Menolak Upaya Memasukkan Vape ke Kelompok Rokok Konvensional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, kembali mendapat respons dari berbagai kelompok masyarakat. Alasannya, jika pemerintah ingin merevisi, harusnya melakukan serangkaian kajian, termasuk kajian akademis dan melibatkan sektor publik, terutama kalangan pelaku industri rokok itu sendiri.
“Ketika pemerintah akan melakukan proses revisi maka pemerintah mengkonsultasikan dengan berbagai pihak, untuk kemudian didrafting. Karena ini adalah PP, maka posisinya harus ada di Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Nah apakah Presiden sudah setuju atau belum?" kata Acep Jamaludin, pengamat Industri Rokok dan Rokok Elektrik yang juga pengurus DPW PKB Jawa Barat, dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).
Jamaludin menambahkan, alasan lain tentang ketidaksetujuannya, jika PP hasil revisi memasukkan dan menyamakan produk rokok elektronik atau vape dengan rokok konvensional yang selama ini sudah dikenal masyarakat dunia. Padahal vape salah satu bentuk industri kreatif dan usianya juga belum lama.
Acep Jamaludin. Foto/Ist
“Pengaruh dari revisi PP No. 109/2012, industri vape akan diperlakukan sama dengan industri rokok konvensional. Padahal sebenarnya itu adalah 2 hal yang berbeda,” tegas Acep Jamaludin.
Lebih lanjut Acep Jamaludin menjelaskan, vape atau rokok elektronik tidak bisa disatukelaskan dengan rokok. Vape masuk dalam kelompok industri ekonomi kreatif bukan holding atau industri besar. Karena itu pemerintah punya kewajiban untuk melakukan proses inkubasi dan akselerasi terhadp para pelaku usaha industri kreatif vape.
“Kalau vape dikelompokan dengan rokok karena mengandung zat berbahaya, maka harus melalui mekanisme kajian secara akademis atau melalui penelitian secara khusus dan itu harus dibuka di publik,” tegas Acep Jamaludin.
Pendapat yang sama disampaikan Ketua Asosiasi Produsen E -Liquid Indonesia (APEI) Bebey Daniel. Pihaknya sepakat dengan berbagai pendapat yang menolak adanya revisi PP. Pasalnya, dalam rencana revisi PP tersebut, pemerintah berencana memasukan dan menyamakan rokok elektrik dengan rokok konvensional yang sudah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini. Jika revisi tersebut memasukan rokok elektrik, maka akan mematikan industri kreatif yang menghasilkan produk rokok elektrik atau liquid.
“RPP tersebut tidak relevan di terapkan di rokok elektrik, dan berpotensi mematikan industri kreatif rokok elektrik lokal secara tidak langsung. Sebagai contoh pencantuman kandungan kimia berbahaya dan tar. Secara penelitian rokok elektrik tidak mengandung hal tersebut,” tegas Bebey Daniel.
“Ketika pemerintah akan melakukan proses revisi maka pemerintah mengkonsultasikan dengan berbagai pihak, untuk kemudian didrafting. Karena ini adalah PP, maka posisinya harus ada di Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Nah apakah Presiden sudah setuju atau belum?" kata Acep Jamaludin, pengamat Industri Rokok dan Rokok Elektrik yang juga pengurus DPW PKB Jawa Barat, dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).
Jamaludin menambahkan, alasan lain tentang ketidaksetujuannya, jika PP hasil revisi memasukkan dan menyamakan produk rokok elektronik atau vape dengan rokok konvensional yang selama ini sudah dikenal masyarakat dunia. Padahal vape salah satu bentuk industri kreatif dan usianya juga belum lama.
Acep Jamaludin. Foto/Ist
“Pengaruh dari revisi PP No. 109/2012, industri vape akan diperlakukan sama dengan industri rokok konvensional. Padahal sebenarnya itu adalah 2 hal yang berbeda,” tegas Acep Jamaludin.
Lebih lanjut Acep Jamaludin menjelaskan, vape atau rokok elektronik tidak bisa disatukelaskan dengan rokok. Vape masuk dalam kelompok industri ekonomi kreatif bukan holding atau industri besar. Karena itu pemerintah punya kewajiban untuk melakukan proses inkubasi dan akselerasi terhadp para pelaku usaha industri kreatif vape.
“Kalau vape dikelompokan dengan rokok karena mengandung zat berbahaya, maka harus melalui mekanisme kajian secara akademis atau melalui penelitian secara khusus dan itu harus dibuka di publik,” tegas Acep Jamaludin.
Pendapat yang sama disampaikan Ketua Asosiasi Produsen E -Liquid Indonesia (APEI) Bebey Daniel. Pihaknya sepakat dengan berbagai pendapat yang menolak adanya revisi PP. Pasalnya, dalam rencana revisi PP tersebut, pemerintah berencana memasukan dan menyamakan rokok elektrik dengan rokok konvensional yang sudah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini. Jika revisi tersebut memasukan rokok elektrik, maka akan mematikan industri kreatif yang menghasilkan produk rokok elektrik atau liquid.
“RPP tersebut tidak relevan di terapkan di rokok elektrik, dan berpotensi mematikan industri kreatif rokok elektrik lokal secara tidak langsung. Sebagai contoh pencantuman kandungan kimia berbahaya dan tar. Secara penelitian rokok elektrik tidak mengandung hal tersebut,” tegas Bebey Daniel.
(uka)