Selalu Ada Peluang bila Mau Berinovasi

Selasa, 30 Juni 2020 - 22:05 WIB
loading...
Selalu Ada Peluang bila Mau Berinovasi
Foto/ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Harapan masyarakat kembali muncul setelah pemerintah memutuskan pelonggaran PSBB. Meskipun kontroversial, namun ini harus dimaklumi karena pemerintah sudah pusing dengan birokrasi yang mempersulit pencairan dana stimulus. Hasilnya pemerintah kembali gagal memenuhi janjinya.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, tekanan ekonomi akibat pandemi saat ini lebih berat dibandingkan krisis 1998. Sumber krisis berawal dari masalah kesehatan lalu diperparah karantina wilayah. Namun perekonomian nasional khususnya segmen UMKM memiliki beberapa sektor yang tahan tekanan akibat pandemi covid19. Misalnya sektor perdagangan khususnya makanan minuman.

"Namun sektor yang memiliki ketahanan ini juga butuh daya beli masyarakat agar bertahan. Dana stimulus dari pemerintah sangat ditunggu segera cair sehingga kuartal ketiga nanti bisa ada sedikit kenaikan," ujar Andry dalam diskusi virtual 'Membuka Peluang Usaha di Masa Pandemi' hari ini di Jakarta.

Dia melihat ada harapan yang muncul dari generasi milenial. Mereka tidak hanya menjadi konsumen tapi juga tidak sedikit yang turut menjadi pelaku UMKM. Generasi ini disebutnya telah mendominasi, bahkan menjadi inisiator pergerakan segmen UMKM. Mereka menginisiasi inovasi lalu menjadi tren yang viral berkat pemanfaatan teknologi digital. Tren penjualan kopi ukuran satu liter menurutnya tidak terpikirkan sebelumnya, namun sukses laris saat pandemi.

"Inovasi motif batik dalam masker atau baju APD juga saya rasakan manfaatnya langsung. Karena saya kerja di kantor sering menggunakan motif batik tapi sekarang juga menjadi pelindung diri," tambah Andry.

Menurut Andry ada dua hal utama yang harus diperhatikan pelaku UMKM saat ini, agar terus bertahan bahkan tumbuh, yaitu melakukan digitalisasi dan pintar membaca selera konsumen. Data Mandiri Institute menunjukkan pelaku UMKM saat pandemi mampu mencatatkan kenaikan omset hingga 42% bagi yang menggunakan penjualan online. Sementara omset yang mengandalkan penjualan offline hanya mampu naik 24%. Dengan menjual secara online tentunya pelaku UMKM bisa melakukan perluasan basis pasar. Tidak hanya dalam satu kota atau provinsi bahkan hingga ke luar negeri.

"Milenial melek teknologi tapi harus dikombinasikan membaca tren selera konsumen dan perubahannya," ujarnya.

Chief Economist Bank BTN Winang Budoyo mengatakan solusi tekanan ekonomi saat ini sangat tergantung seberapa cepat vaksin bisa diakses di tengah masyarakat. Namun dia memprediksi vaksin sepertinya baru bisa diakses hingga tahun depan. Namun di sisi lain tentu juga tidak mungkin pemerintah berlakukan PSBB terus menerus. Sehingga solusi jangka pendek masyarakat harus beradaptasi khususnya dalam perekonomian dan bisnis.

"Kita harus tetap disiplin supaya ekonomi bisa jalan. Kuartal tiga sepertinya bisa naik tapi tidak drastis dan ini akan berlanjut hingga nanti tahun 2021," ujar Winang menambahkan.

Dia juga mengingatkan pelonggaran PSBB juga diikuti risiko munculnya gelombang kedua atau second wave pandemi seperti banyak dikhawatirkan banyak pihak. Menurutnya harus ada disiplin semua pihak karena dikhawatirkan dengan gelombang kedua akan memaksa diberlakukan karantina yang diperketat.

"Risiko gelombang kedua harus diwaspadai supaya kegiatan ekonomi tidak kembali dibatasi," ujarnya.

Founder Batik Trusmi Sally Giovanny mengakui kreativitas membaca kebutuhan konsumen sangat diperlukan pelaku UMKM, khususnya di tengah kondisi seperti sekarang. Dirinya bercerita sempat menutup gerai batiknya di bulan Maret setelah ada kebijakan PSBB. Namun bulan berikutnya dia langsung memutuskan untuk berinovasi dengan mengalihkan fokus bisnisnya menjual produk masker kain bercorak batik dan juga jaket pelindung juga dengan motif batik. Jaket pelindung tersebut menyasar kebutuhan pekerja yang ingin tetap bergaya, namun terlindungi saat perjalanan ke kantor dan pulang dari kantor.

"Kami tutup sebulan untuk melindungi karyawan dan memikirkan strategi. Tidak ada karyawan kena PHK. Karena yang dirumahkan kami kerahkan untuk menjadi penjual masker batik dan jaket pelindung dengan motif batik. Mereka berjualan online di rumah," ujar Sally menceritakan.

Dia meyakini meskipun di saat pandemi saat ini namun masih ada daya beli di masyarakat. Menurutnya pelaku UMKM harus tahu mau jualan apa, atau mencari produk apa yang bisa dikembangkan. Dia menyarankan agar pelaku UMKM melirik barang kebutuhan pokok misalnya dengan menjual frozen food. Kebutuhan lainnya yang laris seperti personal care, multivitamin, suplemen, hand sanitizer, masker, bahkan APD, masih memiliki peluang yang masih besar.

"Terbukti respon pasar sangat bagus saat kami berjualan masker corak batik. Lalu ini juga saatnya memperkuat jaringan penjualan online bagi para pelaku UMKM," ujarnya.

Meskipun peluangnya lebih besar dengan pendekatan digital namun juga tidak menjamin keberhasilan seluruhnya. Dia sendiri mengalami kegagalan setelah mencoba menawarkan wisata virtual dan kurang diminati pasar.

"Kami coba alihkan unit bisnis pariwisata dengan produk wisata virtual tapi kurang laku. Sepertinya untuk pariwisata masyarakat kita masih membutuhkan sentuhan fisik," papar Sally.

Sementara itu Founder Bolu Lapis Bogor Sangkuriang Rizka Wahyu juga menilai meskipun penjualan online penting namun belum dapat sepenuhnya menggantikan penjualan offline di toko. Dari pengalamannya saat pandemi terlihat masyarakat mulai langsung ramai berbelanja ke toko dibandingkan membeli di e-commerce. Sehingga dia menilai jalur penjualan terbaik adalah Omni channel yang memadukan penjualan online dan offline.

"Kami beralih dari offline lalu menggunakan e-commerce tapi sekarang seperti sudah normal kembali. Konsumen sudah kembali ramai ke toko seperti masa sebelum pandemi," ujar Rizka.

Rizka juga memberikan tips untuk pelaku UMKM harus memiliki passion saat berdagang. Peran passion dibutuhkan karena akan ada masa banyak masalah dan tantangan sehingga harus punya motivasi kuat. Selain itu pelaku usaha bisa memulai bisnis secara bertahap dari level dropshipper yang tanpa modal, lalu naik kelas menjadi reseller, lalu sebagai agen. Bila ingin naik kelas lagi baru pikirkan mencari produk sendiri.

"Kita harus punya faktor why bila ingin berbisnis. Faktor ini yang harus dicari saat terpuruk untuk bangkit kembali," ujarnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1642 seconds (0.1#10.140)