ekonomi belum dapat mengakses bantuan-bantuan yang tersedia, dan penyandang disabilitas juga dianggap tidak cakap hukum sehingga tidak dapat mengakses literasi keuangan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, terdapat 22,5 juta penyandang disabilitas di Indonesia. Di tingkat global berdasarkan data PBB 2021, dari sekitar 7 miliar penduduk dunia, sekitar 15% adalah penyandang disabilitas, 80%-nya tinggal di negara berkembang.
Untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, Indonesia dan Jepang menggelar ajang “Indonesia-Japan Roundtable Discussion on Developmental Disorder”. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai situasi tentang penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia.
Diskusi ini juga diselenggarakan untuk memperkuat hubungan kerja sama antara Indonesia dan Jepang, dengan berbagi pengalaman serta melakukan dialog dengan para perwakilan dari kedua negara. Diskusi yang dilangsungkan hari ini, Selasa (2/8/2022), merupakan bagian dari kolaborasi kegiatan riset internasional tentang disabilitas perkembangan.
"Kolaborasi ini dilakukan oleh the National Center for Persons with Severe Intellectual Disabilities, Nozominosono, Jepang dan LSPR Institute of Communication and Business of Indonesia, dengan dukungan dari The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA)," kata Prita Kemal Ghani, CEO dan Founder LSPR Institute of Communication & Business, yang menjadi salah satu pihak penyelenggara, Selasa (2/8/2022).
Jepang diwakili oleh H.E. Madam Michiyo Takagi (Former Secretary General of National Diet Members Caucus on Developmental Disorder of Japan. Dari Indonesia sejumlah pihak, mulai dari kementerian hingga organisasi dan komunitas mewakili penyandang disabilitas perkembangan.
Sejumlah pembicara, seperti Dr. Takuma Kato (Direktur Healthcare and Long-Term Care Policy, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) dan Prita Kemal Ghani turut berkontribusi dalam diskusi. Jajaran pembicara lain yang hadir adalah H.E. Madam Michiyo Takagi, Dr. Dante Rigmalia (Ketua Komisi Nasional Disabilitas Indonesia), Dr. Salahuddin (Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia) dan Mr. Hisatoshi Kato (Staf Khusus untuk Person with Developmental Disorders, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Jepang).Hadir pula Staf Khusus Presiden dan penyandang disabilitas AngkieYudistia.
"Beberapa poin penting yang akan dibahas dalam diskusi di antaranya adalah berbagi informasi dan pengalaman tentang penyandang disabilitas perkembangan, khususnya dalam konteks kebijakan dan implementasinya di Indonesia dan Jepang. Lalu mengidentifikasi isu-isu penting terkait penyandang disabilitas perkembangan dan menampung suara serta aspirasi mereka," kata Prita.