Raih Pengakuan Internasional, Perhutani Siap Penetrasi Pasar Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perum Perhutani memperoleh pengakuan internasional terkait pengelolaan hutan berkelanjutan dengan meraih sertifikat Forest Stewardship Council (FSC) Forest Management.
Sertifikat tersebut untuk ruang lingkup getah bagi unit kerja baik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu Ds, KPH Banyumas Barat, dan perluasan scope product Non Timber Forest Product. Hal ini meliputi getah pinus dan daun kayu putih.
Direktur Pengembangan dan Perencanaan Perhutani Endung Trihartaka menjelaskan, selain meningkatkan posisi tawar Perhutani sebagai pengelola hutan, setelah diterbitkannya sertifikat FSC-FM untuk KPH Banyumas Barat dan Lawu Ds, Perhutani dapat melakukan penetrasi pasar Log Pinus untuk industri FSC maupun industri woodpelet berbahan baku brongkol pinus, hingga memproduksi getah pinus yang bersertifikat FSC-FM.
Dengan adanya getah pinus yang bersertifikat FSC-FM, maka Industri Gondorukem, Terpentin dan Derivatnya (GTD) dapat memproduksi GTD dengan klaim sertifikat FSC 100 persen melalui sertifikasi FSC Chain of Custody (CoC) pada Industri GTD. Endung optimistis bila Perhutani menjadi perusahaan pertama pengekspor GTD FSC 100 persen di Indonesia.
"Melalui penambahan scope hasil hutan bukan kayu, hasil hutan Perhutani semakin siap melakukan penetrasi ke pasar internasional,” ujarnya, Selasa (23/8/2022).
Sebagai informasi, Forest Stewardship Council (FSC)merupakan organisasi nirlaba internasional yang bermarkas di Bonn, Jerman dan didasarkan pada keanggotaan.
Prinsip utama FSC adalah bahwa orang-orang yang sensitif berkumpul untuk mencegah kebijakan hutan yang tidak dikelola dengan baik dan membuat sistem pengelolaan hutan lebih meluas.
FSC adalah organisasi independen yang didirikan untuk meningkatkan pengelolaan hutan dunia. Meskipun merupakan organisasi independen, organisasi ini telah sangat efektif dalam waktu singkat dan pada tahun 2008 lebih dari 79 juta hektar hutan telah disertifikasi sesuai dengan standar FSC.
FSC standard pengelolaan hutan berkelanjutan yang terdiri dari 10 prinsip. Antara lain kepatuhan terhadap hukum, Ketentuan Kerja dan Hak Pekerja, Hak Mayarakat Adat, Hubungan Masyarakat, Pengelolaan Aspek Kelestarian dan Manfaat Hutan.
Sertifikat tersebut untuk ruang lingkup getah bagi unit kerja baik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu Ds, KPH Banyumas Barat, dan perluasan scope product Non Timber Forest Product. Hal ini meliputi getah pinus dan daun kayu putih.
Direktur Pengembangan dan Perencanaan Perhutani Endung Trihartaka menjelaskan, selain meningkatkan posisi tawar Perhutani sebagai pengelola hutan, setelah diterbitkannya sertifikat FSC-FM untuk KPH Banyumas Barat dan Lawu Ds, Perhutani dapat melakukan penetrasi pasar Log Pinus untuk industri FSC maupun industri woodpelet berbahan baku brongkol pinus, hingga memproduksi getah pinus yang bersertifikat FSC-FM.
Dengan adanya getah pinus yang bersertifikat FSC-FM, maka Industri Gondorukem, Terpentin dan Derivatnya (GTD) dapat memproduksi GTD dengan klaim sertifikat FSC 100 persen melalui sertifikasi FSC Chain of Custody (CoC) pada Industri GTD. Endung optimistis bila Perhutani menjadi perusahaan pertama pengekspor GTD FSC 100 persen di Indonesia.
"Melalui penambahan scope hasil hutan bukan kayu, hasil hutan Perhutani semakin siap melakukan penetrasi ke pasar internasional,” ujarnya, Selasa (23/8/2022).
Sebagai informasi, Forest Stewardship Council (FSC)merupakan organisasi nirlaba internasional yang bermarkas di Bonn, Jerman dan didasarkan pada keanggotaan.
Prinsip utama FSC adalah bahwa orang-orang yang sensitif berkumpul untuk mencegah kebijakan hutan yang tidak dikelola dengan baik dan membuat sistem pengelolaan hutan lebih meluas.
FSC adalah organisasi independen yang didirikan untuk meningkatkan pengelolaan hutan dunia. Meskipun merupakan organisasi independen, organisasi ini telah sangat efektif dalam waktu singkat dan pada tahun 2008 lebih dari 79 juta hektar hutan telah disertifikasi sesuai dengan standar FSC.
FSC standard pengelolaan hutan berkelanjutan yang terdiri dari 10 prinsip. Antara lain kepatuhan terhadap hukum, Ketentuan Kerja dan Hak Pekerja, Hak Mayarakat Adat, Hubungan Masyarakat, Pengelolaan Aspek Kelestarian dan Manfaat Hutan.